A.
Terapi
Bermain
1.
Pengertian
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial (Widyasari, 2009).
Bermain adalah suatu cara mengoptimalkan
kemampuan kognitif, fisik, motorik, dan psikososial seorang anak dengan cara
memberikan stimulasi (Aswin, 2009).
Terapi bermain adalah suatu cara untuk
mengetahui tingkat perkembangan motorik bayi ataupun balita dengan berbagai
jenis permainan sesuai dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki anak sehingga
anak tidak mengalami gangguan perkembangan (Aswin, 2009).
2.
Manfaat Bermain
a.
Untuk mengoptimalkan perkembangan
fisik dan mental anak,
b. Memenuhi kebutuhan emosi anak,
c.
Mengembangkan kreatifitas anak,
d. Sebagai nilai terapeutik karena bermain dapat
mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan,
e.
Membantu proses sosialisasi anak
(Irwan, 2004).
3.
Bentuk Permainan Anak
Menurut Soedjatmiko (2009), bentuk permainan
anak dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu Permainan Aktif, Permainan
Pasif dan Permainan Fantasi.
a.
Permainan
Aktif
Permainan aktif adalah
permainan yang biasanya melibatkan lebih dari satu
orang anak. Bentuknya bisa berupa olahraga yang bermanfaat untuk mengolah
kemampuan kinestesik dan lebih jauh lagi bisa memotivasi anak untuk belajar
meraih keunggulan, serta belajar bertahan dalam persaingan. Bentuk permainan
seperti ini secara tidak langsung juga melatih aspek kognitif anak untuk
belajar mengatur dan menentukan strategi dalam meraih kemenangan, serta
mengasah aspek afektif anak untuk bersikap sportif dan belajar menerima
kekalahan ketika ia gagal.
b.
Permainan
Pasif
Permainan pasif adalah
permainan yang bersifat mekanis dan biasanya
dilakukan tanpa teman yang nyata, bentuk konkretnya seperti main game dan
menonton TV. Dalam kondisi tertentu, ketergantungan terhadap permainan pasif
bisa menghambat kreativitas anak. Anak menjadi kurang kreatif karena terbiasa
dengan program yang sudah siap pakai.
c.
Permainan
fantasi
Permainan fantasi
adalah permainan imajinasi yang diciptakan sendiri
oleh anak dalam dunianya. Kita mungkin sering melihat dan mendengar anak kecil
berbicara sendiri ketika bermain boneka. Sebenarnya ia memiliki fantasi dan
imajinasi sendiri mengenai tokoh yang dimainkannya melalui boneka itu.
Permainan seperti ini baik untuk kecerdasan otak kanan karena dengan sendirinya
anak belajar berperan dengan berbagai karakter yang diciptakannya, merasakan
sisi emosional tokoh-tokoh yang ada dalam imajinasinya, serta lambat laun akan
memahami nilai baik dan buruk sebuah sikap dan sifat. Namun, sebaiknya anak
diberikan ruang dan waktu untuk bermain secara berimbang antara permainan
aktif, pasif dan fantasi agar kecerdasan otaknya juga seimbang.
4.
Jenis Permainan
Untuk memilih mainan yang sesuai umur dan
perkembangan anak, dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.
Mainan untuk tahap
sensorik motorik anak (0-1 tahun)
Pada tahap ini anak sudah bisa menikmati gerakan demi
gerakan, dalam taraf belajar menguasai dan mengkoordinasikan ketrampilan
motorik halus dan motorik kasar. Dalam bermain anak mulai mempraktekan
dan mengendalikan gerakannya serta menggali pengalaman dengan penglihatan, suara,
sentuhan (Siswono, 2004).
Jadi sejak usia 2-3 bulan ketika anak sudah mulai bisa
diajak berkomunikasi atau bereaksi terhadap keadaan sekitarnya (contoh : gerakan
tangan atau permainan mimik sang ibu) maka anak sudah bisa diberi mainan
(Siswono, 2004).
Pada tahap ini mainan sebaiknya yang tahan banting, tidak
mudah tertelan, mainan yang bersuara mengandung unsur warna tapi tidak beracun,
bisa di gigit-gigit, di banting, di putar-putar atau di pukul-pukul (Siswono,
2004).
Mainan yang bisa mengembangkan sensorik, merangsang
gerakan dan konsentrasi mata serta belajar menggapai dan mengenalkan warna permainan
yang berbau dan berwarna, contoh mainan yang digantung di boks dengan berbagai
warna (Widyasari, 2009).
Selepas ini perkembangan anak tidak berhenti sampai
disini, maka perlu diperkaya lagi sesuai dengan perkembangan kemampuan
motoriknya tersebut misalnya dengan sepeda roda tiga, menyusun manik dan
lain-lain (Widyasari, 2009).
b. Mainan
Masa Balita (1-3 tahun)
Pada tahap ini sudah menggunakan simbol dan bermain
mempelajari bahasa dan belajar membuat sesuatu, seperti : anak usia 3 tahun
lebih suka bermain dalam kelompok kecil dan mempelajari kehidupan dengan
permainan berpura-pura (make belive play).
Anak juga mulai mengembangkan keterampilan bahasa dengan mengucapkan kalimat
sederhana tentang sesuatu yang dilihatnya dalam gambar dan bertanya jawab. Oleh
karena itu diperlukan orang tua yang mau bercerita pada anak (Gunardi, 2008).
Selain itu pada tahap ini anak mulai mengembangkan
kecerdasan (mengenal warna, berhitung), melatih daya imajinasi, mempraktekan beberapa ketrampilan barunya
seperti menamai, mencocokan, menebak, atau membandingkan (Gunardi, 2008).
Anak juga menyukai
aktifitas fisik, bergerak kesana-kemari untuk mengembangkan motorik kasar dan
halus seperti belajar masuk, keluar, naik turun. Mainan yang bisa membantu perkembangan motorik
halus dan kasar adalah mainan yang bisa membuat anak menggerakkan seluruh
anggota badan, contoh motorik halus yaitu bola, kantong berisi biji-bijian,
kardus dengan berbagai ukuran, lilin, air, pasir, puzzle sederhana (Gunardi,
2008).
c.
Mainan Tahap Prasekolah
Akhir (3-5 Tahun)
Pada masa ini, inisiatif anak mulai berkembang dan
anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal-hal disekitarnya. Anak mulai bermain fantasi dan
mempelajari model keluarga atau bermain peran, seperti peran guru, ibu, dan
lain-lain.
Alat
permainan yang dianjurkan , misalnya buku, majalah, alat tulis, balok, dan
aktivitas berenang. Dalam bermain, anak hendaknya memiliki teman. Pada masa ini
bermain mempunyai tuuan sebagai berikut :
1)
Mengembangkan
kemampuan berbahasa, berhitung, serta menyamakan dan membedakan.
2)
Merangsang
daya imajinasi
3)
Menumbuhkan
sportivitas, kreativitas, dan kepercayaan diri.
4)
Memperkenalkan
ilmu pengetahuan, suasana gotong royong, dan kompetisi
5)
Mengembangkan
koordinasi motorik, sosialisasi, dan kemampuan untuk mengendalikan emosi.
Menurut Soedjatmiko (2006), anak usia 5 tahun mulai
memerlukan materi kreatif maka diperlukannya alat-alat bermain yang bersifat
edukatif (APE) misal;
1)
Untuk mengenalkan pada alam bisa dengan kaca pembesar,
air, pasir, tempat makan burung, berbagai daun dan bunga (mainan yang berasal
dari alam).
2)
Untuk mengenal penjumlahan bisa dengan papan dengan kartu
nomor, wadah dengan berbagai bentuk dan ukuran, benda-benda kecil untuk
dihitung, atau kertas gambar bertuliskan angka.
3)
Untuk mengenalkan panca indera bisa dengan mainan yang
berbau, bisa dicium, bisa dimakan yang memiliki aneka rasa (manis, asin, asam),
kotak berlubang untuk meraba benda di dalamnya.
Alat
terapi bermain yang digunakan tidak jauh-jauh dari permainan anak-anak, seperti
rumah boneka dan perlengkapannya, boneka tangan, lempar tanah yang aman dan
lainnya. Memang tidak bisa dikatakan ada permainan khusus untuk terapi bermain
tapi ada alat-alat yang tidak diperjualbelikan di toko anak-anak biasa. Dalam
terapi bermain, metode yang digunakan adalah metode kognitif, yaitu
pengungkapan masalah dengan bercerita, yang dibantu alat bermain
(Tedjasyahpoetra, 2009).
Kegunaan
dari terapi bermain sendiri adalah membantu anak yang memiliki masalah
emosional, kecemasan karena stress, tekanan atau depresi. Sehingga
perasaan-perasaan tadi bisa berkurang dan anak-anak diharapkan bisa mengatasi
masalahnya sendiri. Seorang anak yang mampu mengatasi permasalahan emosinya
diharapkan menjadi individu yang lebih percaya diri, tahu kelemahan dan
kelebihan sehingga mereka siap menghadapi tantangan di jamannya
(Tedjasyahpoetra, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar