Masa remaja
merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun
peranan seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai
tanda awal keremajaan ternyata tidak valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia
belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami
pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah
siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang
dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan
balita yang perkembangan yang pasti. Dalam perkembangan seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di
lain waktu meraka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa ( Guntur ,2009 ).
Memang
banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali
perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan sesorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang
dihadapi oleh remaja semaik kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai
dimensi kehidupan dalam diri meraka ( Guntur , 2009 ).
Pada masa
pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
1) Folicle stimulating hormone (FSH)
2)Luteinizing hormone (LH). Pada anak
perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesteron: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut diatas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot,
dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk
fisik meraka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa
meraka pada dunia remaja ( Guntur , 2009 ).
Definisi tentang arti kesehatan Reproduksi
yang telah diterima secara internasional yaitu : keadaan fisik, mental, dan
social yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan system, fungsi-fungsi
dan proses reproduksi. Selain itu juga mencakup hak produksi yang didasarkan
pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk
menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, jarak
kelahiran anak, dan menentukan kelahiran anak mereka (Wijayanti, 2009)
Kesehatan
Reproduksi merupakan aspek yang menjadi perhatian setelah upaya kesehatan pada
umumnya tercapai namun sekarang setelah taraf kesehatan semakin merata, maka
upaya pencapaian kesehatan Reproduksi dilakukan setaraf dengan pencapaian
kesehatan lainnya.
Jangkauan
kesehatan Reproduksi dalam hal ini lebih luas lagi yaitu upaya mencapai tingkat
keamanan ibu dan anak dalam proses kehamilan, proses persalinan dan nifas.
Masalah infertilitas dan endokrinologi Reproduksi, antara lain tumor /
keganasan pada wanita, khususnya yang berkaitan pada organ, yaitu uterus
(rahim), ovarium (indung telur) dan vagina (Wijayanti, 2009).Menjadi remaja
berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan
menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badan dan pematangan organ-organ
Reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Di Indonesia
saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya satu dari lima orang
Indonesia berada dalam rentan usia remaja. Mereka adalah calon generasi penerus
bangsa dan akan mejadi orang tua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat
dibayangkan, betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini
kelak di kemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa
di maas depan (Jameela, 2008).
Selama ini
seluk beluk kesehatan Reproduksi remaja masih belum cukup dipahami baik oleh
orang tua, guru, pemuka masyarakat, tokoh masyarakat dan remaja itu sendiri.
Akibatnya remaja tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk menghadapi
berbagai perubahan, gejolak dan masalah yang sering timbul pada masa remaja.
Sehingga mereka terjebak dalam masalah fisik, psikologis dan emosional yang
kadang-kadang sangat merugikan seperti, depresi, kehamilan tak diharapkan,
penyakit dan infeksi menular seksual, hal ini tidak akan terjadi bila mereka
mendapat informasi yang benar.
Informasi
tentang kesehatan Reproduksi bagi remaja akan berguna untuk :
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman
remaja maupun orang dewasa mengenai pentingnya kesehatan reproduksi Remaja
(KRR)
2. Mempersiapkan remaja menghadapi dan
melewati masa pubertas yang sering kali cukup berat
3. Melindungi anak dan remaja dari berbagai
resiko kesehatan reproduksi terhadap infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS
serta kehamilan tak diharapkan (KTD)
4. Membuka akses pada informasi dan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja melalui sekolah maupun luar sekolah (Ciptorini,
2007).
Untuk
mengejar ketinggalan dari masalah yang terus berlipat ganda bagai deret ukur
dibutuhkan lebih dari sekedar pencanangan pelaksanaan pendidikan kesehatan
reproduksi remaja. Begitu banyak hal terkait yang bias dilakukan melalui kerja
sama antara pemerintah dengan berbagai pihak antara lain : mengkaji ulang dan
membuka peluang perubahan aturan, hokum dan perundangan : seperti undang-undang
nomer 1 tahun 1974 yang memberikan celah bagi terjadinya pernikahan dini, dan
undang-undang nomer 20 tahun 1992 yang mengganjal layanan kesehatan reproduksi
untuk remaja putrid yang belum menikah, serta seluruh aturan dan kebijakan yang
dibuat berlandaskan undang-undang tersebut (Jameela, 2008).
Kejadian
yang penting dalam pubertas adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya
ciri-ciri kelamin sekunder, menarche dan perubahan psikis. Menstruasi merupakan
proses pelepasa dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan
terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi
pertama (menarche) pada remaja putrid sering terjadi pada usia 11 tahun. Namun,
tidak menutup kemungkinan terjadi pada rentan usia 8-16 tahun. Menstruasi
merupakan pertanda masa reproduksi pada
kehidupan seorang perempuan, yang dimulai dari menarche sampai terjadinya menopause (Medicastore, 2008).
Kematangan
seksual atau kematangan fisik yang normal itu umumnya berlangsung pada usia 11
sampai 18 tahun. Namun ada kalanya juga kematangan tersebut lebih cepat atau
lebih lambat dari 11-18 tahun. Sebab dari percepatan atau kelambatan tadi belum
dapat diterangkan dengan jelas. Namun ada pendapat yang mengatakan, bahwa
peristiwa ini disebabkan antara lain oleh pengaruh ras, iklim setempat, cara
hidup yang semuanya itu mempengaruhi kematangan fisik tersebut.
Kematangan
seksual atau kematangan fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan
kelenjar kelamin yaitu testis pada anak laki-laki dan ovarium pada anak
perempuan, beserta membesarnya alat-alat kelaminnya (ciri kelamin primer).
Sebelumnya peristiwa ini didahului oleh tanda-tanda kelami sekunder, yang
secara kronologis mendahului cirri-ciri kelamin primer. Selanjutnya tanda
kelamin sekunder itu antara lain ialah : gangguan pada peredaran darah,
berdebar-debar, menggigil, mudah capek, dan kepekaan yang makin meninggi dari
system syaraf : pertumbuhan rambut pada alat kelami dan ketiak, tumbuhnya kumis
dan jambang pada anak laki-laki, dan perubahan suara. Disamping ini kita
melihat pula gejala-gejala khusus pada anak-anak perempuan yaitu : meluasnya
dan tumbuhnya payudara, menebalnya lapisan lemak disekitar pinggul, paha, dan
parut (Kartono, 2006).
Bagi remaja putrid, mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur pada
masa-masa awal adalah hal yang normal. Mungkin saja remaja putrid mengalami
jarak antara 2 siklus berlangsung selama 2 bulan atau dalam 1 bulan terjadi 2
siklus. Namun jangan khawatir, setelah beberapa lama siklus akan menjadi lebih
teratur.
Setiap
bulan, setelah hari ke-5 dari sikuls menstruasi, endometrium mulai tumbuh dan
menebal sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Sekitar
hari ke-14 terjadi pelepasan telur dari ovarium (disebut ovulasi) sel telur ini
masuk ke dalam salah satu tuba falopi. Didalam tuba falopi dapat terjadi
pembuahan oleh sperma. Jika terjadi pembuahan sel telur akan masuk ke dalam
tahaim dan mulai tumbuh menjadi janin sehingga terjadilah kehamilan. Pada
sekitar hari ke 28, jika tidak terjadi pembuahan, maka endometrium akan
dilepaskan dan terjadilah perdarahan atau disebut sebagai siklus menstruasi
(Medicastore, 2008)
Siklus menstruasi dibagi menjadi 3 fase yakni:
1. Fase folikuler
Fase
polikuler dimulai dari hari ke1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan
terjadi pelepasan sel telur (Ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada
saat ini terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase
polikuler, kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar
3-30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur. Tetapi hanya 1 folikel
yang terus tumbuh dan yang lainnya hancur. Sebagian endometrium dilepaskan
sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone.
Endometrium terdiri dari 3 lapisan lapisan paling atas dan lapisan tengah
dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan
sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan.
2. Fase ovulator
Fase
ovulator dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel
telur. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16-32 jam setelah terjadi
peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium,
akhirnya pecah dan melapaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita
merasakan nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz yang berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa jam.
3. Fase lutral
Fase ini
terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah
melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus
luteum yang menghasilkan sejumlah besar progesterone. Setelah 14 hari, korpus
luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi
pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Hormon ini
memelihara hormonya luteum yang menghasilkan progesteron sampai janin bisa menghasilkan
hormonnya sendiri (Medicastore, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar