Menurut
Mott et al (1990), anak usia sekolah umumnya mengalami gangguan-gangguan tidur
seperti mimpi buruk dan takut gelap, teror malam hari, berjalan dalam tidur,
apnea tidur dan gigi yang gemeretak.
1.Mimpi buruk dan takut gelap
Mimpi buruk
adalah hal yang normal bagi anak-anak. Biasanya terjadi pada anak usia antara 4-9
tahun. Oleh karena itu, mimpi buruk ada kalanya diharapkan muncul bahkan
bermanfaat untuk menyiapkan anak-anak secara emosional saat mereka semakin
besar. hal yang wajar ketika anak-anak mendapat mimpi buruk setelah menonton
film yang menakutkan atau mengalami peristiwa yang menyedihkan di siang hari
(Currie dan keith, 2006).
Menurut
Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak usia
5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau
saat tidur berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk,
anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya anak
bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk selalu
membayangi.
Adapun hal-hal
yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan,
pengalaman insedentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak. Ketika anak makan kekenyangan, maka ada
ketidaknyamanan karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna
makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. sedangkan pengalaman
insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak
menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk.
Misalnya sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman,
dimarahi orang tuanya atau melihat pertengkaran ayah dan ibunya. Bila kejadian
tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak
yang sebelum tidur terlalu senang karena begitu semangat dalam bermain sambil
tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan
saat tidur malam.
Kejadian
traumatis juga dapat mempengaruhi kualitas tidur anak. Ketika anak yang melihat
ibu atau ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang
mengalami kecelakaan. kejadian-kejadian tersebut dapat disimpan dalam otaknya
sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup
berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya
anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tetapi juga dalam keadaan terjaga.
Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia
sekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang
dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan, misalnya
adegan film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti
binatang yang dipukul dengan palu besar hingga rusak lalu bisa kembali seperti
semula dalam waktu singkat. Bila anak berfantasi, adegan yang lucu dari
sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan yang menakutkan dan
terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu
membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Hasuki, 2005).
2.Teror Malam
Meskipun
namanya mirip, mimpi buruk dan teror malam sebenarnya adalah gangguan tidur
yang sangat berbeda. Setelah anak bangun dari mimpi buruk, biasanya ia ingat
isi tidurnya. Sebaliknya, anak tidak mengaitkan teror malam dengan mimpi yang
menakutkan. Kenyataannya, banyak anak tidak sadar bahwa mereka mengalami teror
malam. Teror malam sebenarnya lebih mirip berjalan dalam tidur. Kedua gangguan
ini diperkirakan terjadi selama tidur nyenyak (dibandingkan anak tidak ingat
sama sekali di pagi hari). Teror malam akan menyebabkan anak itu berteriak di
malam hari, biasanya cukup keras sehingga membangunkan orang di rumah. Ia
memandangi ruang selama 1-2 menit, tampak ketakutan tetapi sering kali
terbangun. Jika ditinggalkan sendirian si anak biasanya kembali tidur. Kadang
kala, si anak melompat ke luar tempat tidur dan berlarian sekitar kamar dengan
panik sampai ia terbangun (Currie dan Keith, 2006).
Teror malam
merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba
terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Teror
malam biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini
akan segera hilang saat melihat ibu atau ayah yang ada di sisinya untuk datang
dan menenangkannya. setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tidak
terjadi apa-apa (Rosmayanti, 2005).
3. Berjalan dalam tidur
Sekitar 15%
anak -anak mengalami paling sedikit satu episode berjalan dalam tidur. Bagi
sekitar 3% anak-anak, hal ini menjadi masalah kronis. Berlawanan dengan
namanya, tidak semua anak sebenarnya berjalan ada yang hanya duduk di tempat
tidur dan tampak terjaga. Banyak anak berjalan dalam tidur dan tidur sambil
berbicara pada saat bersamaan, meskipun apa yang dikatakan (digumamkan) si anak
sering kali tidak bisa dimengerti, karena pengucapannya buruk atau kata-katanya
berantakan susunannya. Episode berjalan dalam tidur berlangsung sekitar 10
menit. Seorang anak bisa saja beranjak dari tempat tidur dan berjalan sekitar
rumah sambil melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan seperti memakai baju,
pergi ke kamar mandi (meskipun tidak selalu ke toilet), bahkan mencoba
meninggalkan rumah. Uniknya si anak kembali ke tempat tidur dan tidak ingat lagi
pada pagi harinya (Currie dan Keith, 2006).
Berjalan
dalam tidur biasanya mulai terjadi pada usia antara 4-8 tahun, puncaknya pada
usia 12 tahun. Gangguan ini biasanya muncul tidak teratur. Anak bisa berjalan
dalam tidur pada beberapa malam berturut-turut, ini bisa dipicu oleh stres,
demam panas tinggi, atau terlalu gembira (misalnya, menjelang pesta ulang
tahun), tetapi sering kali terjadi tanpa alasan yang jelas. Kebanyakan anak-anak
yang berjalan dalam tidur biasanya kurang sehat dan kurang bisa menyesuaikan
diri secara emosional. Karena tidak ada standar perawatan atas perilaku
berjalan dalam tidur, hal terbaik yang bisa dilakukan orang tua adalah
mengamankan rumah dan memastikan pintu-pintu terkunci aman di malam hari.
Batasi jumlah cairan yang dikonsumsi pada malam hari dan dorong anak Anda untuk
mengosongkan kantong kemihnya tepat sebelum waktu tidur, hal ini mencegah
terjadinya berbagai “kecelakaan” yang mungkin terjadi saat anak berjalan dalam
tidurnya di malam hari. Yang paling baik adalah tidak membangunkan orang yang
sedang berjalan dalam tidur, kecuali ia pergi ke luar rumah atau melakukan
sesuatu yang bisa membawa celaka. Anak yang sedang berjalan dalam tidur
biasanya dapat dipandu kembali ke tempat tidur (sambil masih tetap tidur) tanpa
membangunkan mereka. Anda dapat melakukannya dengan menyentuh lembut anak anda
di bahunya dan berbicara dengan tenang dan lembut (Currie dan Keith, 2006).
- Apnea Tidur
Insiden apnea merupakan
gangguan lazim yang sekarang semakin dikenali anak. Gangguan ini ditandai oleh
kombinasi obstruksi saluran pernafasan atas parsial yang lama dan obstruksi
total intermiten (apnea obstruktif) yang menganggu ventilasi normal dan pola
tidur.
Kebiasaan tidur
mendengkur, gejala paling lazim terjadi pada 8-10% dari semua anak muda. Insiden
apnea berat diperkirakan ada 1% dari anak yang mendengkur ini. Namun insiden
pasri apnea berarti klinis antara dua ujung spektrum tidak diketahui. Pada anak prapubertas, insiden pada
laki-laki dan wanita sama (Nelson, 2000). Pada penderita apnea tidur banyak
yang mengalami gangguan di saat tidur, sehingga membuat tidur terputus-putus dan
tidak berkualitas (Rafknowlodge, 2004).
Tanda-tanda
lain apnea tidur pada anak-anak mencakup mengantuk berat sepanjang hari, sulit
bernafas selama tidur, bernafas lewat mulut (bukan hidung) di siang hari,
kesulitan / sakit saat menelan, tidur dengan posisi tubuh yang aneh dan
berkeringat selama tidur. Diagnosis biasanya dilakukan ketika si anak berusia
sekitar 7 tahun, meskipun banyak anak menderita gangguan ini selama waktu
tertentu sebelum didiagnosis. Anak-anak yang kelebihan berat badan ekstrem
paling beresiko menderita apnea tidur.
Bentuk penanganan
yang paling lazim adalah operasi untuk melancarkan saluran pernafasan. Bagi 70%
anak, operasi menghilangkan tonsil atau adenoid diikuti dengan penurunan tajam
gejala-gejalanya. Jika dibiarkan tanpa penanganan, apnea tidur dapat menghambat
perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, dan prestasi di sekolah (Currie
dan Keith, 2006).
- Gigi Gemeretuk
Bruksisme adalah
gigi gemeretuk atau beradu selama tidur. Lebih dari setengah anak bayi sehat
membunyikan giginya pada malam hari pada saat gigi-gigi primer mereka mulai
terbiasa mendorong mulutnya ke depan. Banyak anak menyesuaikan diri dengan gigi
barunya dan hanya kadang kala membunyikan giginya. Di lain pihak, bruksisme
kronis bisa menyebabkan masalah seperti gigi terkikis secara abnormal, sakit
kepala dan sakit rahang terus-menerus. Statistik yang ada menunjukkan bahwa
bruksisme kronis adalah kondisi yang jarang terjadi. Apabila terjadi, biasanya
mulai antara usia 10 hingga 12 tahun. Seperti banyak gangguan tidur, stres
dianggap sebagai faktor pemicu awal. Pendekatan untuk menanganinya beragam
mulai dari memakai pelindung gigi malam hari (protestik karet atau plastik yang
dicetak sesuai dengan bentuk gigi anak) sampai manajemen stres dan biofeedback (Currie dan Keith, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar