Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang
kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang
diterima dan kemampuan untuk mengatasi. Stres adalah keseimbangan antara
bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutandan bagaimana kita berpikir bahwa
kita dapat mengatasi tuntutan yang menentukan apakah kita dapat merasakan stres
(Looker, T. & Gregson, 2004). Sedangkan Smeltzer (2001) mendefinisikan
stres sebagai suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang
diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap
keseimbangan atau ekuilibrium dinamis seseorang. Ada ketidakseimbangan nyata atau semu pada
kemampuan seseorang dalam memenuhi permintaan situasi yang baru.
Stres sering terjadi jika orang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau
psikologisnya. Peristiwa tersebut dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap
peristiwa tersebut dinamakan respon Stres (Atkitson at all, 1987).
Salah satu sumbangan pertama dalam penelitian tentang
stres adalah deskripsi Cannon tentang respon fight-or-flight, pada tahun 1932. Cannon berpendapat bahwa ketika
organisme merasakan ada suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang
dan termotivasi melalui sistem syaraf simpatik dan endokrin. Respon fisiologis
ini mendorong organisme untuk menyerang ancaman tadi atau melarikan diri
(Garmezy, 1983; Taylor, 1991)
1.
Stresor
Stresor adalah perubahan atau stimulus yang
membangkitkan stress seseorang (Smeltzer, 2001). Lain halnya dengan Werner
(1993) mendefinisikan stresor sebagai suatu kejadian, kondisi, situasi dan atau
kunci internal atau eksternal yang berpotensi untuk membawa atau sebenarnya
mengaktifkan reaksi fisik dan psikososial yang bermakna.
Jenis stresor dapat terjadi dengan berbagai bentuk dan
kategori. Dapat bersifat fisik, fisiologis dan psikososial. Stresor fisik dapat
berupa suhu dingin, panas atau agen kimia. Stresor fisiologis meliputi nyeri
dan kelelahan. Sedangkan stresor psikologis dapat terjadi akibat reaksi emosi,
seperti takut akan gagal dalam menghadapi ujian atau gagal mendapat pekerjaan.
Stresor dapat juga sebagai suatu transisi kehidupan yang normal yang membutuhkan
penyesuaian (Smeltzer, 2001).
Sifat stresor sangat berbeda-beda, kejadian atau
perubahan yang mengakibatkan stres pada seseorang bisa saja tidak berpengaruh
apapun pada orang lain, dan suatu kejadian yang dapat menyebabkan stres pada
satu kesempatan dan tempat bisa saja tidak mempengaruhi orang yang sama pada
kesempatan dan tempat yang berbeda (Smeltzer, 2001).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), stresor pencetus
mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat
dikelompokkan dalam dua kategori :
a.
Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b.
Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang dapat terintegrasi
seseorang.
Menurut Hawari (2004), stressor psikososial dapat
mempengaruhi terjadinya kecemasan karena tidak semua orang mampu melakukan
adaptasi dan mengatasi stressor psikososial, sehingga timbullah keluhan-keluhan
salah satunya adalah cemas. Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari,para pakar memberikan beberapa contoh
antara lain sebagai berikut:
a.
Pekerjaan
Terlalu banyak beban pekerjaan dan sementara waktu tersedia sangat sempit
dapat menyebabkan stres. Kehilangan pekerjaan pun juga dapat mempengaruhi
timbulnya stres.
b. Ekonomi
(keuangan)
Masalah ekonomi dalam kehidupan sehari-hari ternyata
merupakan salah satu stressor utama.
c.
Pendidikan
Pendidikan yang
rendah pada seseorang juga akan mempengaruhi orang tersebut mudah stres.
d.
Hubungan interpersonal (hubungan sosial)
Hubungan antara perorangan yang tidak baik dapat merupakan sumber stres.
e.
Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan
seseorang, karena dengan kesehatan yang buruk akan mempengaruhi timbulnya
stres.
f.
Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah tahapan perkembangan fisik maupun mental
seseorang. Dan apabila tahapan perkembangan tersebut tidak dapat dilampaui dengan
baik, yang bersangkutan dapat mengalami stres. Dan biasanya perkembangan disaat
umur yang masih muda akan lebih mudah mengalami stres daripada umur yang sudah
tua tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
2.
Tahapan stres
Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Hawari (2002) membagi
tahapan-tahapan stres sebagai berikut:
a.
Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan
yang biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1)
Semangat bekerja besar, berlebihan
2)
Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
3)
Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan disertai rasa gugup
yang berlebihan
4)
Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menepis
b.
Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula
“menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan
timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup
sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara
lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan
energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan pada stres tahap II adalah:
1)
Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa
segar
2)
Merasa mudah lelah sesudah makan siang
3)
Lekas merasa capai menjelang sore hari
4)
Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
5)
Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(Berdebar-debar)
6)
Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
7)
Tidak bias santai
c.
Stres tahap III
Bila seseorang memaksakan diri dalam pekerjaannya
tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada tahap II maka yang bersangkutan akan
menunjukan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu:
1)
Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya Maag,
buang air besar tidak teratur
2)
Tegangan otot-otot semakin terasa
3)
Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat
4)
Gangguan pola tidur atau insomnia
5)
Koordinasi tubuh terganggu seperti badan terasa sempoyongan
dan seperti mau pingsan
Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada Dokter untuk
memperoleh terapi
d.
Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke
dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter
dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada
organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan memaksakan diri
untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul:
1)
Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat
sulit
2)
Aktifitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
3)
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
4)
Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari
5)
Gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpiyang
menegangkan
6)
Seringkali menolak ajakan (negativism)karena tiada semangat dan kegairahan
7)
Daya konsentrasi dan daya ingat turun
8)
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan apa penyebabnya
e.
Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh
dalam stres tahapV yang ditandai dengan hal-hal berikut
1)
Kelelahan fisik dan mental semakin mendalam
2)
Ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana
3)
Gangguan sistem pencernaan semakin berat
4)
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat,
mudah bingung dan panik
f.
Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks seseorang
mengalami serangan panic dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang
mengalami stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan
ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan
fisik organ tubuh. Gambaran Stres tahap VI ini sebagai berikut:
1)
Debaran jantung teramat keras
2)
Susah bernafas
3)
Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran
4)
Ketidakadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5)
Pingsan
3.
Respon stres
Atkitson at all (1987) menyebutkan respon atau reaksi terhadap stres
dibagi menjadi 2 macam:
1)
Respon psikologis
Situasi stres yang menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan
(jika peristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan,
kemarahan, kemarahan, kekecewaan dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita mungkin berpindah
bolak-balik diantara emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita
menyelesaikan.
2)
Respon fisiologis
Tubuh memulai seurutan kompleks respon bawaan terhadap ancaman yang dihadapi.
Jika ancaman dapat dipecahkan dengan segera, respon darurat tersebut akan
menghilang, dan keadaan fisiologis kita menjadi normal. Jika situasi stres
terus terjadi, timbullah respon internal yang lain saat kita berupaya beradaptasi
dengan stresor kronis.
4.
Stres pada lansia
Promosi kesehatan jiwa adalah aspek penting dalam
perawatan bagi usia lanjut. Ada 4 aspek penting yang menjadi bagian kesehatan
jiwa yaitu manajemen stres, harga diri, seksual, pembekalan spiritual bagi usia
lanjut, 4 aspek tersebut akan menolong usia lanjut tentang tantangan kejiwaan
mereka sehubungan dengan usianya (Atkitson at all, 1987).
Pola penyesuaian masalah dan kemampuan beradaptasi
terhadap stres berkembang sepanjang perjalanan hidup dan tetap konsisten dengan
awal kehidupan. Pengetahuan mengenai kesuksesan dan kompetensi saat usia dewasa
awal dapat membantu seseorang mengembangkan citra diri yang positif yang akan
tetanp solid meskipun mengalami gangguan di usia tua. Integritas diri
memberikan lansia pertahanan terhadap korosi harga diri. Individu yang
fleksibel dan berfungsi baik mungkin akan tetap bertahan sampai lansia. Tetapi
kehilangan dapat berakumulasi dalam waktu yang singkat dan membingungkan.
Lansia hanya akan mempunyai sedikit pilihan dan sumber daya yang berkurang untuk
menghadapi stres. Stresor yang sering terjadi pada lansia meliputi perubahan
menua normal yang akan mengganggu fungsi fisik, aktifitas dan penampilan,
kecacatan akibat penyakit kronik, kehilangan sosial dan lingkungan penghasilan,
peran dan aktifitas serta kematian orang tercinta (Smeltzer, 2001).
5.
Tanda-tanda stress
Menurut Looker, T. & Gregson (2004) menyebutkan tanda-tanda stres
sebagai berikut:
1)
Fisik
a.
Merasakan detak jantung, berdebar-debar
b.
Sesak nafas, gumpalan lendir di tenggorokan, nafas pendek
dan cepat
c.
Mulut kering, gangguan pencernaan, nausea
d.
Diare, sembelit, gembung perut (flatulensi)
e.
Ketegangan otot secara keseluruhan khususnya rahang,
kertak gigi
f.
Kegelisahan, hiperaktif, menggigit kuku, mengetok jari,
menginjak-injakan kaki, meremas-remaskan tangan
g.
Lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala,
sering sakit seperti flu
h.
Berkeringat khususnya ditelapak tangan dan bibir atas,
merasa gerah
i.
Tangan dan kaki dingin
j.
Sering ingin kencing
k.
Makan berlebihan, kehilangan selera makan, merokok
lebih banyak
l.
Makin banyak, minum alcohol, hilangnya ketertarikan
pada seks
2)
Mental
a.
Distres, cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa
putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi,
gelisah, depresi
b.
Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah,
melawan, agresif
c.
Frustasi, bosan, tidak cukup, merasa salah, tertolak,
terabaikan, tidak aman, rentan
d.
Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri,
kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah dan kehilangan ketetarikan pada
orang lain
e.
Polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus),
tergesa-gesa
f.
Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke
tugas berikutnya
g.
Sulit berpikir jernih, berkonsentrasi dan membuat
keputusan, pelupa, kurang kreatif, irrasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit
memulai pekerjaan
h.
Rentan untuk membuat kesalahan dan melakukan kecelakaan
i.
Punya banyak hal yang dikerjakan dan tidak tidak tahu
dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatu tanpa hasil dan beralih
dari satu tugas ke tugas lain dan tidak menyelesaikan apapun
j.
Hiperkritis, tidak flesibel, tidak beralasan,
over-reaktif, tidak produktif, efisiensi buruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar