Diabetes
mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Long, 2002). Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan
mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002). Hal yang sama
diungkapkan oleh Tjokronegoro (2002) bahwa diabetes melllitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relative. Sedangkan Suyono (2002) mengungkapkan bahwa diabetes mellitus
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar
glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif.
1.
Etiologi
Etiologi
dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti
dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes
mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang
berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya (Suyono, 2002).
Beberapa
faktor yang sering dianggap penyebab diabetes mellitus yaitu:
a. Faktor genetik
Riwayat keluarga
dengan diabetes: Pincus dan White (2005) berpendapat perbandingan keluarga yang
menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka
kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33
% bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96
%.
b. Faktor non genetik
1) Infeksi
Virus dianggap
sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetik
terhadap diabetes mellitus.
2) Nutrisi
a).
Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap
insulin.
b).
Malnutrisi protein
c). Alkohol, dianggap menambah resiko
terjadinya pankreatitis.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur,
melakukan diet makanan dan olahraga yang teratur menjadi kunci sukses
pengelolaaan diabetes. Dalam hal makanan misalnya, penderita diabetes harus
memperhatikan takaran karbohidrat. Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini. Dari sisi
makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi
karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti
pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang
terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur,
tidak dianjurkan. Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti
nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi
seperti es krim, ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran
berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa
dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar.
Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi
sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak
terlalu membebani kerja ginjal (Sugondo, 2008).
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4)
Hormonal
Sindrom cushing
karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah
somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah
tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat (Smeltzer dan Bare,
2002).
2.
Klasifikasi
Berdasarkan
klasifikasi dari WHO (1985) dalam Smeltzer &Bare (2002) terdapat
klasifikasi Diabetes mellitus type II (Non Insulin Dependen diabetes mellitus/NIDDM),
yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD).
Beberapa hal yang
mempengaruhi penurunan glukosa adalah:
1)
Aktivitas
Dianjurkan latihan
jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam. Latihan dapat dijadikan pilihanadalah jalan kaki,
joging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Tujuan latihan fisik bagi
penderita DM:
a) Insulin dapat lebih efektif
b) Menambah reseptor insulin
c) Menekankenaikan berat badan
d) Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam
darah
e) Meningkatkan aliran darah
2)
Diet
Menurut Tjokroprawiro
(1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologiindonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa:
a)
Karbohidrat : 60-70 %
b)
Protein : 10-15 %
c)
Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus
memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makan yang harus dipantang
gula. Menurut Tjokroprawiro, (1999) Penentuan gizi penderita dilakukan dengan
menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedakan menjadi:
a) Kurus : berat badan relatif : <90%
b) Normal : berat badan relatif : 90-110%
c) Gemuk : berat badan relatif : >110 %
d)
Obesitas : berat badan relatif : >120 %
(1)
Obesitas ringan 120 – 130 %
(2)
Obesitas sedang 130 – 140 %
(3)
Obesitas berat 140 – 200 %
(4)
Obesitas morbid > 200 %
Apabila sudah
diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM adalah sebagai berikut:
a) Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
b) Normal ; BB x 30 kalori / hari
c) Gemuk : BB x 20 kalori / hari
d) Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
3) Penurunan glukosa
Pada pengukuran glukosa darah segera setelah
latihan menunjukkan penurunan yang bermakna disebabkan karena glukosa masuk ke
dalam otot kemudian glukosa dalam otot dibakar dengan aktivitas fisik untuk
energi sehingga glukosa darah menurun, dapat disebutkan bahwa kadar glukosa
darah postprandial kembali normal pada 2-3 jam pp (Guyton, 2000).
3.
Patofisiologi
Sebagian
besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek
utama kekurangan insulin sebagai berikut: (1) Pengurangan penggunaan glukosa
oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah
setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari
daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3)
Pengurangan protein dalam jaringan tubuh (Price, 2005).
Akan
tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus
yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes
mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus
meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang
ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit
tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180
mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto-asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter (Price, 2005).
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto-asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter (Price, 2005).
4.
Gambaran
Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai
berikut (Smeltzer & Bare, 2002):
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.
Poliuri
(banyak kencing)
Hal ini disebabkan
oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal
terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.
Polidipsi
(banyak minum)
Hal ini disebabkan
pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga
untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.
Poliphagi
(banyak makan)
Hal ini disebabkan
karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
d. Berat badan menurun,
lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah
dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian
tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk
yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak
makan akan tetap kurus
e.
Mata kabur
Hal ini disebabkan
oleh gangguan lintas polibi (glukosa-sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena
insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
Sidartawan (2008)
menambahkan bahwa gambaran klinik penderita diabetes mellitus yaitu:
a.
sering kencing
b.
cepat lapar
c.
berat badan turun
d.
sering mengantuk
e.
luka susah sembuh
f.
badan gatal-gatal
g.
kesemutan
h.
gairah sex menurun
i.
penglihatan kabur
j.
lahir lebih dari 4 kg
5.
Diagnosis
Diagnosis
diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes
mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun.
Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu
yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa (Ikram, 1996).
6.
Penatalaksanaan
Kontrol glukosa darah merupakan hal yang
terpenting di dalam penatalaksanaan DM. Pada Diabetes Control and
Complication Trial (DCCT) dan UKProspective Diabetes Study (UKPDS)
telah terbukti bahwa pengendalian glukosa darah yang baik berhubungan dengan
menurunnya kejadian retinopati, nefropati, dan neuropati (Adnyana, 2006).
Tjokronegoro (2002) menerangkan
penatalaksanaan DM tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus
adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan
terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes
tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan
intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Prinsip pokok penatalaksanaan diabetes mellitus
adalah:
a. Latihan
Selain memperhatikan pola makan
sehari-hari, penderita harus melakukan latihan fisik. Pada prinsipnya olahraga
bagi penderita diabetes tidak berbeda dengan yang untuk orang sehat. Juga
antara penderita baru atau pun lama. Olahraga itu terutama untuk membakar
kalori tubuh, sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi, dengan
demikian kadar gulanya bisa turun (Sidartawan, 2008). Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk
latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah
jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari,
pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Menurut Hario (2008) sebaiknya jenis
olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memiliki nilai aerobik tinggi,
macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik, renang, dan bersepeda. Jenis
olahraga lainnya, tenis, tenis meja, bahkan sepakbola, pun boleh dilakukan asal
dengan perhatian ekstra. FID (frekuensi, intensitas, dan durasi) olahraga bagi
penderita diabetes pada prinsipnya tidak berbeda dengan yang diterapkan untuk
orang sehat. Frekuensi berolah raga adalah 3 – 5 kali seminggu. Sebaiknya,
dipilih waktu yang tepat karena panas matahari bisa membakar kalori lebih
banyak. Ini berbahaya karena bisa menyebabkan hipoglikemia, kekurangan gula
darah.
b. Diet
Syahab (2006) menjelaskan diabetes tipe 2
merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak ada
satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum.
Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat
ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang
istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat
tidak digunakan lagi. Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko
diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung
karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu
rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes.
Banyak faktor yang berpengaruh pada
respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa,
fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung
resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta
komponen makanan lainnya (lemak, protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2,
pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik
langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons
glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam
makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak,
sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
1) Karbohidrat
60-70%
2) Protein
10-15%
3) Lemak
20-25%
Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan
menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca,
yaitu: Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
1) BB kurang bila BB < 90% BBI
2) BB normal bila BB 90-110% BBI
3) BB lebih bila BB 110-120% BBI
4) Gemuk bila BB >120% BBI
Sedangkan menurut RS Tebet (2006)
menuliskan tentang prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai
kebutuhan dasar. Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25
kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal
x 30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal
(BBI) bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) - 100 cm - 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi
badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI = 64 kg - 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori =
1.740 kalori. Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori.
Jadi, pria ini memerlukan diet
sekitar 2.000 kalori sehari.
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah. Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar. Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah kalori disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Prinsip makan selanjutnya adalah
menghindari konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula. Juga menghindari
konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung
dengan segala produknya. Ditambah lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan
sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.), sebab tubuh penderita
mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng).
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan digoreng).
Bila penderita juga mengalami gangguan
pada ginjal, yang perlu diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein. Umumnya,
digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat badan. Bila kadar
kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila
tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
c. Obat
Insulin adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan
"efektor" utama dalam homeostasis
karbohidrat,
hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida)
dan protein-hormon
ini memiliki properti anabolik. Hormon tersebut juga mempengaruhi
jaringan tubuh lainnya. Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes
mellitus. Pasien dengan
diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah
kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut.
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah
atau kebal insulin, dan kadang kala
membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur
kadar glukosa darah (Syahab, 2006).
Insulin merupakan salah satu intervensi
farmakologis yang berperan penting menunjang kehidupan diabetesi. Tujuan utama
terapi insulin bagi diabetesi adalah untuk mengontrol gula darah. Kontrol gula
darah dilakukan dengan pengukuran hemoglobin glikosilasi AIC (HbAIC) yaitu
rata-rata kadar gula darah selama 2-3 bulan. Mengontrol kadar gula darah saat puasa
dan setelah makan saja tidak cukup. Berdasarkan kadar gula dalam darah dokter
menentukan perlu atau tidaknya seorang diabetesi mendapatkan terapi insulin.
Untuk diabetesi tipe-1 terapi insulin
segera diberikan begitu pasien terdiagnosa namun untuk diabetesi tipe-2 terapi
insulin biasanya belum banyak diberikan karena pada awalnya diabetesi tipe-2
masih mampu menghasilkan insulin meski jumlahnya tidak mencukupi. Namun dengan
berjalannya waktu diabetesi tipe-2 akan mengalami penurunan produksi insulin sehingga
perlu diberikan insulin dari luar (eksogen). Bila terapi dini insulin diberikan
secara tepat, terapi ini dapat mengontrol kadar gula darah hingga mendekati
normal yaitu 120 mg/dL sebelum makan dan 140 g/dL setelah makan serta mencegah
komplikasi pada diabetesi tipe-2 (noninsulin dependen) (Sidartawan, 2008).
Penelitian terakhir membuktikan pemberian
terapi insulin sejak dini dapat meningkatkan harapan hidup dan mengurangi
resiko kerusakan pankreas hal tersebut terlihat dari perbaikan fungsi sel beta pankreas.
Pemberian terapi insulin meringankan beban kerja sel beta pankreas dalam
memproduksi insulin saat kadar gula dalam darah tinggi. Terapi insulin juga
mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian
apoptosis dan memperbaiki profil lipid (Maria, 2008).
Terapi
insulin dapat diberikan kepada diabetesi tipe-2, antara lain:
1)
bila diabetesi gagal terapi oral
2)
kadar glukosa darah yang buruk (Alc > 7% atau kadar
glukosa darah puasa > 250 mg/dL )
3)
kadar glukosa darah yang baik.
Ada beberapa cara untuk memulai
dan menyesuaikan dosis insulin:
1)
Jika glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (AIC
antara 6,5-7%) dalam jangka waktu tiga bulan dengan dua obat oral.
2)
Jika kendali glikemik sangat buruk dan disertai kondisi
katabolisme seperti gula darah puasa > 250 mg/dL, kadar glukosa darah acak
menetap > 300 mg/dL.
Terapi ini bisa dihentikan jika kadar gula dalam darah telah normal dan
stabil. Diperlukan kerjasama yang baik antara dokter, diabetesi dan keluarga
untuk hasil yang maksimal.
7. Komplikasi
Komplikasi menurut Ikram
(1996) adalah:
a.
Akut
1) Hypoglikemia
2) Ketoasidosis
3) Diabetik
b.
Kronik
1) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah
besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah
kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.
3)
Neuropati
diabetic.
Komplikasi diabetes
Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999):
a.
Komplikasi akut
1)
Kronik hipoglikemia
2)
Ketoasidosis untuk DM tipe I
3)
Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b.
Komplikasi kronik
1)
Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2)
Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati
diabetik dan nefropati diabetik
3)
Neuropati diabetic
4) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru
dan infeksi saluran kemih
5)
Ulkus diabetikum
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus
yang disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas
dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi
karena arteri menyempit
dan juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta diatas.
dan juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta diatas.
Grade ulkus
diabetikum yaitu :
a).
Grade 0 : tidak ada luka
b).
Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
c).
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d).
Grade III : terjadi abses
e).
Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal
f).
Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkak bawah
distal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar