Sabtu, 05 Oktober 2013

Lansia

Kelompok lanjut usia  adalah kelompok penduduk yang berusia 50 tahun ke atas (Hardywinoto, 1999). Berdasarkan usia kronologis (usia menurut kalender) maka lanjut usia diklasifikasikan menjadi 3 kelompok usia yaitu usia tua muda (60 - 75 tahun), tua (76 - 80 tahun), dan sangat tua (81 tahun ke atas) (Wibisono, 2006).
 Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga lansia tidak dapat bertahan terhadap infeksi, dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Sehingga pada lansia sering dijumpai gangguan kognitif (Lumbantobing, 2006).
Apabila fungsi kognitif pada lansia mengalami gangguan secara menyeluruh (konfusio), maka dapat mengakibatkan memburuknya kesadaran lansia, kewaspadaan, dan terganggunya proses berpikir sehingga terjadi disorientasi. Disfungsi hidup sehari-hari juga dapat terjadi apabila hilang fungsi intelektual dan ingatan/memori yang sedemikian berat yang biasa dikenal dengan istilah dimensia (Darmojo, 2004).

 
Secara umum perbedaan proses menua yang dialami oleh individu dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan, namun banyak juga yang dipengaruhi oleh faktor nutrisi, cara hidup serta lingkungan (misalnya pemaparan terhadap zat berbahaya, lingkungan yang kurang baik atau buruk) (Lumbantobing, 2006). Faktor-faktor tersebut juga mengakibatkan terjadinya perbedaan penurunan kognitif pada lansia antara yang satu dengan yang lain, sehingga tidak semua lansia harus menjadi jompo atau pikun (Wibisono, 2006).
Menurut Lumbantobing (2006), lansia dapat menua dengan sukses apabila hambatan fisik minimal dan lansia mampu mengatasinya, sehat mental dan mampu mempertahankan harga diri, dapat mempertahankan aktivitas fisik dan mental, berdikari, melanjutkan gaya hidup serta puas dengan gaya hidup atau keadaannya (stabil secara sosial ekonomi, serta mempunyai peranan dalam lingkungan).
1.      Teori Proses Menua
a.       Biological Theory
1).    Teori Genetik
Lama hidup ditentukan oleh informasi yang ada pada molekul DNA pada gen. informasi tersebut ditransfer dari molekul DNA melalui berbagai langkah kepada pembentukan protein yang diperlukan untuk berfungsi normalnya sel (Lumbantobing, 2006). Menua telah terprogram secara genetik, karena di dalam tubuh terdapat jam biologis yang menghitung mitosis dan menghentikan replikasi tertentu, dan akan berhenti bila manusia meninggal dunia. Akan tetapi jam biologis  ini dapat dimungkinkan untuk berputar lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau tindakan tertentu (Darmojo, 2004).
2).    Teori Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Menurut teori ini, informasi yang dibutuhkan sel untuk membangun protein esensial bergantung pada bangunan molekul DNA. Sehingga bila rantai DNA tersebut rusak maka kemampuan sel untuk membuat enzim terganggu dan mengakibatkan kematian sel (Lumbantobing, 2006). Demikian pula bila terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA menjadi RNA), maupun dalam proses translasi (RNA menjadi protein enzim), sehingga terbentuk enzim yang salah, yang kemudian diikuti dengan reaksi metabolisme yang salah, dan pada akhirnya akan mengurangi fungsional sel (Darmojo, 2004).
3).    Teori Radikal Bebas
Radikal bebas mengadung oksigen dengan aktivitas tinggi yang dengan cepat bereaksi dengan molekul lain. Sebagai akibatnya enzim dan  protein dapat berubah. Pembentukan radikal bebas dapat dipercepat oleh radiasi dan dihambat oleh zat anti-oksidant (Lumbantobing, 2006). D. Harman pada tahun 1995 menemukakan suatu konsep bahwa suatu molekul radikal bebas sebenarnya ada di dalam tubuh dan menjadi bertambah seiring dengan bertambahnya umur (Lueckenotte, 1996).  Menurut Oen, semakin banyak radikal bebas yang terbentuk, maka proses pengrusakan juga terus terjadi, kerusakan organel sel semakin banyak dan pada akhirnya sel akan mati (Darmojo, 2004).
4).    Teori Auto-Imun
Teori ini mengemukakan bahwa menua diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Hal ini terjadi karena  kegagalan mengenal sel  normal dan pembentukan antibodi yang  salah, sehingga bereaksi terhadap sel normal disamping sel abnormal yang menstimulasi pembentukannya. Teori ini mendapat sokongan dari kenyataan bahwa jumlah antibodi auto-imun meningkat pada usia lanjut dan terdapat persamaan antara penyakit imun (misalnya artritis reumatoid, artritis, diabetes, tiroiditis dan amiloidosis) dan fenomena menua (Lumbantobing, 2006).
5).    Teori Menua Akibat Metabolisme
Balen dan Alen (1989) mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Perpanjangan umur terjadi karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme, terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya hormon insulin dan pertumbuhan. Selain itu disebutkan modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak dapat memperpanjang umur (Darmojo, 2004).
6).    Wear and Tear Teory
Weisman mengatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi tubuh pada lansia makin dipercepat oleh penggunaan yang salah dan dapat diperlambat dengan perawatan. Dari konsep psikologi, lansia dipandang sebagai suatu perkembangan. Dimulai dengan adanya gambaran dan  petunjuk tentang penurunan dan kematian. Masalah pada penuaan terjadi karena akumulasi stress, trauma, kecelakaan, infeksi, nutrisi yang tidak adekuat, gangguan metabolik dan imunologi, dan salah penggunaan dalam waktu lama. Riset terbaru menyatakan bahwa latihan dan stimulasi kognitif bagi lansia bermanfaat bagi tubuh dan pikiran lansia (Stuart and Sundeen, 1997).
b.      Psychological Theory
1).    Teori Pengulangan Hidup (Life review Theory)
Dikemukakan oleh Butler pada tahun 1961, lansia akan muncul kesadaran dari pengalaman hidup yang lalu. Hal ini akan menimbulkan konflik dan lansia akan bereintegrasi dengan pengalamannya. Bila proses reintegrasi berhasil akan memberi arti bagi hidupnya sehingga dapat mempersiapkan diri  untuk menghadapi kematian. Sedangkan bila lansia belum mampu untuk menghadapi penuaan dapat terjadi kecemasan, rasa bersalah, takut, dan depresi (Stuart and Sundeen, 1997).
2).    Teori Stabilitas Personal
Secara umum tidak terjadi perubahan dalam  kepribadian lansia bila dibandingkan dengan perubahan kognitif yang tampak nyata. Perubahan kepribadian pada lansia merupakan petunjuk adanya gangguan otak. Riset menemukan periode krisis pada orang dewasa tidak terjadi pada waktu yang reguler. Orang dengan emosi yang tidak stabil dalam waktu yang lama mungkin lebih mengalami krisis. Disebutkan bahwa perubahan peran, tingkah laku, dan situasi dapat menyebabkan respon tingkah laku yang baru (Stuart and Sundeen, 1997).
c.       Sosiokultural Teori
1).    Teori Interaksi Sosial
Mauss (1954), Homans (1961), dan Blau (1964) dikutip dari Hardywinoto (1999), mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa. Lebih lanjut Simmons (1954) dalam Dwijayanti (2006) mengatakan  bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya, dan pada lanjut usia juga terjadi penurunan kekuasaan sehingga interaksi sosial mereka juga berkurang.
2).    Teori Penarikan Diri
Diperkenalkan oleh Cumming and Herry (1961) dalam (Dwijayanti, 2006) menyebutkan bahwa kemiskinan dan penurunan derajat kesehatan lansia meyebabkan lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitar. Hal ini menyebabkan interaksi sosial lansia menurun. Lansia mengalami kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya komitmen. Lansia akan menarik diri dari lingkungan sosial dan terjadi penurunan interaksi mereka dengan orang lain dan masyarakat umum (Lueckenotte, 1996). Dikatakan lansia itu berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri menghadapi kematian.
3).    Teori Aktivitas
Dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) dalam (Dwijayanti, 2006) menyatakan penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam beraktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Kualitas aktivitas lebih dipentingkan dibandingkan  dengan kuantitas aktivitas. Aktivitas lansia dapat dikembangkan, misalnya sebagai sukarelawan, kakek atau nenek, pengurus organisasi sosial. Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap lansia karena memungkinkan para lansia dapat berintegrasi sepenuhnya di masyarakat.
4).    Teori Kesinambungan
Teori ini menyatakan  bahwa ada kesinambungan dalam siklus hidup lansia, yaitu pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat menjadi lansia. Proses menua merupakan pergerakan yang banyak arah, tergantung penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya. Lanjut usia tidak disarankan untuk melepaskan peran melainkan harus tetap aktif dalam  proses penuaan, dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi (Hardywinoto, 1999).
5).    Teori Perkembangan
Menjelaskan bagaimana proses menua merupakan suatu tantangan dan bagaimana lansia menjawab tantangan tersebut, bila positif atau negatif. Merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial, akibat peran yang berakhir dalam keluarga, pensiun, ditinggal mati oleh pasangan atau teman (Hardywinoto, 1999).
6).    Teori Sosiologi
Teori sosiologi memfokuskan pada peran dan hubungan lansia dengan tiap orang yang berpengaruh pada usia lanjut. Dalam beberapa hal teori sosiologi ini berhubungan dengan berbagai macam adaptasi sosial dalam hidup lansia. Selama tahun 1960-an ahli sosiologi memfokuskan kehilangan yang terjadi pada lansia dan cara menyesuaikan kehilangan ini dalam konteks peran dan arti mereka dalam kelompok. Pada tahun terakhir, masyarakat mulai memiliki pandangan luas tentang proses menua. Teori ini difokuskan lebih umum, berorientasi pada masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua. Tahun 1980 dan 1990an terjadi perubahan kembali, yaitu ahli sosiologi mulai menggali hubungan timbal balik antara lansia dengan fisik, politik, dan sosioekonomi di tempat mereka tinggal (Lueckenotte, 1996).
2.      Penurunan Fungsi Yang Terjadi Pada Lansia

Proses menua dan usia lanjut memang proses alami. Fenomena menua ini juga terjadi pada otak (Astuti, 2006). Constantinides mendefinisikan menua atau menjadi tua sebagai proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2004). Lebih lanjut Wibisono (1991) menjelaskan bahwa kemunduran fungsi berbagai organ tampak mulai akhir usia pertengahan dan berlanjut pada usia lanjut, kemunduran fungsi ini dapat dilihat pada penurunan fungsi persepsi sensorik, penurunan fungsi endokrin atau hormonal, perubahan pola kehidupan seksual, menurunnya kekuatan otot-otot, berbagai neuropati, dan menurunnya fungsi sel-sel otak, perubahan kardiovaskuler dan fungsi vital lainnya, perubahan muskuloskletal, perubahan pada kulit, dan beberapa perubahan fungsi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar