Frekuensi
nyeri merupakan jumlah nyeri yang ditimbul dalam periode atau rentan waktu
tertentu. Dalam hal ini, nyeri yang ditimbulkan berasal dari kontraksi,
sehingga perhitungan frekuensi nyeri didasarkan pada frekuensi kontraksi atau
his yang timbul dalam tiap 10 menit. Semakin sering terjadi kontraksi, semakin
sering pula ibu merasakan nyeri.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 tentang
frekuensi nyeri persalinan normal kala I fase aktif pada ibu primigravida di
wilayah kerja puskesmas Ungaran menunjukan frekuensi nyeri persalinan sebanyak
3 kali dalam 10 menit sejumlah 1 orang (4,5%), 4 kali dalam 10 menit sejumlah
13 orang (59,1%) sedangkan 5 kali dalam 10 menit sejumlah 8 orang (36,4%).
Dari hasil penelitian diatas dapat
terlihat perbedaan frekuensi nyeri yang dalam penelitian ini adalah frekuensi
kontraksi yang terjadi dalam 10 menit. Perbedaan ini dipengaruhi karena
aktivitas rahim (miometrium). Aktivitas rahim inilah yang menghasilkan his atau
yang lebih dikenal dengan kontraksi. Aktivitas rahim akan terus berlangsung
dari akhir kehamilan, melalui proses persalinan sampai lahirnya bayi dan
plasenta (ari-ari) hingga rahim kembali seperti semula.
Akivitas rahim dimulai saat
kehamilan. Pada saat Dalam Prawirohardjo (2008) dijelaskan His sesudah
kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan sering. Sesudah 36 minggu aktivitas
uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai. Sumarah (2009) mengatakan
pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi selama 15-20 detik. Pada saat
memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik.
Dalam Veralls (2003) dijelaskan
menjelang akhir kehamilan, glandula adrenalis fetus mensekresi hormone kortisol
dan androgen dengan kadar yang meningkat dan hormon ini merangsang plasenta
untuk meningkatkan sekresi esterogen dan relaksin yang dihasilkannya. Produksi
progesterone tidak berubah, tetapi perubahan keseimbangan esterogen atau
progesteron dan relaksin akan mengurangi efek relaksasi otot-otot uterus pada
gilirannya hal ini akan menyebabkan pelepasan prostaglandin yang meningkatkan
kemampuan otot uterus untuk
berkontraksi. Pelepasan prostaglandin disertai pelepasan oksitosin dari
galndula pituitaria posterior. Dilatasi SBR pada akhir kehamilan juga dipercaya
merangsang pelepasan oksitosin. Fungsi oksitosin, tentu saja untuk merangsang
kontraksi uterus.
Saat penelitian berlangsung,
peneliti melakukan pemeriksaan abdomen, dengan meletakkan tangan diatas perut
ibu, untuk menghitung lamanya kontraksi. Pemeriksaan dimulai, saat responden
terlihat merasakan nyeri, dan perut ibu terlihat membulat dan mengeras. Saat
itulah mulai dilakukan perabaan diatas perut ibu, dan dihitung dengan detik dan
banyaknya kontraksi dalam 10 menit. Selama penelitian, ibu terlihat kesakitan
pada saat terjadi kontraksi, dan mulai tenang saat kontraksi mulai hilang.
Hal
ini sesuai dengan Sumarah (2009) yang mengatakan pemeriksaan kontraksi uterus
meliputi frekuensi, durasi/lama, intensitas / kuat lemahnya. Frekuensi dihitung
dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi berikutnya. Pada saat
memeriksa durasi / lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan
kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi uterus, karena bila berpedoman pada
rasa sakit yang ibu bersalin rasakan kurang akurat. Pada saat awal kontraksi
biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu juga saat kontraksi sudah
berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu juga dalam menentukan
intensitas kontraksi uterus / kekuatan
kontraksi uterus, hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil
dari seberapa reaksi nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi.
Pada
saat dilakukan penelitian dengan pemeriksaan kontraksi, peneliti merasakan
peningkatan kontraksi pada saat mendekati persalinan. Frekuensinya meningkat
dari yang awalnya 3 menjadi 4 kali tiap 10 menitnya, dan yang semula 4 menjadi
5. Hal ini merupakan tanda kemajuan persalinan. Lama kontraksi yang semula
menjadi 30 detik menjadi 40 detik. Hal ini sesuai dengan Prawirohardjo (2009) Tekanan
uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his
menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Durasi his meningkat dari hanya 20 detik
pada permulaan persalinan sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada
permulaan kala II.
Dari
hasil penelitian yang didapatkan menunjukan frekuensi nyeri persalinan sebanyak
3 kali dalam 10 menit sejumlah 1 orang (4,5%), 4 kali dalam 10 menit sejumlah
13 orang (59,1%) sedangkan 5 kali dalam 10 menit sejumlah 8 orang (36,4%)
merupakan hal yang normal dialami pada ibu bersalin fase aktif dengan pembukaan
9 ke 10..
Dari
hasil penelitian, frekuensi 3 , 4 dan 5 adalah frekuensi normal yang dialami
ibu bersalin karena masih terdapat fase istirahat yang merupakan fase antara kontraksi satu dengan kontraksi
berikutnya. Frekuensi ini akan menjadi patologis bila tidak terdapat fase
istirahat antar kedua kontraksi yang lebih dikenal dengan tetania uteri. Dalam
Nugraheni (2010) menjelaskan tetania uteri adalah kontraksi yang terlalu kuat
dan terlalu sering sehingg tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim.
Dalam penelitian ini, frekuensi nyeri yang terjadi normal karena sesuai dengan kriteria
kontraksi sempurna yang disebutkan oleh Prawirohardjo (2009) yaitu kontraksinya
simetris, kontraksi terkuat ada pada fundus, dan terjadi fase relaksasi sesudah
itu.
Frekuensi
nyeri mempengaruhi ibu bersalin dalam merespon nyeri. Semakin sering kontraksi
timbul, semakin sering ibu merasakan ibu nyeri, meskipun ambang nyeri tiap
individu berbeda. Pada saat ibu bersalin belum siap menghadapi persalinan,
kurang matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ia hadapi akan bereaksi
serius dengan berteriak keras saat kontraksi walaupun kontraksinya lemah.
Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang
psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan, kesabaran
yang kuat pernah melahirkan, didampingi keluarga dan didukung oleh penolong
persalinan yang professional, dapat menggunakan teknik pernafasan untuk
relaksasi, maka selama kontraksi yng kuat tidak akan berteriak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar