Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 50
tahun ke atas (Hardywinoto, 1999). Berdasarkan
usia kronologis (usia menurut kalender) maka lanjut usia diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok usia yaitu usia tua muda (60 - 75 tahun), tua (76 - 80
tahun), dan sangat tua (81 tahun ke atas) (Wibisono, 2006).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga lansia tidak dapat bertahan terhadap infeksi, dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Sehingga pada lansia sering
dijumpai gangguan kognitif (Lumbantobing, 2006).
Apabila fungsi kognitif pada lansia mengalami gangguan secara menyeluruh (konfusio), maka dapat mengakibatkan
memburuknya kesadaran lansia, kewaspadaan, dan terganggunya proses berpikir
sehingga terjadi disorientasi. Disfungsi hidup sehari-hari juga dapat terjadi
apabila hilang fungsi intelektual dan ingatan/memori yang sedemikian berat yang
biasa dikenal dengan istilah dimensia (Darmojo, 2004).
Menurut Lumbantobing (2006), lansia dapat menua dengan sukses apabila hambatan
fisik minimal dan lansia mampu mengatasinya, sehat mental dan mampu
mempertahankan harga diri, dapat mempertahankan aktivitas fisik dan mental,
berdikari, melanjutkan gaya hidup serta puas dengan gaya hidup atau keadaannya
(stabil secara sosial ekonomi, serta mempunyai peranan dalam lingkungan).
1.
Teori Proses Menua
a.
Biological Theory
1).
Teori Genetik
Lama hidup ditentukan oleh informasi yang ada pada molekul DNA pada gen.
informasi tersebut ditransfer dari molekul DNA melalui berbagai langkah kepada
pembentukan protein yang diperlukan untuk berfungsi normalnya sel (Lumbantobing, 2006). Menua telah terprogram secara genetik,
karena di dalam tubuh terdapat jam biologis yang menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi tertentu, dan akan berhenti bila manusia meninggal
dunia. Akan tetapi jam biologis ini
dapat dimungkinkan untuk berputar lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan
pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
dengan obat-obatan atau tindakan tertentu (Darmojo, 2004).
2).
Teori Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Menurut teori ini, informasi yang dibutuhkan sel untuk membangun protein
esensial bergantung pada bangunan molekul DNA. Sehingga bila rantai DNA
tersebut rusak maka kemampuan sel untuk membuat enzim terganggu dan
mengakibatkan kematian sel (Lumbantobing, 2006).
Demikian pula bila terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA menjadi
RNA), maupun dalam proses translasi (RNA menjadi protein enzim), sehingga
terbentuk enzim yang salah, yang kemudian diikuti dengan reaksi metabolisme
yang salah, dan pada akhirnya akan mengurangi fungsional sel (Darmojo, 2004).
3).
Teori Radikal Bebas
Radikal bebas mengadung oksigen dengan aktivitas tinggi yang dengan cepat
bereaksi dengan molekul lain. Sebagai akibatnya enzim dan protein dapat berubah. Pembentukan radikal
bebas dapat dipercepat oleh radiasi dan dihambat oleh zat anti-oksidant
(Lumbantobing, 2006). D. Harman pada tahun
1995 menemukakan suatu konsep bahwa suatu molekul radikal bebas sebenarnya ada
di dalam tubuh dan menjadi bertambah seiring dengan bertambahnya umur (Lueckenotte,
1996). Menurut Oen, semakin banyak
radikal bebas yang terbentuk, maka proses pengrusakan juga terus terjadi,
kerusakan organel sel semakin banyak dan pada akhirnya sel akan mati (Darmojo,
2004).
4).
Teori Auto-Imun
Teori ini mengemukakan bahwa menua diakibatkan oleh antibodi yang
bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Hal ini terjadi karena kegagalan mengenal sel normal dan pembentukan antibodi yang salah, sehingga bereaksi terhadap sel normal
disamping sel abnormal yang menstimulasi pembentukannya. Teori ini mendapat
sokongan dari kenyataan bahwa jumlah antibodi auto-imun meningkat pada usia
lanjut dan terdapat persamaan antara penyakit imun (misalnya artritis
reumatoid, artritis, diabetes, tiroiditis dan amiloidosis) dan fenomena menua
(Lumbantobing, 2006).
5).
Teori Menua Akibat Metabolisme
Balen dan Alen (1989) mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat
metabolisme dengan panjang umur. Perpanjangan umur terjadi karena menurunnya
salah satu atau beberapa proses metabolisme, terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya hormon insulin dan
pertumbuhan. Selain itu disebutkan modifikasi cara hidup yang kurang bergerak
menjadi lebih banyak bergerak dapat memperpanjang umur (Darmojo, 2004).
6). Wear and Tear Teory
Weisman mengatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi tubuh pada lansia
makin dipercepat oleh penggunaan yang salah dan dapat diperlambat dengan
perawatan. Dari konsep psikologi, lansia dipandang sebagai suatu perkembangan.
Dimulai dengan adanya gambaran dan petunjuk
tentang penurunan dan kematian. Masalah pada penuaan terjadi karena akumulasi
stress, trauma, kecelakaan, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan
metabolik dan imunologi, dan salah penggunaan dalam waktu lama. Riset terbaru
menyatakan bahwa latihan dan stimulasi kognitif bagi lansia bermanfaat bagi
tubuh dan pikiran lansia (Stuart and Sundeen, 1997).
b.
Psychological Theory
1).
Teori Pengulangan Hidup (Life review Theory)
Dikemukakan oleh Butler
pada tahun 1961, lansia akan muncul kesadaran dari pengalaman hidup yang lalu.
Hal ini akan menimbulkan konflik dan lansia akan bereintegrasi dengan
pengalamannya. Bila proses reintegrasi berhasil akan memberi arti bagi hidupnya
sehingga dapat mempersiapkan diri untuk
menghadapi kematian. Sedangkan bila lansia belum mampu untuk menghadapi penuaan
dapat terjadi kecemasan, rasa bersalah, takut, dan depresi (Stuart and Sundeen,
1997).
2).
Teori Stabilitas Personal
Secara umum tidak terjadi perubahan dalam
kepribadian lansia bila dibandingkan dengan perubahan kognitif yang
tampak nyata. Perubahan kepribadian pada lansia merupakan petunjuk adanya
gangguan otak. Riset menemukan periode krisis pada orang dewasa tidak terjadi
pada waktu yang reguler. Orang dengan emosi yang tidak stabil dalam waktu yang
lama mungkin lebih mengalami krisis. Disebutkan bahwa perubahan peran, tingkah
laku, dan situasi dapat menyebabkan respon tingkah laku yang baru (Stuart and
Sundeen, 1997).
c.
Sosiokultural Teori
1).
Teori Interaksi Sosial
Mauss (1954), Homans (1961), dan Blau (1964) dikutip dari Hardywinoto
(1999), mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum pertukaran
barang dan jasa. Lebih lanjut Simmons (1954) dalam Dwijayanti (2006)
mengatakan bahwa kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya, dan pada lanjut usia juga terjadi penurunan kekuasaan sehingga
interaksi sosial mereka juga berkurang.
2).
Teori Penarikan Diri
Diperkenalkan oleh Cumming and Herry (1961) dalam (Dwijayanti, 2006)
menyebutkan bahwa kemiskinan dan penurunan derajat kesehatan lansia meyebabkan
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitar. Hal ini
menyebabkan interaksi sosial lansia menurun. Lansia mengalami kehilangan peran,
hambatan kontak sosial, dan berkurangnya komitmen. Lansia akan menarik diri
dari lingkungan sosial dan terjadi penurunan interaksi mereka dengan orang lain
dan masyarakat umum (Lueckenotte, 1996). Dikatakan lansia itu berhasil apabila
ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan
pribadi serta mempersiapkan diri menghadapi kematian.
3).
Teori Aktivitas
Dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) dalam (Dwijayanti, 2006) menyatakan penuaan yang
sukses tergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam beraktivitas
dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Kualitas aktivitas lebih
dipentingkan dibandingkan dengan
kuantitas aktivitas. Aktivitas lansia dapat dikembangkan, misalnya sebagai
sukarelawan, kakek atau nenek, pengurus organisasi sosial. Penerapan teori
aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap lansia karena
memungkinkan para lansia dapat berintegrasi sepenuhnya di masyarakat.
4).
Teori Kesinambungan
Teori ini menyatakan bahwa ada
kesinambungan dalam siklus hidup lansia, yaitu pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi lansia. Proses menua
merupakan pergerakan yang banyak arah, tergantung penerimaan seseorang terhadap
status kehidupannya. Lanjut usia tidak disarankan untuk melepaskan peran
melainkan harus tetap aktif dalam proses
penuaan, dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi (Hardywinoto,
1999).
5).
Teori Perkembangan
Menjelaskan bagaimana proses menua merupakan suatu tantangan dan
bagaimana lansia menjawab tantangan tersebut, bila positif atau negatif.
Merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial, akibat peran yang
berakhir dalam keluarga, pensiun, ditinggal mati oleh pasangan atau teman
(Hardywinoto, 1999).
6).
Teori Sosiologi
Teori sosiologi memfokuskan pada peran dan hubungan lansia dengan tiap
orang yang berpengaruh pada usia lanjut. Dalam beberapa hal teori sosiologi ini
berhubungan dengan berbagai macam adaptasi sosial dalam hidup lansia. Selama
tahun 1960-an ahli sosiologi memfokuskan kehilangan yang terjadi pada lansia
dan cara menyesuaikan kehilangan ini dalam konteks peran dan arti mereka dalam
kelompok. Pada tahun terakhir, masyarakat mulai memiliki pandangan luas tentang
proses menua. Teori ini difokuskan lebih umum, berorientasi pada masyarakat dan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua. Tahun 1980 dan 1990an terjadi
perubahan kembali, yaitu ahli sosiologi mulai menggali hubungan timbal balik
antara lansia dengan fisik, politik, dan sosioekonomi di tempat mereka tinggal
(Lueckenotte, 1996).
2.
Penurunan Fungsi Yang Terjadi Pada Lansia
Proses
menua dan usia lanjut memang proses alami. Fenomena menua ini juga terjadi pada
otak (Astuti, 2006). Constantinides mendefinisikan menua atau menjadi
tua sebagai proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2004). Lebih lanjut Wibisono (1991)
menjelaskan bahwa kemunduran fungsi berbagai organ tampak mulai akhir usia
pertengahan dan berlanjut pada usia lanjut, kemunduran fungsi ini dapat dilihat
pada penurunan fungsi persepsi sensorik, penurunan fungsi endokrin atau
hormonal, perubahan pola kehidupan seksual, menurunnya kekuatan otot-otot,
berbagai neuropati, dan menurunnya fungsi sel-sel otak, perubahan
kardiovaskuler dan fungsi vital lainnya, perubahan muskuloskletal, perubahan
pada kulit, dan beberapa perubahan fungsi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar