Jumat, 04 Oktober 2013

gangguan tidur pada anak sekolah

Menurut Mott et al (1990), anak usia sekolah umumnya mengalami gangguan-gangguan tidur seperti mimpi buruk dan takut gelap, teror malam hari, berjalan dalam tidur, apnea tidur dan gigi yang gemeretak.
1.Mimpi buruk dan takut gelap
Mimpi buruk adalah hal yang normal bagi anak-anak. Biasanya terjadi pada anak usia antara 4-9 tahun. Oleh karena itu, mimpi buruk ada kalanya diharapkan muncul bahkan bermanfaat untuk menyiapkan anak-anak secara emosional saat mereka semakin besar. hal yang wajar ketika anak-anak mendapat mimpi buruk setelah menonton film yang menakutkan atau mengalami peristiwa yang menyedihkan di siang hari (Currie dan keith, 2006).
Menurut Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak usia 5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau saat tidur berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk, anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya anak bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk selalu membayangi.
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan, pengalaman insedentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak. Ketika anak makan kekenyangan, maka ada ketidaknyamanan karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. sedangkan pengalaman insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk. Misalnya sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman, dimarahi orang tuanya atau melihat pertengkaran ayah dan ibunya. Bila kejadian tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak yang sebelum tidur terlalu senang karena begitu semangat dalam bermain sambil tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan saat tidur malam.
Kejadian traumatis juga dapat mempengaruhi kualitas tidur anak. Ketika anak yang melihat ibu atau ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang mengalami kecelakaan. kejadian-kejadian tersebut dapat disimpan dalam otaknya sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tetapi juga dalam keadaan terjaga. Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia sekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan, misalnya adegan film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti binatang yang dipukul dengan palu besar hingga rusak lalu bisa kembali seperti semula dalam waktu singkat. Bila anak berfantasi, adegan yang lucu dari sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan yang menakutkan dan terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Hasuki, 2005).
2.Teror Malam
Meskipun namanya mirip, mimpi buruk dan teror malam sebenarnya adalah gangguan tidur yang sangat berbeda. Setelah anak bangun dari mimpi buruk, biasanya ia ingat isi tidurnya. Sebaliknya, anak tidak mengaitkan teror malam dengan mimpi yang menakutkan. Kenyataannya, banyak anak tidak sadar bahwa mereka mengalami teror malam. Teror malam sebenarnya lebih mirip berjalan dalam tidur. Kedua gangguan ini diperkirakan terjadi selama tidur nyenyak (dibandingkan anak tidak ingat sama sekali di pagi hari). Teror malam akan menyebabkan anak itu berteriak di malam hari, biasanya cukup keras sehingga membangunkan orang di rumah. Ia memandangi ruang selama 1-2 menit, tampak ketakutan tetapi sering kali terbangun. Jika ditinggalkan sendirian si anak biasanya kembali tidur. Kadang kala, si anak melompat ke luar tempat tidur dan berlarian sekitar kamar dengan panik sampai ia terbangun (Currie dan Keith, 2006).
Teror malam merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Teror malam biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini akan segera hilang saat melihat ibu atau ayah yang ada di sisinya untuk datang dan menenangkannya. setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tidak terjadi apa-apa (Rosmayanti, 2005).
3.   Berjalan dalam tidur
Sekitar 15% anak -anak mengalami paling sedikit satu episode berjalan dalam tidur. Bagi sekitar 3% anak-anak, hal ini menjadi masalah kronis. Berlawanan dengan namanya, tidak semua anak sebenarnya berjalan ada yang hanya duduk di tempat tidur dan tampak terjaga. Banyak anak berjalan dalam tidur dan tidur sambil berbicara pada saat bersamaan, meskipun apa yang dikatakan (digumamkan) si anak sering kali tidak bisa dimengerti, karena pengucapannya buruk atau kata-katanya berantakan susunannya. Episode berjalan dalam tidur berlangsung sekitar 10 menit. Seorang anak bisa saja beranjak dari tempat tidur dan berjalan sekitar rumah sambil melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan seperti memakai baju, pergi ke kamar mandi (meskipun tidak selalu ke toilet), bahkan mencoba meninggalkan rumah. Uniknya si anak kembali ke tempat tidur dan tidak ingat lagi pada pagi harinya (Currie dan Keith, 2006).
Berjalan dalam tidur biasanya mulai terjadi pada usia antara 4-8 tahun, puncaknya pada usia 12 tahun. Gangguan ini biasanya muncul tidak teratur. Anak bisa berjalan dalam tidur pada beberapa malam berturut-turut, ini bisa dipicu oleh stres, demam panas tinggi, atau terlalu gembira (misalnya, menjelang pesta ulang tahun), tetapi sering kali terjadi tanpa alasan yang jelas. Kebanyakan anak-anak yang berjalan dalam tidur biasanya kurang sehat dan kurang bisa menyesuaikan diri secara emosional. Karena tidak ada standar perawatan atas perilaku berjalan dalam tidur, hal terbaik yang bisa dilakukan orang tua adalah mengamankan rumah dan memastikan pintu-pintu terkunci aman di malam hari. Batasi jumlah cairan yang dikonsumsi pada malam hari dan dorong anak Anda untuk mengosongkan kantong kemihnya tepat sebelum waktu tidur, hal ini mencegah terjadinya berbagai “kecelakaan” yang mungkin terjadi saat anak berjalan dalam tidurnya di malam hari. Yang paling baik adalah tidak membangunkan orang yang sedang berjalan dalam tidur, kecuali ia pergi ke luar rumah atau melakukan sesuatu yang bisa membawa celaka. Anak yang sedang berjalan dalam tidur biasanya dapat dipandu kembali ke tempat tidur (sambil masih tetap tidur) tanpa membangunkan mereka. Anda dapat melakukannya dengan menyentuh lembut anak anda di bahunya dan berbicara dengan tenang dan lembut (Currie dan Keith, 2006).
  1. Apnea Tidur
Insiden apnea merupakan gangguan lazim yang sekarang semakin dikenali anak. Gangguan ini ditandai oleh kombinasi obstruksi saluran pernafasan atas parsial yang lama dan obstruksi total intermiten (apnea obstruktif) yang menganggu ventilasi normal dan pola tidur.
Kebiasaan tidur mendengkur, gejala paling lazim terjadi pada 8-10% dari semua anak muda. Insiden apnea berat diperkirakan ada 1% dari anak yang mendengkur ini. Namun insiden pasri apnea berarti klinis antara dua ujung spektrum tidak diketahui. Pada anak prapubertas, insiden pada laki-laki dan wanita sama (Nelson, 2000). Pada penderita apnea tidur banyak yang mengalami gangguan di saat tidur, sehingga membuat tidur terputus-putus dan tidak berkualitas (Rafknowlodge, 2004).
Tanda-tanda lain apnea tidur pada anak-anak mencakup mengantuk berat sepanjang hari, sulit bernafas selama tidur, bernafas lewat mulut (bukan hidung) di siang hari, kesulitan / sakit saat menelan, tidur dengan posisi tubuh yang aneh dan berkeringat selama tidur. Diagnosis biasanya dilakukan ketika si anak berusia sekitar 7 tahun, meskipun banyak anak menderita gangguan ini selama waktu tertentu sebelum didiagnosis. Anak-anak yang kelebihan berat badan ekstrem paling beresiko menderita apnea tidur.
Bentuk penanganan yang paling lazim adalah operasi untuk melancarkan saluran pernafasan. Bagi 70% anak, operasi menghilangkan tonsil atau adenoid diikuti dengan penurunan tajam gejala-gejalanya. Jika dibiarkan tanpa penanganan, apnea tidur dapat menghambat perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, dan prestasi di sekolah (Currie dan Keith, 2006).
  1. Gigi Gemeretuk

Bruksisme adalah gigi gemeretuk atau beradu selama tidur. Lebih dari setengah anak bayi sehat membunyikan giginya pada malam hari pada saat gigi-gigi primer mereka mulai terbiasa mendorong mulutnya ke depan. Banyak anak menyesuaikan diri dengan gigi barunya dan hanya kadang kala membunyikan giginya. Di lain pihak, bruksisme kronis bisa menyebabkan masalah seperti gigi terkikis secara abnormal, sakit kepala dan sakit rahang terus-menerus. Statistik yang ada menunjukkan bahwa bruksisme kronis adalah kondisi yang jarang terjadi. Apabila terjadi, biasanya mulai antara usia 10 hingga 12 tahun. Seperti banyak gangguan tidur, stres dianggap sebagai faktor pemicu awal. Pendekatan untuk menanganinya beragam mulai dari memakai pelindung gigi malam hari (protestik karet atau plastik yang dicetak sesuai dengan bentuk gigi anak) sampai manajemen stres dan biofeedback (Currie dan Keith, 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar