Kecemasan
merupakan faktor psikologis yang mempengaruhi kualitas tidur. Menurut kamus
psikologis Chaplin (2000) kecemasan adalah perasaan campuran berisikan
ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
untuk ketakutan tersebut. Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang
sumbernya tidak diketahui, samar-samar dan konfliktual (Kaplan,1997).
Kecemasan
adalah perasaan takut yang bersifat relatif lama pada suatu yang tidak jelas
dan berhubungan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya, kodisi
tersebut juga diikuti oleh perasaan isolasi, mengasingkan diri dan perasaan
tidak aman, keadaan emosi tersebut tidak memiliki obyek yang spesifik, dialami
secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart dan
Laraia,1998). Menurut Stuart dan Sundeen (1998) kecemasan adalah emosi dan
pengalanan individu yang terlihat, kecemasan merupakan sebuah energi yang tidak
dapat diobservasi secara langsung, kecemasan juga merupakan emosi tanpa obyek
tertentu, hal tersebut dibuktikan dengan sesuatu yang tidak diketahui dari
semua pengalaman baru seperti masuk sekolah, mengawali pekerjaan baru atau
melahirkan seorang anak.
Stuart dan
Sundeen (1998) berpendapat bahwa individu yang cemas merasa bahwa
kepribadiannya terancam, kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk
bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan.
|
Gambar 1. Rentang respon
kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1998)
1. Gambaran klinis.
Hawari
(2002) mengemukakan gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronis
(menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Diperkirakan jumlah
mereka yang menderita gangguan kecemasan baik akut maupun kronis mencapai 5%
dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2:1 dan
diperkirakan antara 2-4% diantara penduduk saat dalam kehidupannya pernah
mengalami gangguan cemas.
Hawari
(2002) mengemukakan keluhan-keluhan yang sering dilontarkan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan adalah sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung
b. Merasa tegang, tidak tegang, gelisah, mudah
terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan
banyak orang.
d. Ganguan pola tidur dan mimpi-mimpi yang
menegangkan.
e. Ganguan konsentrasi dan daya ingat.
2. Tingkatan kecemasan
Kaplan
(1997) yang mengatakan kecemasan dibedakan menjadi kecemasan normal dan
patologik. Sedangkan dalam Diaqnostic and Satistic Manual of Mental
Diserders-IV (DSM-IV) yang dikutip Kaplan & Sadock (1997) gangguan
kecemasan meliputi gangguan panik dengan tanpa agorafobia, agorafobia tanpa
riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan sosial, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan karena kondisi medis umum, gangguan
kecemasan akibat zat dan gangguan kecemasan yang tidak ditentukan.
Sedangkan
klasifikasi kecemasan menurut Stuart dan Laraia (1998) dibagi menjadi empat
tingkat (level) yaitu kecemasan
ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan panik.
Manifestasi
gejala kecemasan berdasarkan tingkatannya adalah:
a. Cemas ringan.
Merupakan kecemasan yang
berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada serta meningkatkan lapang persepsinya, individu
melihat, mendengar serta memegang secara lebih dibanding sebelumnya. Kecemasan
pada tingkatan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan perkembangan serta
kreatifitas.
b. Cemas sedang.
Kecemasan pada tingkatan ini
memungkinkan seseorang hanya berfokus pada persoalan yang sedang dihadapi,
melibatkan penyempitan lapang persepsi sehingga individu kurang melihat,
mendengar dan menggenggam dibanding sebelumnya. Individu menahan beberapa area
terpilih tetapi dapat menyelesaikan jika diarahkan.
c. Cemas berat
Kecemasan berat ditandai oleh
penurunan lapang persepsi, individu cenderung berfokus pada sesuatu yang khusus
dan detail dan tidak berfikir tentang hal-hal lain. Semua tingkah laku
ditujukan pada pengurangan kecemasan dan memerlukan banyak bimbingan untuk
berfokus pada area yang lain.
d. Panik.
Panik berhubungan dengan
perasaan takut, ketakutan dan teror karena kehilangan kendali/kontrol secara
lengkap, individu tidak edapat melakukan sesuatu walaupun dengan bimbingan.
Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, penurunan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsinya menyimpang dan
kehilangan pikiran yang rasional.
3. Gangguan kecemasan
Frisch
& Frisch (1998) mengemukakan ganguan kecemasan dibagi menjadi enam
tingkatan dengan karakteristik gejalanya yang meliputi:
a. Ganguan kecemasan umum.
Merupakan kecemasan yang
berfokus pada kejadian atau aktifitas hidup. Tanda dan gejala meliputi :
gelisah, fatique, sulit berkonsentrasi (kelelahan abnormal), mudah tersinggung,
ketegangan otot dan gangguan tidur.
b. Gangguan panik
Ganguan panik adalah episode
kecemasan yang berbeda yang terus menerus dan di mulai secara mendadak dan
mencapai puncak dalam waktu 10 menit. ditandai dengan Palpitasi, berkeringat,
gemetar, nafas pendek, perasaan tersedak, nyeri dada, mual, pusing, marah
akibat kehilangan kontrol, marah akibat dying
(berduka) atau kegagalan dan perasaan gangguan realitas.
c. Agora Phobia
Merupakan kecemasan akut yang
muncul ditempat yang ramai, takut sendirian, katut terhadap beberapa kondisi
fisik dimana individu berusaha melarikan diri dari masalah. Gejala yang
menyertai agora phobia adalah rasa cemas yang terus menerus dan takut kehilangan
kontrol yang menyebabkan perasaan takut dan berusaha menghindari situasi yang
menyebabkan kecemasan.
d. Phobia.
Phobia adalah ketakutan yang
menetap atau tidak beralasan pada situasi atau objek tertentu. Ketakutan ini
berkembang diantara populasi umum. Gejala phobia adalah ketakutan yang diikuti
dengan peningkatan aktifitas kehidupan.
e. Gangguan obsessive compulsive.
Kelainan ini ditandai dengan
pengulangan secara tidak sengaja, pikiran-pikiran yang tidak dapat diabaikan
oleh seseorang dan melakukan aktivitas yang diulang-ulang yang diduga untuk
mengurangi kecemasan. Obsessive
compulsive dilakukan untuk mengatasi kecemasan yang hebat, gejala yang
menyertai adalah individu menyadari bahwa pikiran dan perilakunya tidak
beralasan.
Kaplan
(1997) menjelaskan pada gangguan kecemasan atau kecemasan patologis, untuk
mendiagnosis didasarkan pada ketentuan atau kriteria tanda dan gejala yang
tercantum dalam DSM-IV sesuai dengan klasifikasinya.
4. Penyebab.
a. Faktor Predisposisi.
1) Teori Psikologis.
a) Teori Psikoanalitik.
Kalpan (1997) kecemasan
adalah suatu dorongan yang tidak dapat diterima untuk mendapatkan perwakilan
dan pelepasan sadar, kecemasan merupakan konflik emosional antara dua elemen
kepribadian id dan super ego dan berfungsi mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Teori Perilaku.
Teori perilaku
menyebabkan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap
stimuli lingkungan spesifik, teori perilaku dengan pendekatan kognitif pada
kecemasan menyatakan bahwa pada berfikir yang salah atau tidak produktif menyertai
atau mendahului perilaku maladaptif dan gangguan emosional, menurut salah satu
model pasien yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih terhadap
derajat bahaya dan kemungkinan bahaya didalam situasi tertentu dan cenderung
menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman yang datang kepada
kesehatan fisik atau psikologisnya (Kaplan, 1997).
c) Teori Interpersonal
Menurut Hartoyo (2004)
kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan
penolakan interpersonal, kecemasan ini berhubungan dengan perkembangan trauma
seperti perpisahan atau kehilangan yang menimbulkan kelemahan tertentu.
d) Teori Eksistensial
Teori
eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan kecemasan umum
dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik
untuk suatu perasaan kecemasan yang kronis. Konsep inti dari teori eksistensial
adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol didalam
dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu dari pada penerimaan kematian
mereka yang tidak dapat di hindari .
2) Teori Biologis
Kajian
biologis menunjukan adanya komponen yang terlibat dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan (Kaplan, 1997).
b. Faktor Presipitasi
Menurut
Stuart (1998) stresor pencetus dapat di kelompokkan menjadi dua kategori yang
meliputi :
1. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi
ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau menurunya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari -hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri meliputi
hal-hal yang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi integritas
sosial.
5. Manajemen kecemasan
Manajemen kecemasan baik pada
tahap pencegahan maupun terapi menurut Hawari (2002) memerlukan suatu metode
pendekatan yang bersifat holisrik yang mencakup fisik (somatik), psikologik,
psikososial dan psikoreligius.
6. Pengukuran tingkat kecemasan
Test-test kecemasan dengan
pertanyaan langsung, mendengarkan kriteria penderita, serta mengobservasinya
terutama perilaku non verbal. Ini sangat berguna dalam menentukan adanya
kecemasan dan untuk mengetahui tingkatannya. Penting untuk diketahui adalah
adanya tanda-tanda tremor, tatapan mata kurang atau menerawang, kurang senyum,
otot-otot muka lebih mudah dikontrol. Oleh karena itu penderita dapat saja
berpura-pura tidak cemas, tetapi gerakan lain seperti tersebut diatas kurang
dapat dikontrol.
Pengukuran tingkat kecemasan
dapat diukur dengan menggunakan skala Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS) (Nursalam, 2003). Adapun penilaian HARS adalah:
0 : tidak
ada (tidak ada gejala sama sekali)
1 : ringan
(satu gejala dari pilihan yang ada)
2 : sedang
(separuh dari gejala yang ada)
3 : berat
(lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 : sangat
berat (semua gejala ada)
Sedangkan
derajat kecemasan dikategorikan dengan cara:
Score
<6 (tidak ada kecemasan)
6-14
(kecemasan ringan)
15-27
(kecemasan sedang)
>27
(kecemasan berat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar