Sabtu, 05 Oktober 2013

Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Long, 2002). Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002). Hal yang sama diungkapkan oleh Tjokronegoro (2002) bahwa diabetes melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Sedangkan Suyono (2002) mengungkapkan bahwa diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
1.      Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya (Suyono, 2002).
Beberapa faktor yang sering dianggap penyebab diabetes mellitus yaitu:
a.       Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes: Pincus dan White (2005) berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b.      Faktor non genetik
1)      Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetik terhadap diabetes mellitus.
2)      Nutrisi
a).    Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b).    Malnutrisi protein
c).    Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya, penderita diabetes harus memperhatikan takaran karbohidrat. Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini. Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan. Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar. Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani kerja ginjal (Sugondo, 2008).
3)      Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4)      Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
2.      Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dalam Smeltzer &Bare (2002) terdapat klasifikasi Diabetes mellitus type II (Non Insulin Dependen diabetes mellitus/NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD).
Beberapa hal yang mempengaruhi penurunan glukosa adalah:
1)      Aktivitas
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam. Latihan dapat dijadikan pilihanadalah jalan kaki, joging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Tujuan latihan fisik bagi penderita DM:
a)      Insulin dapat lebih efektif
b)      Menambah reseptor insulin
c)      Menekankenaikan berat badan
d)     Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
e)      Meningkatkan aliran darah
2)      Diet
Menurut Tjokroprawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologiindonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa:
a)      Karbohidrat : 60-70 %
b)      Protein : 10-15 %
c)      Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makan yang harus dipantang gula. Menurut Tjokroprawiro, (1999) Penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:
a)      Kurus : berat badan relatif : <90%
b)      Normal : berat badan relatif : 90-110%
c)      Gemuk : berat badan relatif : >110 %
d)     Obesitas : berat badan relatif : >120 %
(1)   Obesitas ringan 120 – 130 %
(2)   Obesitas sedang 130 – 140 %
(3)   Obesitas berat 140 – 200 %
(4)   Obesitas morbid > 200 %
Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut:
a)      Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
b)      Normal ; BB x 30 kalori / hari
c)      Gemuk : BB x 20 kalori / hari
d)     Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari


3)      Penurunan glukosa
Pada pengukuran glukosa darah segera setelah latihan menunjukkan penurunan yang bermakna disebabkan karena glukosa masuk ke dalam otot kemudian glukosa dalam otot dibakar dengan aktivitas fisik untuk energi sehingga glukosa darah menurun, dapat disebutkan bahwa kadar glukosa darah postprandial kembali normal pada 2-3 jam pp (Guyton, 2000).

3.      Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut: (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh (Price, 2005).
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto-asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter (Price, 2005).
4.      Gambaran Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002):
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.       Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.      Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.       Poliphagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.      Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.       Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Sidartawan (2008) menambahkan bahwa gambaran klinik penderita diabetes mellitus yaitu:
a.       sering kencing
b.      cepat lapar
c.       berat badan turun
d.      sering mengantuk
e.       luka susah sembuh
f.       badan gatal-gatal
g.      kesemutan
h.      gairah sex menurun
i.        penglihatan kabur
j.        lahir lebih dari 4 kg
5.      Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa (Ikram, 1996).
6.      Penatalaksanaan
Kontrol glukosa darah merupakan hal yang terpenting di dalam penatalaksanaan DM. Pada Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan UKProspective Diabetes Study (UKPDS) telah terbukti bahwa pengendalian glukosa darah yang baik berhubungan dengan menurunnya kejadian retinopati, nefropati, dan neuropati (Adnyana, 2006).
Tjokronegoro (2002) menerangkan penatalaksanaan DM tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.

Prinsip pokok penatalaksanaan diabetes mellitus adalah:
a.       Latihan
Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus melakukan latihan fisik. Pada prinsipnya olahraga bagi penderita diabetes tidak berbeda dengan yang untuk orang sehat. Juga antara penderita baru atau pun lama. Olahraga itu terutama untuk membakar kalori tubuh, sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi, dengan demikian kadar gulanya bisa turun (Sidartawan, 2008). Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Menurut Hario (2008) sebaiknya jenis olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memiliki nilai aerobik tinggi, macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik, renang, dan bersepeda. Jenis olahraga lainnya, tenis, tenis meja, bahkan sepakbola, pun boleh dilakukan asal dengan perhatian ekstra. FID (frekuensi, intensitas, dan durasi) olahraga bagi penderita diabetes pada prinsipnya tidak berbeda dengan yang diterapkan untuk orang sehat. Frekuensi berolah raga adalah 3 – 5 kali seminggu. Sebaiknya, dipilih waktu yang tepat karena panas matahari bisa membakar kalori lebih banyak. Ini berbahaya karena bisa menyebabkan hipoglikemia, kekurangan gula darah.

b.      Diet
Syahab (2006) menjelaskan diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak ada satu  cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes.
Banyak faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak, protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
1)      Karbohidrat      60-70%
2)      Protein             10-15%
3)      Lemak              20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu: Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
1)      BB kurang bila BB < 90% BBI
2)      BB normal bila BB 90-110% BBI
3)      BB lebih bila BB 110-120% BBI
4)      Gemuk bila BB >120% BBI
Sedangkan menurut RS Tebet (2006) menuliskan tentang prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai kebutuhan dasar. Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal (BBI) bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) - 100 cm - 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI = 64 kg - 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori. Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori.
Jadi, pria ini memerlukan diet sekitar 2.000 kalori sehari.
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.), sebab tubuh penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng).
Bila penderita juga mengalami gangguan pada ginjal, yang perlu diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein. Umumnya, digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
c.       Obat
Insulin adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein-hormon ini memiliki properti anabolik. Hormon tersebut juga mempengaruhi jaringan tubuh lainnya. Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes mellitus. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah (Syahab, 2006).
Insulin merupakan salah satu intervensi farmakologis yang berperan penting menunjang kehidupan diabetesi. Tujuan utama terapi insulin bagi diabetesi adalah untuk mengontrol gula darah. Kontrol gula darah dilakukan dengan pengukuran hemoglobin glikosilasi AIC (HbAIC) yaitu rata-rata kadar gula darah selama 2-3 bulan. Mengontrol kadar gula darah saat puasa dan setelah makan saja tidak cukup. Berdasarkan kadar gula dalam darah dokter menentukan perlu atau tidaknya seorang diabetesi mendapatkan terapi insulin.
Untuk diabetesi tipe-1 terapi insulin segera diberikan begitu pasien terdiagnosa namun untuk diabetesi tipe-2 terapi insulin biasanya belum banyak diberikan karena pada awalnya diabetesi tipe-2 masih mampu menghasilkan insulin meski jumlahnya tidak mencukupi. Namun dengan berjalannya waktu diabetesi tipe-2 akan mengalami penurunan produksi insulin sehingga perlu diberikan insulin dari luar (eksogen). Bila terapi dini insulin diberikan secara tepat, terapi ini dapat mengontrol kadar gula darah hingga mendekati normal yaitu 120 mg/dL sebelum makan dan 140 g/dL setelah makan serta mencegah komplikasi pada diabetesi tipe-2 (noninsulin dependen) (Sidartawan, 2008).
Penelitian terakhir membuktikan pemberian terapi insulin sejak dini dapat meningkatkan harapan hidup dan mengurangi resiko kerusakan pankreas hal tersebut terlihat dari perbaikan fungsi sel beta pankreas. Pemberian terapi insulin meringankan beban kerja sel beta pankreas dalam memproduksi insulin saat kadar gula dalam darah tinggi. Terapi insulin juga mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis dan memperbaiki profil lipid (Maria, 2008).
Terapi insulin dapat diberikan kepada diabetesi tipe-2, antara lain:
1)      bila diabetesi gagal terapi oral
2)      kadar glukosa darah yang buruk (Alc > 7% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL )
3)      kadar glukosa darah yang baik.
Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis insulin:
1)      Jika glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (AIC antara 6,5-7%) dalam jangka waktu tiga bulan dengan dua obat oral.
2)      Jika kendali glikemik sangat buruk dan disertai kondisi katabolisme seperti gula darah puasa > 250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap > 300 mg/dL.
Terapi ini bisa dihentikan jika kadar gula dalam darah telah normal dan stabil. Diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, diabetesi dan keluarga untuk hasil yang maksimal.
7.      Komplikasi
Komplikasi menurut Ikram (1996) adalah:
a.       Akut
1)      Hypoglikemia
2)      Ketoasidosis
3)      Diabetik
b.      Kronik
1)      Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2)      Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.
3)      Neuropati diabetic.
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999):
a.       Komplikasi akut
1)      Kronik hipoglikemia
2)      Ketoasidosis untuk DM tipe I
3)      Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b.      Komplikasi kronik
1)      Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2)      Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik dan nefropati diabetik
3)      Neuropati diabetic
4)      Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5)      Ulkus diabetikum
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena arteri menyempit
dan juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta diatas.
Grade ulkus diabetikum yaitu :
a).    Grade 0 : tidak ada luka
b).    Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
c).    Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d).   Grade III : terjadi abses
e).    Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal

f).     Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkak bawah distal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar