Sabtu, 05 Oktober 2013

Stress

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasi. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutandan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi tuntutan yang menentukan apakah kita dapat merasakan stres (Looker, T. & Gregson, 2004). Sedangkan Smeltzer (2001) mendefinisikan stres sebagai suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan atau ekuilibrium dinamis seseorang. Ada ketidakseimbangan nyata atau semu pada kemampuan seseorang dalam memenuhi permintaan situasi yang baru.
Stres sering terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon Stres (Atkitson at all, 1987).
Salah satu sumbangan pertama dalam penelitian tentang stres adalah deskripsi Cannon tentang respon fight-or-flight, pada tahun 1932. Cannon berpendapat bahwa ketika organisme merasakan ada suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem syaraf simpatik dan endokrin. Respon fisiologis ini mendorong organisme untuk menyerang ancaman tadi atau melarikan diri (Garmezy, 1983; Taylor, 1991)       
1.      Stresor
Stresor adalah perubahan atau stimulus yang membangkitkan stress seseorang (Smeltzer, 2001). Lain halnya dengan Werner (1993) mendefinisikan stresor sebagai suatu kejadian, kondisi, situasi dan atau kunci internal atau eksternal yang berpotensi untuk membawa atau sebenarnya mengaktifkan reaksi fisik dan psikososial yang bermakna.
Jenis stresor dapat terjadi dengan berbagai bentuk dan kategori. Dapat bersifat fisik, fisiologis dan psikososial. Stresor fisik dapat berupa suhu dingin, panas atau agen kimia. Stresor fisiologis meliputi nyeri dan kelelahan. Sedangkan stresor psikologis dapat terjadi akibat reaksi emosi, seperti takut akan gagal dalam menghadapi ujian atau gagal mendapat pekerjaan. Stresor dapat juga sebagai suatu transisi kehidupan yang normal yang membutuhkan penyesuaian (Smeltzer, 2001).
Sifat stresor sangat berbeda-beda, kejadian atau perubahan yang mengakibatkan stres pada seseorang bisa saja tidak berpengaruh apapun pada orang lain, dan suatu kejadian yang dapat menyebabkan stres pada satu kesempatan dan tempat bisa saja tidak mempengaruhi orang yang sama pada kesempatan dan tempat yang berbeda (Smeltzer, 2001).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), stresor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
a.       Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b.      Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang dapat terintegrasi seseorang.
Menurut Hawari (2004), stressor psikososial dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan karena tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor psikososial, sehingga timbullah keluhan-keluhan salah satunya adalah cemas. Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,para pakar memberikan beberapa contoh antara lain sebagai berikut:
a.       Pekerjaan
Terlalu banyak beban pekerjaan dan sementara waktu tersedia sangat sempit dapat menyebabkan stres. Kehilangan pekerjaan pun juga dapat mempengaruhi timbulnya stres.
b.   Ekonomi (keuangan)
Masalah ekonomi dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu stressor utama.
c.       Pendidikan
 Pendidikan yang rendah pada seseorang juga akan mempengaruhi orang tersebut mudah stres.
d.      Hubungan interpersonal (hubungan sosial)
Hubungan antara perorangan yang tidak baik dapat merupakan sumber stres.
e.       Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, karena dengan kesehatan yang buruk akan mempengaruhi timbulnya stres.
f.       Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah tahapan perkembangan fisik maupun mental seseorang. Dan apabila tahapan perkembangan tersebut tidak dapat dilampaui dengan baik, yang bersangkutan dapat mengalami stres. Dan biasanya perkembangan disaat umur yang masih muda akan lebih mudah mengalami stres daripada umur yang sudah tua tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.

2.      Tahapan stres
Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Hawari (2002) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:
a.       Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan yang biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1)      Semangat bekerja besar, berlebihan
2)      Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
3)      Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan disertai rasa gugup yang berlebihan
4)      Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menepis   
b.      Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan pada stres tahap II adalah:
1)      Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar
2)      Merasa mudah lelah sesudah makan siang
3)      Lekas merasa capai menjelang sore hari
4)      Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
5)      Detakan jantung lebih keras dari biasanya (Berdebar-debar)
6)      Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7)      Tidak bias santai
c.       Stres tahap III
Bila seseorang memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada tahap II maka yang bersangkutan akan menunjukan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu:
1)      Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya Maag, buang air besar tidak teratur
2)      Tegangan otot-otot semakin terasa
3)      Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat
4)      Gangguan pola tidur atau insomnia
5)      Koordinasi tubuh terganggu seperti badan terasa sempoyongan dan seperti mau pingsan
Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada Dokter untuk memperoleh terapi   
d.      Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul:
1)      Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit
2)      Aktifitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
3)      Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
4)      Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
5)      Gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpiyang menegangkan
6)      Seringkali menolak ajakan (negativism)karena tiada semangat dan kegairahan
7)      Daya konsentrasi dan daya ingat turun
8)      Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya
e.       Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahapV yang ditandai dengan hal-hal berikut
1)      Kelelahan fisik dan mental semakin mendalam
2)      Ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana
3)      Gangguan sistem pencernaan semakin berat
4)      Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat, mudah bingung dan panik
f.       Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks seseorang mengalami serangan panic dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran Stres tahap VI ini sebagai berikut:
1)      Debaran jantung teramat keras
2)      Susah bernafas
3)      Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4)      Ketidakadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5)      Pingsan
3.      Respon stres
Atkitson at all (1987) menyebutkan respon atau reaksi terhadap stres dibagi menjadi 2 macam:
1)      Respon psikologis
Situasi stres yang menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan (jika peristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan, kemarahan, kemarahan, kekecewaan dan depresi. Jika situasi stres terus  terjadi, emosi kita mungkin berpindah bolak-balik diantara emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita menyelesaikan.              
2)      Respon fisiologis
Tubuh memulai seurutan kompleks respon bawaan terhadap ancaman yang dihadapi. Jika ancaman dapat dipecahkan dengan segera, respon darurat tersebut akan menghilang, dan keadaan fisiologis kita menjadi normal. Jika situasi stres terus terjadi, timbullah respon internal yang lain saat kita berupaya beradaptasi dengan stresor kronis.
4.      Stres pada lansia
Promosi kesehatan jiwa adalah aspek penting dalam perawatan bagi usia lanjut. Ada 4 aspek penting yang menjadi bagian kesehatan jiwa yaitu manajemen stres, harga diri, seksual, pembekalan spiritual bagi usia lanjut, 4 aspek tersebut akan menolong usia lanjut tentang tantangan kejiwaan mereka sehubungan dengan usianya (Atkitson at all, 1987).
Pola penyesuaian masalah dan kemampuan beradaptasi terhadap stres berkembang sepanjang perjalanan hidup dan tetap konsisten dengan awal kehidupan. Pengetahuan mengenai kesuksesan dan kompetensi saat usia dewasa awal dapat membantu seseorang mengembangkan citra diri yang positif yang akan tetanp solid meskipun mengalami gangguan di usia tua. Integritas diri memberikan lansia pertahanan terhadap korosi harga diri. Individu yang fleksibel dan berfungsi baik mungkin akan tetap bertahan sampai lansia. Tetapi kehilangan dapat berakumulasi dalam waktu yang singkat dan membingungkan. Lansia hanya akan mempunyai sedikit pilihan dan sumber daya yang berkurang untuk menghadapi stres. Stresor yang sering terjadi pada lansia meliputi perubahan menua normal yang akan mengganggu fungsi fisik, aktifitas dan penampilan, kecacatan akibat penyakit kronik, kehilangan sosial dan lingkungan penghasilan, peran dan aktifitas serta kematian orang tercinta (Smeltzer, 2001).        
5.      Tanda-tanda stress
Menurut Looker, T. & Gregson (2004) menyebutkan tanda-tanda stres sebagai berikut:
1)      Fisik
a.       Merasakan detak jantung, berdebar-debar
b.      Sesak nafas, gumpalan lendir di tenggorokan, nafas pendek dan cepat
c.       Mulut kering, gangguan pencernaan, nausea
d.      Diare, sembelit, gembung perut (flatulensi)
e.       Ketegangan otot secara keseluruhan khususnya rahang, kertak gigi
f.       Kegelisahan, hiperaktif, menggigit kuku, mengetok jari, menginjak-injakan kaki, meremas-remaskan tangan
g.      Lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit seperti flu
h.      Berkeringat khususnya ditelapak tangan dan bibir atas, merasa gerah
i.        Tangan dan kaki dingin
j.        Sering ingin kencing
k.      Makan berlebihan, kehilangan selera makan, merokok lebih banyak
l.        Makin banyak, minum alcohol, hilangnya ketertarikan pada seks
2)      Mental
a.       Distres, cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi, gelisah, depresi
b.      Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah, melawan, agresif
c.       Frustasi, bosan, tidak cukup, merasa salah, tertolak, terabaikan, tidak aman, rentan
d.      Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah dan kehilangan ketetarikan pada orang lain
e.       Polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa
f.       Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya
g.      Sulit berpikir jernih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, pelupa, kurang kreatif, irrasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit memulai pekerjaan
h.      Rentan untuk membuat kesalahan dan melakukan kecelakaan
i.        Punya banyak hal yang dikerjakan dan tidak tidak tahu dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatu tanpa hasil dan beralih dari satu tugas ke tugas lain dan tidak menyelesaikan apapun

j.        Hiperkritis, tidak flesibel, tidak beralasan, over-reaktif, tidak produktif, efisiensi buruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar