Menurut Davis
dalam Rahmat (2010), informasi adalah data yang telah
diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi si penerima dan mempunyai nilai
yang nyata yang dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan yang sekarang atau
keputusan-keputusan yang akan datang.
Kendatipun
semua orang setuju bahwa informasi merupakan unsur dasar dalam komunikasi,
tetapi tidak seluruh orang sepakat mengenai pengertian informasi itu sendiri.
Ada uang mengaitkannya dengan hal-hal yang baru, misalnya seseorang yang
membaca berita –berita di surat kabar atau majalah. Ada pula yang menyamakan
dengan ilmu pengetahuan, misalnya informasi yang dikandung sebuah buku ilmiah.
Ada lagi yang mengidentifikasi dengan data dan angka-angka hasil penelitian.
Bahkan ada pula yang tidak diketahui hubungannya disebut juga informasi
(Widjaja, 2000).
Untuk
memperluas pemahaman, Fisher (1986) mengelompokan berbagai pandangan mengenai
konsep informasi antara lain: pertama, penggunaan istilah informasi untuk
menunjukan fakta atau data yang dapat diperoleh selama tindakan komunikasi
berlangsung. Manakala kita berbincang dengan lawan bicara kita; pada saat
membaca Koran, majalah, buku, selebaran, spanduk, papan reklame; atau pada
waktu kita mendengarkan radio atau menonton televisi, ketika itulah sejumlah
data dan fakta kita serap dan kita simpan dalam ingatan kita (Widjaja, 2000).
Pengumpulan data dan fakta, seperti yang
dilakukan wartawan dalam menghimpun keterangan dan penjelasan dari sumber
peristiwa berita, atau seorang detektif yang mengumpulkan bukti tentang
kejahatan adalah contoh-contoh lainnya tentang pencarian informasi. Dalam
pandangan yang pertama ini, informasi dikonseptualisasikan sebagai kuantitas fisik
yang dapat dipindahkan dari satu titik ke titik yang lain, dari satu medium ke medium yang lain, dari
satu orang ke orang lain. Dengan demikian, informasi identik dengan wujud
material yang dapat dikirimkan dan diterima melalui berbagai saluran, baik melalui
media massa seperti surat kabar, radio, dan televisi; atau media komunikasi
lainnya seperti telepon, facsimile, surat, telegram, kartu, gambar, buku,
maupun komunikasi tatap muka, dan bahasa isyarat. Karena itu menurut pandangan
ini, kuantitas informasi dapat “dihitung” dalam arti makin banyak usaha
seseorang mengumpulkan data dan fakta, makin banyak informasi yang dimilikinya.
Sesorang yang rajin megikuti segala bentuk media komunikasi, tentu akan
memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan sesorang yang tidak
memiliki minat mengetahui perkembangan disekitarnya (Widjaja, 2000).
Kedua, penggunaan istilah informasi untuk
menunjukan makna data. Menurut pandangan ini, informasi berbeda dengan data.
Informasi dalam arti, maksud atau makna yang dikandung data. Dalam hal ini
peranan seseorang untuk memberikan makna pada data memegang posisi yang sangat
penting. Suatu data baru dikatakan mempunyai nilai informasi jika memiliki
nilai penafsirannya (Widjaja, 2000).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar