Menurut Quinn (1995) dalam
Notoatmodjo (2005), motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya
kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena
itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan,
dorongan, dan tujuan. Di dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari
sekelompok fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan, dan ketetapan dari
tingkah laku manusia.
Menurut John Elder (et.al) (1998)
dalam Notoatmodjo (2005), mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara
pelaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan, dan
mempertahankan perilaku.
Motivasi merupakan keinginan, hasrat
motor penggerak dalam diri manusia, motivasi berhubungan dengan faktor
psikologi manusia yang mencerminkan antara sikap, kebutuhan, dan kepuasan yang
terjadi pada diri manusia sedangkan daya dorong yang diluar diri seseorang
ditimbulkan oleh motivator. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan
daya dan potensi, agar mau bekerjasama secara produktif sehingga dapat mencapai
dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena
motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku
manusia supaya mau bekerja sama secara giat sehingga mencapai hasil yang
optimal (Caray, 2010).
1. Fungsi dan Manfaat
Motivasi
Menurut Basuki (2004), motivasi
berfungsi untuk mengarahkan, mendorong dan menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi dapat ditempuh melalui cara: mengusahakan terciptanya
suatu keadaan yang dapat menumbuhkan dorongan batin seseorang agar tergerak
hatinya untuk bertingkah laku.
Memberikan pengertian pada individu
atau kelompok agar mereka terdorong untuk melakukan sesuatu setelah ia
mengerti.
Menurut Basuki (2004) dengan
mengetahui fungsinya, maka motivasi mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai
usur penggerak atau pendorong, unsur pemantapan, unsur pengayoman, unsur
penggerak semangat. Dari empat manfaat tersebut dapat dikatakan bahwa dengan
motivasi seseorang bisa menjadi tergerak atau terdorong untuk melakukan
sesuatu, merasa lebih mantap, merasa terayomi, merasa terampil untuk ikut
serta.
2. Macam – Macam Teknik
Motivasi
Menurut Basuki (2004), macam-macam teknik motivasi
terdiri dari:
a.
Teknik motivasi secara persuasive edukatif
Teknik motivasi ini adalah suatu cara memotivasi sasaran
dengan membujuk dan mengajak sasaran agar bersikap dan berprilaku seperti yang
diharapkan. Cara memotivasi dengan jalan membujuk dan mengajak tersebut
memerlukan alas an-alasan yang kuat serta pertimbangan yang masuk akal.
b.
Teknik motivasi tekanan
kelompok
Teknik motivasi ini dilakukan untuk membangkitkan minat
seseorang atau kelompok orang secara tidak langsung agar bersikap positif
dengan sikap yang ditampilkan oleh sebagian besar anggota kelompok.
c.
Teknik motivasi dengan
penerangan atau penyadaran
Teknik ini dilakukan dengan usaha semaksimal mungkin
untuk memberikan penerangan seluas-luasnya tentang isi pesan.
d.
Teknik motivasi dengan imbalan
atau kompensasi
Teknik ini merupakan suatu cara memotivasi seseorang
yang dilakukan dengan memberikan imbalan atau kompensasi dalam bentuk materi
atau psikologis.
3. Teori Motivasi
Menurut Wood (1998) dalam Notoatmodjo
(2005), ada dua aliran teori motivasi, yaitu motivasi yang dikaji dengan
mempelajari kebutuhan-kebutuhan, atau content
theory, dan ada yang mengkaji dengan mempelajari prosesnya atau disebut
sebagai process theory. Conten theory:
teori-teori ini mengajukan cara untuk menganalisis kebutuhan yang mendorong
seseorang untuk bertingkah laku tertentu, sedangkan process theory berusaha memahami proses berfikir yang ada yang
dapat mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu.
4. Teori Kebutuhan
Salah satu teori motivasi yang
terkenal adalah teori kebutuhan hierarki Maslow. Dalam teori ini menyusun
kebutuhan manusia secara hierarki. Maslow membagi dua kategori besar, yaitu
kebutuhan tingkat dasar dan tingkat tunggi. Kebutuhan tingkat dasar adalah
kebutuhan yang dapat dipuaskan dari luar, misalnya kebutuhan fisiologis dan
kebutuhan rasa aman. Sedangkan kebutuhan tingkat tinggi adalah kebutuhan yang
hanya dapat dipuaskan dari dalam diri orang yang bersangkutan, misalnya
kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Sebelum kebutuhan yang paling
rendah terpenuhi, maka tidak akan muncul kebutuhan pada tingkat berikutnya
(Notoatmodjo, 2005).
5. Teori Mc Leland
Teori ini juga merupakan teori yang
bertumpu pada kebutuhan manusia. Namun teori ini diciptakan dalam konteks
organisasi kerja. Teori Mc Leland mengatakan bahwa perilaku manusia didasari
dari tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk berprestasi (n-achievement), kebutuhan untuk berkuasa (n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-affiliation). Mc Leland kemudian mengembangkan pelatihan untuk
mengembangkan kebutuhan, untuk berprestasi, untuk mengembangkan sumber daya
manusia (Notoatmodjo, 2005).
6. Teori Hertzberg
Teori ini menyebutkan bahwa ada dua faktor yang penting
dalam meningkatkan motivasi, yaitu hiegyne
factor dan motivating factor. Hiegyne factor adalah faktor yang jika terpenuhi
tidak dapat memberikan kepuasan namun hanya dapat menghilangkan rasa tidak
puas. Sedangkan motivating factor
adalah faktor yang jika terpenuhi dapat menimbulkan rasa puas. Dengan kata
lain, Hertzberg berpendapat bahwa faktor yang dapatmenimbulkan rasa puas berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
rasa tidak puas. Faktor hiegyne adalah merupakan setara dengan kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dari teori Maslow, sedangkan motivating factor adalah faktor
yang setara dengan kebutuhan untuk dihargai (Notoatmodjo, 2005).
7. Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Motivasi
Ada dua faktor yang mempengaruhi
motivasi yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor yang timbul dari dalam individu, seperti usia, pendidikan dan
pengetahuan. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang dipengaruhi dari
luar diri individu seperti pekerjaan, status sosial budaya.
1.
Faktor – faktor intrinsik
a.
Pengetahuan
Menurut Notoatamodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dari manusia, yang seedar menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran yang tertentu, mempunyai metode atau
pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat
disusun secara sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuklah
disiplin ilmu.
b.
Usia
Faktor usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang,
motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda.
Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan pengetahuan
umum. Pada usia dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi
tubuh dalam tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional,
intelektual dan social, sedngkan dewasa pertengahan (41-50tahun) secara umum
merupakan puncak kejayaan social, kesejahteraan, sukses ekonomi dan
stabilisasi, jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam
berbegai kegiatan termasuk dalam pencegahan osteoporosis (Sudrajat, 2008).
c.
Persepsi seseorang mengenai
dirinya sendiri, pemahaman dan evaluasi seseorang pada dirinya sendiri.
Menurut Sudrajat (2008), menyatakan bahwa persepsi
ataupun sebuah mekanisme pengorganisasian, sebagai proses seleksi atau screaning berarti, bahwa beberapa
informasi akan diperoses dan lainnya tidak diperoses.
d.
Harga diri, perasaan menjaga
pada harga dan jati diri.
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negative baik langsung maupun tidak
lansung (Sudrajat, 2008).
e.
Harapan pribadi, keinginan dan
motivasi seseorang pada masa yang akan datang.
Menurut Keliat dalam Sudrajat (2008), ideal diri adalah
persepsi individual tentang bagaimana keinginan atau nilai pribadi tertentu.
Sering disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita, kinginan, harapan
tentang diri sendiri .
f.
Kebutuhan, sesuatu yang
dibutuhkan secara fisiologis dalam pemenuhan kelangsungan hidup seseorang. Menurut
Rakhmat (2000) dalam Sudrajat (2008), kebutuhan akan sangat mempengaruhi
dorongan atau motivasi seseorang untuk mempersepsikan stimulus yang ada.
g.
Keinginan, sebuah tujuan dari
seseorang untuk dicapai.
h.
Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi pula
tingkat motivasi seseorang. Disisni jelas bahwa faktor pendidikan besar
pengaruhnya terhadap peningkatan motivasi seseorang. Pendidikan adalah suatu
proses dimana manusia membina perkembangan manusia lain secara sadar dan
berencana (Sudrajat, 2008).
2.
Faktor – faktor ekstrinsik
a.
Pekerjaan
Jenis dan sifat pekerjaan yang dianggap sesuai oleh
seseorang akan dijalaninya dengan penuh tanggung jawab dan kebesaran hati.
b.
Status budaya
Kebudayaan dalam tatanan masyarakat merupakan suatu
system atau aturan yang dipegang teguh oleh masyarakat, tidak ada sanksi hukum
yang tegas bagi yang melanggarnya, hanya berupa teguran dan sanksi moral berupa
dikucilkan.
c.
Imbalan
Penghargaan dapat diartikan sebagai ekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung pada
kekuatan dari suatu penghargaan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran bagi individu tersebut (Sudrajat,
2008).
d.
Lingkungan
Sesuatu yang asing bagi lingkungan tertentu sering
dipersepsikan salah, sehingga perlu pemahama yang mendalam tentang hal-hal yang
baru, juga perlu mempertimbangkan sosial budaya daerah tersebut (Sudrajat, 2008).
8. Pengukuran Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2005), motivasi tidak dapat diobservasi
secara langsung namun harus diukur. Pada umumnya, yang diukur adalah motivasi
social dan motivasi biologis. Ada beberapa cara mengukur motivasi, yaitu:
1.
Tes Proyektif
Apa yang kita katakana merupakan cerminan dari apa yang
ada dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan orang,
maka kita beri stimulus yang harus diinterprestasikan. Dalam teori Mc Leland
dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk
berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk
power (n-power), kebutuhan untuk
berafiliasi (n-aff).
2.
Kuesioner
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesoner
adalah dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang dapat memancing motivasi klien.
3.
Observasi perilaku
Cala lain mengukur motivasi adalah dengan membuat
situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan
motivasinya. Perilaku yang diobservasi adalah, apakah klien menggunakan umpan
balik yang diberikan, mengambil keputusan yang beresiko dan meningkatkan kualitas
daripada kualitas kerja.
9. Motivasi Untuk Berperilaku
sehat
Menurut Elder (1994) dalam
Notoatmodjo (2005), untuk dapat berperilaku sehat diperlukan tiga hal yaitu:
pengetahuan yang tepat, motivasi, dan keterampilan. Jika seseorang memiliki
pengetahuan dan keterampilan namun tidak memiliki motivasi maka disebut sebagai
performance deficits.
Menurut Notoatmodjo (2005), pada
dasarnya tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin menjadi sakit, namun
sering kali secara sadar melakukan perilaku yang merupakan faktor resiko untuk
mendapatkan penyakit. Masalah utama dalam hal ini adalah bahwasannya prilaku
tidak sehat lebih menyenangkan dari perilaku sehat yang harus dilaksanakan. Hal
ini menyebabkan timbulnya konflik dalam diri orang yang bersangkutan. Oleh
karena itu, mereka umumnya mengadakan negoisasi dengan memelihara keseimbangan
psikologisnya.
Masalah lain yang menyebabkan
seseorang sulit termotivasi untuk berperilaku sehat adalah karena perubahan
perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat tidak menimbulkan dampak langsung
secara cepat, bahkan mungin tidak berdampak apa-apa pada penyakitnya, namun
hanya mencegah menjadi lebih buruk lagi (Notoatmodjo, 2005).
10.Hubungan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terhadap Motivasi
KIE adalah proses pemberian informasi
obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan keterampilan
komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik. KIE
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang
dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui
pendekatan ini, masyarakat akan menyadari bahwa ada sesuatu yang mengancam
dalam dirinya sehingga mereka berada dalam kondisi yang tidak seimbang.
Menurut Morgan (1989) dalam Notoatmodjo
(2005), menyatakan bahwa pada dasarnya manusia selalu ingin berada dalam
keadaan seimbang. Untuk itu mereka selalu memenuhi kebutuhannya sehingga
ketegangan akan menurun dan kondisi menjadi seimbang kembali. Pada dasarnya
manusia terdorong untuk berada pada posisi yang nyaman. Jika kenyamanan ini
turun lebih rendah dari ambang batas tertentu, maka manusia akan berusaha
melakukan segala sesuatu untuk mempertahankan drajat kenyamanan tersebut agar
mencapai batas ambang minimal. Dengan demikian manusia tidak akan bergerak
untuk mencapai kenyamanan namun bergerak untuk mempertahankan kenyamanan. Begitu pula dengan kesehatan, pada dasarnya
tidak satu orang pun di dunia ini yang ingin menjadi sakit, untuk itu seseorang
akan terdorong untuk mencapai kesehatan dan selalu mempertahankan kesehatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar