Jumat, 04 Oktober 2013

Frekuensi Nyeri Persalinan pada Primigravida

Frekuensi nyeri merupakan jumlah nyeri yang ditimbul dalam periode atau rentan waktu tertentu. Dalam hal ini, nyeri yang ditimbulkan berasal dari kontraksi, sehingga perhitungan frekuensi nyeri didasarkan pada frekuensi kontraksi atau his yang timbul dalam tiap 10 menit. Semakin sering terjadi kontraksi, semakin sering pula ibu merasakan nyeri. 
Berdasarkan  hasil penelitian pada tabel 5.5 tentang frekuensi nyeri persalinan normal kala I fase aktif pada ibu primigravida di wilayah kerja puskesmas Ungaran menunjukan frekuensi nyeri persalinan sebanyak 3 kali dalam 10 menit sejumlah 1 orang (4,5%), 4 kali dalam 10 menit sejumlah 13 orang (59,1%) sedangkan 5 kali dalam 10 menit sejumlah 8 orang (36,4%).
            Dari hasil penelitian diatas dapat terlihat perbedaan frekuensi nyeri yang dalam penelitian ini adalah frekuensi kontraksi yang terjadi dalam 10 menit. Perbedaan ini dipengaruhi karena aktivitas rahim (miometrium). Aktivitas rahim inilah yang menghasilkan his atau yang lebih dikenal dengan kontraksi. Aktivitas rahim akan terus berlangsung dari akhir kehamilan, melalui proses persalinan sampai lahirnya bayi dan plasenta (ari-ari) hingga rahim kembali seperti semula.
            Akivitas rahim dimulai saat kehamilan. Pada saat Dalam Prawirohardjo (2008) dijelaskan His sesudah kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai. Sumarah (2009) mengatakan pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi selama 15-20 detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik.          
            Dalam Veralls (2003) dijelaskan menjelang akhir kehamilan, glandula adrenalis fetus mensekresi hormone kortisol dan androgen dengan kadar yang meningkat dan hormon ini merangsang plasenta untuk meningkatkan sekresi esterogen dan relaksin yang dihasilkannya. Produksi progesterone tidak berubah, tetapi perubahan keseimbangan esterogen atau progesteron dan relaksin akan mengurangi efek relaksasi otot-otot uterus pada gilirannya hal ini akan menyebabkan pelepasan prostaglandin yang meningkatkan kemampuan otot uterus  untuk berkontraksi. Pelepasan prostaglandin disertai pelepasan oksitosin dari galndula pituitaria posterior. Dilatasi SBR pada akhir kehamilan juga dipercaya merangsang pelepasan oksitosin. Fungsi oksitosin, tentu saja untuk merangsang kontraksi uterus.
            Saat penelitian berlangsung, peneliti melakukan pemeriksaan abdomen, dengan meletakkan tangan diatas perut ibu, untuk menghitung lamanya kontraksi. Pemeriksaan dimulai, saat responden terlihat merasakan nyeri, dan perut ibu terlihat membulat dan mengeras. Saat itulah mulai dilakukan perabaan diatas perut ibu, dan dihitung dengan detik dan banyaknya kontraksi dalam 10 menit. Selama penelitian, ibu terlihat kesakitan pada saat terjadi kontraksi, dan mulai tenang saat kontraksi mulai hilang.
Hal ini sesuai dengan Sumarah (2009) yang mengatakan pemeriksaan kontraksi uterus meliputi frekuensi, durasi/lama, intensitas / kuat lemahnya. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi berikutnya. Pada saat memeriksa durasi / lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi uterus, karena bila berpedoman pada rasa sakit yang ibu bersalin rasakan kurang akurat. Pada saat awal kontraksi biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu juga saat kontraksi sudah berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu juga dalam menentukan intensitas kontraksi uterus / kekuatan  kontraksi uterus, hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil dari seberapa reaksi nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi.
Pada saat dilakukan penelitian dengan pemeriksaan kontraksi, peneliti merasakan peningkatan kontraksi pada saat mendekati persalinan. Frekuensinya meningkat dari yang awalnya 3 menjadi 4 kali tiap 10 menitnya, dan yang semula 4 menjadi 5. Hal ini merupakan tanda kemajuan persalinan. Lama kontraksi yang semula menjadi 30 detik menjadi 40 detik. Hal ini sesuai dengan Prawirohardjo (2009) Tekanan uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Durasi his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan persalinan sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II.
Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukan frekuensi nyeri persalinan sebanyak 3 kali dalam 10 menit sejumlah 1 orang (4,5%), 4 kali dalam 10 menit sejumlah 13 orang (59,1%) sedangkan 5 kali dalam 10 menit sejumlah 8 orang (36,4%) merupakan hal yang normal dialami pada ibu bersalin fase aktif dengan pembukaan 9 ke 10..
Dari hasil penelitian, frekuensi 3 , 4 dan 5 adalah frekuensi normal yang dialami ibu bersalin karena masih terdapat fase istirahat yang merupakan  fase antara kontraksi satu dengan kontraksi berikutnya. Frekuensi ini akan menjadi patologis bila tidak terdapat fase istirahat antar kedua kontraksi yang lebih dikenal dengan tetania uteri. Dalam Nugraheni (2010) menjelaskan tetania uteri adalah kontraksi yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingg tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim. Dalam penelitian ini, frekuensi nyeri yang terjadi normal karena sesuai dengan kriteria kontraksi sempurna yang disebutkan oleh Prawirohardjo (2009) yaitu kontraksinya simetris, kontraksi terkuat ada pada fundus, dan terjadi fase relaksasi sesudah itu.

Frekuensi nyeri mempengaruhi ibu bersalin dalam merespon nyeri. Semakin sering kontraksi timbul, semakin sering ibu merasakan ibu nyeri, meskipun ambang nyeri tiap individu berbeda. Pada saat ibu bersalin belum siap menghadapi persalinan, kurang matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ia hadapi akan bereaksi serius dengan berteriak keras saat kontraksi walaupun kontraksinya lemah. Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan, kesabaran yang kuat pernah melahirkan, didampingi keluarga dan didukung oleh penolong persalinan yang professional, dapat menggunakan teknik pernafasan untuk relaksasi, maka selama kontraksi yng kuat tidak akan berteriak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar