Sabtu, 05 Oktober 2013

Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu  gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh dimana tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi sering kali disebut dengan pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai gejala-gejala telebih dahulu sebelum serangan (Lany Sustrany dkk, 2004).
Menurut Brunner & Suddarth (2001) mendefinisikan bahwa hipertensi adalah sebagai tekanan persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pertimbangan gerontologis terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang  bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang meliputi aterosklerosis, hilangnya jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada akibatnya berkurangnya kemampuan aorta dan arteri dalam mengakomodasi darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
1.      Jenis-Jenis Hipertensi Pada Lanjut Usia
7
 
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan menjadi :
a.       Hipertensi Sistolik (Isoloated Systolic Hypertension ) terdapat pada 6-12 % wanita penderita di atas 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Hipertensi sistolik, yaitu jika hanya tekanan darah sistoliknya melewati batas (>140 mmHg) sedangkan diastoliknya dalam ambang batas (<90 mmHg).
b.      Hipertensi Diastolik (Diastolic Hypertenion) terdapat antara 14 % penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada pria. Kejadian ini menurun dengan bertambahnya umur, pada hipertensi diastolik ini ini hanya tekanan diastoliknya saja yang meningkat melebihi 85 mmHg.
c.       Hipertensi Sistolik dan Diastolik : terdapat pada 6-8 % penderita usia >60 tahun lebih banyak pada wanita, dan meningkat dengan bertambahnya  umur (Martono Hadi dan  Tapan Erik, 2004).
2.      Patogenesis  Hipertensi Pada Lansia
Menurut Martono Hadi, (2004 ) menjelaskan bahwa patogenesis pada hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Faktor yang berperan pada usia lanjut adalah :
a.       Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua (Aging Process). Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitosus hipertensi, glomerulo-sclerosis hipertensi yang berlangsung terus menerus.
b.      Peningkatan sensitifitas terhadap asupan natrium. Makin lanjut usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar  natrium.
c.       Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
d.      Perubahan ateromatous pada proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimia lain yang kemudian menyebabkan reabsorpsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
3.      Faktor-faktor  yang mempengaruhi hipertensi.
Menurut Leuckenotte, Annette (2000) faktor resiko pada hipertensi dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko  yang dapat dimodifikasi atau diubah dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau diubah. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu tekanan darah, merokok, perubahan kolesterol darah, diabetes mellitus, gaya hidup, obesitas, stres, penggunaan hormonal, alkohol, sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau diubah diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat keluarga.
a.       Faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
1)      Genetika
Peran genetika terhadap hipertensi dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai. Seperti kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar monozygot dari pada heterozigot. Sehingga teori ini dapat menyokong pendapat bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap timbulnya hipertensi (Tjokronegoro, 2001).
2)      Jenis Kelamin
Pria umumnya lebih mudah terkena hipertensi dari pada wanita karena pria lebih rentan terkena stres, kelelahan dan pola makan yang tidak terkontrol. Hal ini dapat mendorong terjadinya hipertensi dari pada wanita, tetapi wanita juga lebih rentan terkena hipertensi setelah masa menopause (Purwati, 1998). Menurut Bustan (1997) juga berpendapat bahwa  angka kejadian hipertensi lebih tinggi wanita dibanding pada pria, penyebabnya karena adanya pengaruh kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi.
3)      Umur
Hipertensi pada pria biasanya terjadi pada usia diatas 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun atau setelah menopause (Purwati, 1998). Terdapat pada 6-8 % penderita usia >60 tahun lebih banyak pada wanita, dan meningkat dengan bertambahnya  umur (Martono Hadi dan Tapan Erik, 2004).
4)      Ras/ Suku
Menurut Bustan (1997) prevalensi hipertensi biasanya lebih besar untuk orang kulit hitam dari pada kulit putih. Dengan dibuktikannya besarnya variasi antara suku Indonesia seperti persentase tertinggi Lembah Balim Baya, sekitar 28,6 %. Terendah Sukabumi, Jabar Sekitar 0,6%.



5)      Geografis
Penderita yang bertempat tinggal di pantai mempunyai angka kejadian hipertensi yang lebih tinggi dari pada daerah pedalaman dan daerah pegunungan (Bustan, 1997).
b.      Faktor-Faktor yang dapat di modifikasi
1)      Asupan Natrium
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi disebabkan karena garam akan meningkatkan volume plasma, curah jatung dan tekanan darah (Tjokronegoro, 2001).
2)      Asupan lemak
Asupan kadar lemak yang tinggi dalam tubuh, mempunyai faktor resiko lebih tinggi terkena penyakit hipertensi (Smith, 1992). Menurut Hull (2001) kadar lemak yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah.
3)      Alkoholis
Alkohol mempunyai pengaruh pada tekanan darah, dan semakin banyak alkohol yang dikonsumsi  semakin tinggi tekanan darahnya  hal ini terbukti pada peminum berat atau alkoholik (Beevers D.G, 2004).
4)      Merokok
Menurut Bangun (2003) menyebutkan bahwa merokok dapat mempermudah terjadinya penyakit pembuluh darah, serta dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah sementara. Hal ini disebabkan oleh pengaruh nikotin dalam peredaran darah sehingga dapat  disimpulkan bahwa rokok  mempunyai hubungan besar  dengan kejadian hipertensi. Penelitian lain juga mengatakaan rokok dapat meningkatkan agregasi platelet dan menyebabkan spasme arteri coronary, nikotin juga berperan dalam meningkatkan tekanan dan suplai darah ke jantung (Leuckenotte Anette G,  2002).
5)      Konsumsi teh  dan  kopi
Orang-orang  yang suka minum teh dan kopi mempunyai peluang lebih banyak terkena hipertensi sebab teh dan kopi  dapat meningkatkan  denyut jantung dan tekanan darah (Bangun, 2003).
6)      Gaya hidup/Olah Raga 
Tekanan  darah yang lebih rendah dijumpai pada individu yang fisiknya lebih sehat karena tekanan darah yang lebih tinggi merupakan faktor resiko penyakit jantung, maka latihan fisik secara teratur sangat  dianjurkan untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung, sebab lemak tidak akan tertimbun  di dalam tubuh sehingga aliran darah akan lancar (Tjokronegoro, 2001).
7)      Stres
Tekanan  darah tinggi dihubungkan dengan peningkatan stres yang timbul dari tuntutan pekerjaan  dan kehilangan pekerjaan serta pengalaman yang mengancam nyawanya, sehingga terpapar stres yang bisa menaikkan tekanan darah sepintas dan hipertensi dini cenderung reaktif. Sehingga susunan saraf simpatik akan mempengaruhi haemodinamic, yang menimbulkan hipertensi menetap (Bustan, 2003).
Relaksasi dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, juga dapat dikurangi dengan cara berdoa, meditasi, berolah raga, membaca buku,  mendengarkan  musik atau menonton TV (Tapan Erik, 2004).
8)      Obesitas
Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi adalah mereka yang gemuk. Jaringan yang berlemak memerlukan banyak darah untuk pemberian zat-zat makanan (Tapan Erik, 2004).
Diperkirakan sebanyak 70 % kasus baru penyakit hipertensi adalah orang lansia, yang mempunyai tubuh fungsi abnormal. Secara keseluruhan seperti volume darah akan meningkat sehingga beban jantung untuk memompa darah, juga bertambah, yang berhubungan hipertensi adalah semakin besar bebannya, semakin berat pula kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Kemungkinan lain, adalah insulin yang merupakan  suatu hormon dan diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula dalam darah, jika berat badan bertambah maka kecenderungan insulin juga bertambah. Dengan pertimbangan insulin maka penyerapan natrium dalam ginjal berkurang sehingga volume cairan dalam darah meningkat, semakin banyak cairan darah yang ditahan maka tekanan darah menjadi tinggi (Bangun, 2003).
4.      Gejala klinis
Gejala-gejala klinis hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya, gejala-gajala itu adalah : sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama malam hari, tinnitus, vertigo (Lany Sustrany dkk, 2004).
Seperti semua penyakit degeneratif usia lanjut, hipertensi tidak mempunyai gejala apapun atau gejala yang timbul samar-samar (insidious) atau tersembunyi (occult). Sering kali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit komplikasi, atau penyakit yang menyertai (Martono Hadi, 2004).

5.      Penatalaksanaan
Telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, bahwa dengan mengendalikan tekanan darah angka mortalitas dan morbiditas semakin menurun. Penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Penatalaksanaan Non Farmakologis
1.       Penanggulangan melalui gaya hidup
Yaitu berusaha mengubah gaya hidup agar dapat lebih tenang, tidak bekerja terlalu berat, cukup istirahat, cukup rekreasi, olah raga teratur, tidak merokok dan diet (Purawati, 1998).
2.       Penanggulangan melalui diet
a)      Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang obesitas tidak boleh menggunakan obat penurun berat badan karena pada umumnya bersifat simptomatik yang dapat menaikkan tekanan darah (Bustan, 1997).
b)      Asupan garam (NaCl) dibatasi sampai 4-6 gr sehari. Hal ini biasanya bermanfaat pada semua penderita hipertensi. Adapun sumber Natrium biasanya terdapat pada garam dapur, soda cup dan hasil-hasil makanan yang menggunakan bahan tersebut, seperti biskuit, mie instant, dan hasil olahan yang lain (Bangun, 2003).
c)      Asupan kalium tidak perlu ditingkatkan secara khusus karena intake kalium akan meningkat bila intake natrium rendah. Bahan makanan yang tinggi kalium biasanya terdapat pada sayur dan buah seperti bayam (Bangun, 2003).
d)     Menghindari konsumsi alkohol, kopi, rokok, teh (Bangun, 2003).
e)      Dianjurkan diet rendah lemak jenuh dan dianjurkan banyak mengkonsumsi lemak tak jenuh seperti buah apokat.
f)       Membatasi konsumsi alkohol : alkohol bisa  memberikan kontribusi pada hipertensi, dapat  mengurangi kemampuan pompa jantung dan kadang-kadang membuat pengobatan hipertensi kurang efektif.
g)      Berhenti merokok, minum teh, kopi karena dapat menghalangi efek obat anti hipertensi.
3.       Kontrol stres

Diketahui bahwa aktifitas susunan saraf simpatik dapat mengakibatkan dan mempertahankan tekanan darah tetap meninggi pada hipertensi esensial, maka bila respon susunan saraf pusat terhadap stres dapat dimodifikasi, kemungkinan tekanan darah dapat diturunkan. Berbagai cara untuk mendapatkan keadaan relaksasi seperti meditasi, yoga, atau hypnosis yang dikatakan dapat mengkontrol sistem syaraf autonom dengan kemungkinan dapat pula menurunkan tekanan darah. Mengenai hal ini masih  diperlukan penelitian lagi  untuk membuktikan efektifitasnya dalam pengobatan hipertensi (Sidabuntar dan wiguno, 1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar