Disminorea
adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama terjadinya
menstruasi (Widayanto, 2000).
Disminorea
merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling umum pada wanita muda yang
datang ke klinik/ dokter. Oleh karena hampir semua wanita mengalami sensasi
tidak nyaman selama haid (Anurogo, 2008).
Disminorea artinya nyeri haid
yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Nyeri haid in timbul
akibat kontraksi disritmik mio metrium yang menampilkan satu atu lebih gejala
mulai dari nyeri yang ringan sampai berat pada bagan bawah, bokong, dan nyeri
spasmodik pada sisi medial paha. Mengingat sebagian besar wanita mengalami
beberapa derajat nyeri pelvik selama haid, maka istilah disminorea hanya
dipakai untuk nyeri hais yang cukup berat sampai meyebabkan penderita terpaksa
mencari pertolongan dokter atau pngobatan sendiri dengan analgesik. Yang
dimaksud dengan disminorea berat adalah nyeri haid yang disertai mual, muntah,
diare, pusing, nyeri kepala, dan bahkan kadang-kadang pingsan (Baziad, 2003).
1. Jenis disminorea
Ada 2 macam jenis disminorea:
a. Disminorea primer
Disminorea
primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat-alat genetalia yang
nyata. Disminorea primer (Primary
Dysminorea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah
siklus ovulasi teratur (Reguler Ovulator
Cycle) ditetapkan.
Selama
menstruasi sel-sel indometrium yang terkelupas (slounching endometrial cells) melapaskan prostagladin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi mometrium dan vasokontriksi.
Peningkatan kadar prostagladin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan
disminorea berat (Severe Dysmenorhea).
Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi
(Anugoro, 2008).
b. Disminorea sekunder
Disminorea
sekunder (Secondary Dysmenorrhea)
dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, namun paling sering muncul di
udia 20-an atau 30-an. Peningkatan prostagladin dapat berperan pada disminorea
sekunder namun secara pngertian penyakit pelvis yang menyertai (Cocomitant Pelvis Pathology). Penyebab
yang umum termasuk endometriosis, leiomyomata (kibroid), adenomyosis, polip endometrium chronic pelvis
inflammatury disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (Intrauterine Device).
Karim Anton
Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis
disminorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau
mencetuskan disminorea sekunder:
1) Endometriosis
2) Pelvic inflammatory dispase
3) Tumor dan kista ovarium
4) Uterine polyps
Lebih
lanjut Smith menyatakan bahwa hampir semua proses apapun yang mempengaruhi (affect) pelvic visera dapat memproduksi nyeri pelviks siklik (Cyclic Pelvic Pain) (Anorogo, 2008).
2. Gajala
a. Gejala-gejala umum disminorea primer
1) Melaise adalah rasa tidak enak badan
2) Fatigue adalah perasaan lelah (85%)
3) Nausea adalah perasaan mual dan vomiting
adalah muntah (89%).
4) Diare (60%)
5) Nyeri punggung bawah atau lower backache
(60%)
6) Sakit kepala atau headache (45%)
7) Terkadang dapat juga disertai vertigu atau
sensasi jatuh 9dizziness) perasaan cemas, gelisah (nervousness), dan bahkan
tollapse atau ambruk (Anurogo, 2008).
b. Gejala-gejala umum disminorea sekunder
Nyeri
dengan pola yang berbeda didapatkan apda disminorea sekunder yang terbatas pada
onset haid in biasanya berhubungan dengan perut besar/ kembung (Abdominal
bloating), pelvis terasa berat (pelvic heaviness) dan nyeri punggung (back
pain) secara khas, nyeri meningkat secara progresif selama fase lutreal sampai
memuncak sekitar onset haid (Anurogo, 2008).
3. Pencegahan
Untuk
mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya
ibu profen, naproxen dan asam mefenamat) obat ini akan sangat efektif jika
mulai diminum 2 hari sebelum mentruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2
mentruasi.
Selain dengan obat-obatan,
rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan:
a. Istirahat yang cukup
b. Olahraga yang teratur (terutama berjalan)
c. Pemijatan
d. Melakukan teknik relaksasi atau yoga.
e. Kompres hangat di daerah perut
f. Konsumsi sayuran dan buah-buahan serta
makanan rendah lemak.
g. Konsumsi vitaminE, vitamin B6, minyak ikan
h. Hindari konsumsi alkohol, kopi dan juga coklat
karena dapat meningkatkan kadar estrogen yang nantinya dapat memicu lepasnya
prostagladin sehingga menyebabkan konraksi otot polos, hindari juga makanan
bersuhu dingin misalnya es krim (Widayanto, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar