Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah
suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh dimana tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi
sering kali disebut dengan pembunuh gelap (silent
killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
gejala-gejala telebih dahulu sebelum serangan (Lany Sustrany dkk, 2004).
Menurut Brunner & Suddarth (2001) mendefinisikan
bahwa hipertensi adalah sebagai tekanan persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pertimbangan
gerontologis terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer yang bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang meliputi aterosklerosis,
hilangnya jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah yang
pada akibatnya berkurangnya kemampuan aorta dan arteri dalam mengakomodasi
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
1.
Jenis-Jenis Hipertensi Pada Lanjut Usia
|
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada
lanjut usia dapat dibedakan menjadi :
a.
Hipertensi Sistolik (Isoloated Systolic Hypertension ) terdapat pada 6-12 % wanita
penderita di atas 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensinya meningkat dengan
bertambahnya umur. Hipertensi sistolik, yaitu jika hanya tekanan darah
sistoliknya melewati batas (>140 mmHg) sedangkan diastoliknya dalam ambang
batas (<90 mmHg).
b.
Hipertensi Diastolik (Diastolic Hypertenion) terdapat antara 14 % penderita di atas usia
60 tahun, terutama pada pria. Kejadian ini menurun dengan bertambahnya umur,
pada hipertensi diastolik ini ini hanya tekanan diastoliknya saja yang
meningkat melebihi 85 mmHg.
c.
Hipertensi Sistolik dan Diastolik : terdapat pada 6-8 %
penderita usia >60 tahun lebih banyak pada wanita, dan meningkat dengan
bertambahnya umur (Martono Hadi dan Tapan Erik, 2004).
2.
Patogenesis
Hipertensi Pada Lansia
Menurut Martono Hadi, (2004 ) menjelaskan bahwa
patogenesis pada hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi
pada orang dewasa. Faktor yang berperan pada usia lanjut adalah :
a.
Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron
akibat proses menua (Aging Process).
Hal ini menyebabkan suatu sirkulus
vitosus hipertensi, glomerulo-sclerosis
hipertensi yang berlangsung terus menerus.
b.
Peningkatan sensitifitas terhadap asupan natrium. Makin
lanjut usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c.
Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat
proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada
akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
d.
Perubahan ateromatous
pada proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan
berbagai sitokin dan subtansi kimia lain yang kemudian menyebabkan reabsorpsi
natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat
pada kenaikan tekanan darah.
3.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi hipertensi.
Menurut Leuckenotte, Annette (2000) faktor resiko pada
hipertensi dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau diubah dan
faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau diubah. Faktor resiko yang
dapat dimodifikasi yaitu tekanan darah, merokok, perubahan kolesterol darah,
diabetes mellitus, gaya hidup, obesitas, stres, penggunaan hormonal, alkohol,
sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau diubah diantaranya
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga.
a.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
1)
Genetika
Peran genetika terhadap hipertensi dibuktikan dengan
berbagai fakta yang dijumpai. Seperti kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai
pada pasien kembar monozygot dari
pada heterozigot. Sehingga teori ini
dapat menyokong pendapat bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap
timbulnya hipertensi (Tjokronegoro, 2001).
2)
Jenis Kelamin
Pria umumnya lebih mudah terkena hipertensi dari pada
wanita karena pria lebih rentan terkena stres, kelelahan dan pola makan yang
tidak terkontrol. Hal ini dapat mendorong terjadinya hipertensi dari pada
wanita, tetapi wanita juga lebih rentan terkena hipertensi setelah masa
menopause (Purwati, 1998). Menurut Bustan (1997) juga berpendapat bahwa angka kejadian hipertensi lebih tinggi wanita
dibanding pada pria, penyebabnya karena adanya pengaruh kehamilan dan
penggunaan pil kontrasepsi.
3)
Umur
Hipertensi pada pria biasanya terjadi pada usia
diatas 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun atau
setelah menopause (Purwati, 1998). Terdapat pada 6-8 % penderita usia >60
tahun lebih banyak pada wanita, dan meningkat dengan bertambahnya umur (Martono Hadi dan Tapan Erik, 2004).
4)
Ras/ Suku
Menurut Bustan (1997) prevalensi hipertensi biasanya
lebih besar untuk orang kulit hitam dari pada kulit putih. Dengan dibuktikannya
besarnya variasi antara suku Indonesia
seperti persentase tertinggi Lembah Balim Baya, sekitar 28,6 %. Terendah Sukabumi,
Jabar Sekitar 0,6%.
5)
Geografis
Penderita yang bertempat tinggal di pantai mempunyai
angka kejadian hipertensi yang lebih tinggi dari pada daerah pedalaman dan
daerah pegunungan (Bustan, 1997).
b.
Faktor-Faktor yang dapat di modifikasi
1)
Asupan Natrium
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi disebabkan
karena garam akan meningkatkan volume plasma, curah jatung dan tekanan darah
(Tjokronegoro, 2001).
2)
Asupan lemak
Asupan kadar lemak yang tinggi dalam tubuh, mempunyai
faktor resiko lebih tinggi terkena penyakit hipertensi (Smith, 1992). Menurut
Hull (2001) kadar lemak yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah.
3)
Alkoholis
Alkohol mempunyai pengaruh pada tekanan darah, dan
semakin banyak alkohol yang dikonsumsi
semakin tinggi tekanan darahnya
hal ini terbukti pada peminum berat atau alkoholik (Beevers D.G, 2004).
4)
Merokok
Menurut Bangun (2003) menyebutkan bahwa merokok dapat
mempermudah terjadinya penyakit pembuluh darah, serta dapat meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah sementara. Hal ini disebabkan oleh pengaruh nikotin
dalam peredaran darah sehingga dapat
disimpulkan bahwa rokok mempunyai
hubungan besar dengan kejadian
hipertensi. Penelitian lain juga mengatakaan rokok dapat meningkatkan agregasi platelet dan menyebabkan spasme arteri coronary, nikotin juga
berperan dalam meningkatkan tekanan dan suplai darah ke jantung (Leuckenotte
Anette G, 2002).
5)
Konsumsi teh
dan kopi
Orang-orang
yang suka minum teh dan kopi mempunyai peluang lebih banyak terkena
hipertensi sebab teh dan kopi dapat
meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah (Bangun, 2003).
6)
Gaya
hidup/Olah Raga
Tekanan darah
yang lebih rendah dijumpai pada individu yang fisiknya lebih sehat karena
tekanan darah yang lebih tinggi merupakan faktor resiko penyakit jantung, maka
latihan fisik secara teratur sangat
dianjurkan untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung, sebab lemak
tidak akan tertimbun di dalam tubuh
sehingga aliran darah akan lancar (Tjokronegoro, 2001).
7)
Stres
Tekanan darah
tinggi dihubungkan dengan peningkatan stres yang timbul dari tuntutan
pekerjaan dan kehilangan pekerjaan serta
pengalaman yang mengancam nyawanya, sehingga terpapar stres yang bisa menaikkan
tekanan darah sepintas dan hipertensi dini cenderung reaktif. Sehingga susunan
saraf simpatik akan mempengaruhi haemodinamic,
yang menimbulkan hipertensi menetap (Bustan, 2003).
Relaksasi dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu,
juga dapat dikurangi dengan cara berdoa, meditasi, berolah raga, membaca
buku, mendengarkan musik atau menonton TV (Tapan Erik, 2004).
8)
Obesitas
Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi adalah
mereka yang gemuk. Jaringan yang berlemak memerlukan banyak darah untuk
pemberian zat-zat makanan (Tapan Erik, 2004).
Diperkirakan sebanyak 70 % kasus baru penyakit
hipertensi adalah orang lansia, yang mempunyai tubuh fungsi abnormal. Secara
keseluruhan seperti volume darah akan meningkat sehingga beban jantung untuk
memompa darah, juga bertambah, yang berhubungan hipertensi adalah semakin besar
bebannya, semakin berat pula kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh. Kemungkinan lain, adalah insulin yang merupakan suatu hormon dan diproduksi oleh pankreas
untuk mengatur kadar gula dalam darah, jika berat badan bertambah maka
kecenderungan insulin juga bertambah. Dengan pertimbangan insulin maka penyerapan
natrium dalam ginjal berkurang sehingga volume cairan dalam darah meningkat,
semakin banyak cairan darah yang ditahan maka tekanan darah menjadi tinggi
(Bangun, 2003).
4.
Gejala klinis
Gejala-gejala klinis hipertensi bervariasi pada
masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya,
gejala-gajala itu adalah : sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas
setelah bekerja keras, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama malam hari, tinnitus, vertigo (Lany Sustrany dkk, 2004).
Seperti semua penyakit degeneratif usia lanjut,
hipertensi tidak mempunyai gejala apapun atau gejala yang timbul samar-samar (insidious) atau tersembunyi (occult). Sering kali yang terlihat
adalah gejala akibat penyakit komplikasi, atau penyakit yang menyertai (Martono
Hadi, 2004).
5.
Penatalaksanaan
Telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, bahwa dengan
mengendalikan tekanan darah angka mortalitas dan morbiditas semakin menurun.
Penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Penatalaksanaan Non Farmakologis
1.
Penanggulangan melalui gaya hidup
Yaitu berusaha mengubah gaya
hidup agar dapat lebih tenang, tidak bekerja terlalu berat, cukup istirahat,
cukup rekreasi, olah raga teratur, tidak merokok dan diet (Purawati, 1998).
2.
Penanggulangan melalui diet
a)
Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang
obesitas tidak boleh menggunakan obat penurun berat badan karena pada umumnya
bersifat simptomatik yang dapat menaikkan tekanan darah (Bustan, 1997).
b)
Asupan garam (NaCl) dibatasi sampai 4-6 gr sehari. Hal
ini biasanya bermanfaat pada semua penderita hipertensi. Adapun sumber Natrium
biasanya terdapat pada garam dapur, soda
cup dan hasil-hasil makanan yang menggunakan bahan tersebut, seperti
biskuit, mie instant, dan hasil olahan yang lain (Bangun, 2003).
c)
Asupan kalium tidak perlu ditingkatkan secara khusus
karena intake kalium akan meningkat bila intake natrium rendah. Bahan makanan
yang tinggi kalium biasanya terdapat pada sayur dan buah seperti bayam (Bangun,
2003).
d)
Menghindari konsumsi alkohol, kopi, rokok, teh (Bangun,
2003).
e)
Dianjurkan diet rendah lemak jenuh dan dianjurkan
banyak mengkonsumsi lemak tak jenuh seperti buah apokat.
f)
Membatasi konsumsi alkohol : alkohol bisa memberikan kontribusi pada hipertensi,
dapat mengurangi kemampuan pompa jantung
dan kadang-kadang membuat pengobatan hipertensi kurang efektif.
g)
Berhenti merokok, minum teh, kopi karena dapat
menghalangi efek obat anti hipertensi.
3.
Kontrol stres
Diketahui bahwa aktifitas susunan saraf simpatik dapat mengakibatkan dan
mempertahankan tekanan darah tetap meninggi pada hipertensi esensial, maka bila
respon susunan saraf pusat terhadap stres dapat dimodifikasi, kemungkinan
tekanan darah dapat diturunkan. Berbagai cara untuk mendapatkan keadaan
relaksasi seperti meditasi, yoga, atau hypnosis
yang dikatakan dapat mengkontrol sistem syaraf autonom dengan kemungkinan dapat
pula menurunkan tekanan darah. Mengenai hal ini masih diperlukan penelitian lagi untuk membuktikan efektifitasnya dalam
pengobatan hipertensi (Sidabuntar dan wiguno, 1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar