Tingkat nyeri adalah tingkat keparahan yang dirasakan
penderita dan bersifat subyektif. Individu yang mengalami nyeri adalah sumber
terbaik untuk meggambarkan nyeri yang dialaminya. Ada banyak cara dalam
menggambarkan tingkat nyeri seseorang, diantaranya dengan memperhatikan
perilaku, mimik wajah, atau dengan mengunakan skala. Skala intensitas nyeri
deskriptif yang menggunakan angka dan kategori nyeri yang digunakan dalam
penelitian ini dapat mewakili tingkat nyeri atau tingkat keparahan yang
dirasakan penderita, yang mana dalam penelitian ini adalah ibu bersalin
primigavida pada persalinan normal kala I fase aktif.
Berdasarkan
hasil penelitian terhadap 22 persalinan yang terjadi pada tanggal 02 April – 02
Mei 2013 di wilayah kerja puskesmas Ungaran, pada tabel 5.4 didapatkan tingkat
nyeri persalinan sebagian besar ibu primigravida mengalami nyeri berat
terkontrol, yaitu sejumlah 21 orang ( 95,5%) , sedangkan 1 orang lainnya (4,5%)
mengalami nyeri sedang.
Sebagian besar responden tersebut mengalami tingkat
nyeri persalinan ada pada nyeri berat terkontrol. Hal ini didapat terlihat dari
hasil wawancara responden, dimana nyeri berat terkontrol ada pada skala 7
dengan jumlah responden 3 orang (13,6%), skala 8 dengan jumlah responden 10
orang (45,4%), dan skala 9 dengan jumlah responden 8 orang (36,3%).
Dalam Judha (2012) dijelaskan bahwa Nyeri
Berat Terkontrol merupakan nyeri yang dianggap penderita sangat sakit/berat dan
masih dapat ditahan. Besarnya responden yang mengatakan nyeri persalinannya ada
pada nyeri berat terkontrol. dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya disebabkan
karena responden adalah seorang primigravida, yaitu orang yang pertama kali
melahirkan. Saat diwawancara, ibu mengatakan khawatir karena tidak mengerti
bagaimana cara menghadapi persalinan. Primigravida cenderung lebih banyak
mengalami kecemasan hingga menimbulkan ketegangan dan ketakutan. Hal ini
terbukti pada saat dilakukan penelitian, responden tidak dapat menahan
nyerinya, ada yang mengigit kain untuk mengekspresikan nyeri, mencengkeram
orang sekitar, ada yang mengenggam benda atau tempat tidur, ada yang merangkak
untuk mengurangi nyerinya, dan berbagai ekspresi ibu saat nyeri tiba. Hal ini
sesuai dengan Yanti (2009) mengatakan primigravida lebih merasakan nyeri pada
awal persalinan (kala I) daripada multigravida.
Cemas dan takut yang dirasakan ibu bila tidak
segera diatasi bisa menyebabkan ibu nyeri yang lebih sakit. Saat penelitian
berlangsung, beberapa responden yang dapat menenangkan dirinya dengan teknik
relaksasi seperti menarik nafas dalam, terlihat dapat menahan sakit daripada
ibu yang cemas dan tegang. Hal ini sesuai dengan Judha (2012) bahwa emosi dapat
meningkatkan stress atau rasa takut ibu, yang secara fisiologis dapat
meningkatkan kontraksi uterus sehingga meningkatkan nyeri yang dirasakan. Saat
wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress, maka secara otomatis
tubuh akan melakukan reaksi defensif sehingga secara otomatis dari stress
tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormone stressor yaitu hormon
katekolamin dan hormone adrenalin, katekolamin ini akan dilepaskan dalam
konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa
takutnya sebelum melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain
uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam
otot-otot terus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah
rasa nyeri yang tak terelakan.
Faktor lain
seperti support system atau
pendamping persalinan dan persiapan persalinan tidak banyak memberikan pengaruh
pada nyeri persalinan, namun kedua faktor ini dapat mengurangi atau menambah
kecemasan dalam proses persalinan, yang berpengaruh pada tingkat nyeri. Saat
proses persalinan berlangsung, semua ibu bersalin ada pendamping persalinan.
Ada ibu bersalin yang didampingi oleh suaminya, ibu mertuanya, ayahnya, atau
sanak saudara. Selama mendampingi persalinan, sebagian besar dari mereka
menemani ibu selama proses persalinan berlangsung, memberikan makanan atau
minuman bila ibu memerlukan, menenangkan ibu saat persalinan, membantu memijat
area yang dianggap nyeri, memberikan pelukan dan semangat pada ibu. Martin
(2002) dalam Judha (2012) mengatakan dukungan dari pasangan, keluarga maupun
pendamping persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga
membantu mengatasi rasa nyeri. Hal ini
sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni Rofiqoch dengan
penelitiannya yang berjudul “ Peran
Pendamping Persalinan Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Kala I Fase Aktif pada
Persalinan Normal Ibu Primigravida di RB Rahayu Jalan Kartini Ungaran Semarang
Tahun 2010”. Hasil penelitian ini, menunjukan bahwa ada penurunan yang
signifikan antara tingkat nyeri yang dialami oleh ibu sebelum dan setelah ada
pendamping persalinan.
Selama proses
penelitian berlangsung, tidak banyak persiapan persalinan yang dilakukan ibu bersalin
dalam menghadapi persalinan. Hal ini terlihat saat nyeri datang, sebagian besar
ibu bersalin tidak melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, namun
hanya menahan nyeri dengan wajah tegang, ada yang berteriak, atau mengigit
kain. Ibu melakukan teknik relaksasi setelah diberitahu bidan cara meredakan
nyeri dengan teknik relaksasi. Namun ada pula ibu bersalin yang dapat melakukan
teknik relaksasi dengan sendirinya. Dalam Judha (2012) mengatakan persiapan persalinan
tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun persiapan
persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri
persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai teknik atau metode latihan agar
ibu dapat mengatasi ketakutannya.
Yanti (2009)
mengatakan faktor lain yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri persalinan antara
lain adalah umur. Dari hasil penelitian yang berusia < 20 tahun ada 1 responden,
dengan skala nyeri 9. Pada saat persalinan berlangsung, responden terlihat
tidak sabar untuk segera melahirkan anaknya. Setiap nyeri datang, yang
dilakukan ibu bersalin muda ini adalah mengejan. Ibu beralasan mengejan dapat
mengurangi nyeri saat ada kontraksi, padahal saat pembukaan belum lengkap, ibu
bersalin dilarang mengejan, karena dapat menyebabkan oedeme, dan kelelahan saat
proses pengeluaran bayi.
Wanita dengan
pendidikan rendah cenderung menghadapi persalinan dengan apa adanya. Wanita
dengan pengetahuan tinggi cenderung akan mencari tahu tentang persalinan, cara
menghadapi persalinan, dan persiapan persalinan. Saat wawancara dilakukan,
sebagian responden mengetahui bahwa dirinya dalam proses persalinan, yaitu pada
saat pembukaan mulut rahim, namun tidak mengerti bagaimana cara menghadapi
persalinan, atau pada saat kontraksi datang Nisman (2011) mengatakan tingkat
nyeri selama persalinan meningkat jika wanita tersebut gelisah dan takut serta
pengetahuan tentang proses persalinan sedikit. Salah satu alasan pelatihan
melahirkan adalah untuk mengurangi rasa takut dan memperbaiki pemahaman ibu
tentang melahirkan. Dari hasil penelitian didapatkan responden dengan
pendidikan SMP 8 orang (36,4%), SMA 13 orang (59,1%), dan perguruan tinggi 1
(4,5%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Warningsih dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Proses Persalinan
dengan Kecemasan dalam Proses Persalinan pada Ibu Primigravida di BPS
Ny.Susaptatri Kaloran Temanggung Tahun 2008” dengan hasil ada pengaruh yang ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang proses persalinan dengan
kecemasan ibu dalam menghadapi persalinan.
Setiap wanita
mempunyai pengalaman yang tidak nyaman selama kontraksi persalinan
berbeda-beda. Hasil penelitian tersebut walau dalam satu kategori, yaitu nyeri
berat terkontrol, tapi dalam skala yang berbeda, ada yang 7, 8 atau 9. Hal ini
mengikuti penerimaan dan persiapan untuk menjalani persalinan, posisi
persalinan yang dipilih, dan kemampuan dari pendamping persalinan dalam
mendampingi saat berada di samping ibu. Rasa nyeri juga dapat diperberat dengan rasa takut dan
kecemasan yang sering dirasakan ibu saat
persalinan berlangsung. Penerimaan seseorang terhadap nyeri berbeda antar
individu yang satu dengan yang lain. Price & Wilson (2006) mengatakan
ambang nyeri dalam persalinan dapat diturunkan oleh rasa takut, kurangnya
pengertian dan berbagai permasalahan jasmani seperti demam, kelelahan,
dehidrasi, ketegangan. Ambang nyeri dapat dianaikan oleh penggunaan
obat-obatan, kesehatan fisik serta psilogik, relaksasi dan pengalihan
perhatian.
Responden dengan
nyeri sedang ada 1 orang (4,5%). Dari hasil wawancara, ibu mengatakan
mempersiapkan persalinan mulai dari hamil. Periksa kehamilan sesuai anjuran
bidan, dan lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan buah untuk memperlancar
persalinannya. Responden berusia 29 tahun dengan latar belakang pendidikan SMP
mengaku tidak banyak tahu sebelumnya tentang persalinan, namun ibu bertanya
pada bidan dan orangtuanya bagaimana cara menghadapi persalinan. Budaya
mengepel dengan posisi merangkak dilakukan ibu secara rutin tiap pagi, dengan
harapan jalan lahirnya kelak dapat lebar dan lancar. Ibu juga mengaku lebih
banyak mengkonsumsi air putih agar jalan lahirnya licin dan kepala bayi mudah
turun. Dengan didampingi suami, saat persalinan terjadi, ibu tidak banyak
bertingkah aneh saat persalinan berlangsung, ibu diam dan menahan nyerinya, ibu
terlihat banyak melakukan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam dan
mengeluarkan lewat mulut. Saat diwawancarai ibu terlihat tenang walau
pembukaannya mencapai 9. Ibu mengatakan skalanya 6. Ibu mengatakan memang sakit
saat persalinan, namun ibu yakin sebentar lagi bayinya akan lahir, sehingga ibu
harus kuat dan yakin. Hal ini memperlihatkan bahwa persiapan persalinan yang
matang, baik fisik maupun psikologis, adanya pendamping persalinan, kemampuan
ibu dalam menguasai emosi, akan mengurangi respon terhadap nyeri. Hal ini
sesuai dengan Yanti (2009) yang mengatakan wanita yang menjalani persalinan
normal dengan pendidikan dan persiapan yang baik, perawatan preventif yang
cermat, dukungan dengan pendampingan oleh bidan yang kompeten dan dengan
analgesia yang tepat waktu serta indikasinya cenderung untuk memberikan
pengalaman persalinan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar