Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran,
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan metababolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sehingga dapat
disimpulakan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak pada aspek fisik (Soetjiningsih, 2002).
Pertumbuhan
adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara
kuantitatif dapat diukur seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala
(Muslihatun, 2010).
1. Faktor
– faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruh
tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2002), yaitu:
a. Faktor
Internal
Faktor internal merupakan modal
dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini
nantinya akan menjadi ciri khas anak (Marimbi, 2010). Melalui instruksi genetik
yang terkandung didalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas
dan kuantititas pertumbuhan. Faktor internal yang dimaksud antara lain
ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kromosom (Narendra, 2002)..
b. Faktor
Eksternal (Lingkungan)
Faktor eksternal (lingkungan) yang
dimaksud adalah lingkungan pranatal dan lingkungan pascanatal
1) Faktor
lingkungan pranatal
a) Gizi
ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya
kehamilan ataupun ketika hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau lahir
mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat juga menyebabkan
hambatan pada pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, mudah
terkena infeksi dan bahkan bisa menyebabkan abortus. Bayi yang lahir dari ibu
yang sehat kemungkinan akan lahir sehat pula,tetapi begitu juga sebaliknya bayi
yang lahir dari ibu yang kurang sehat atau bahkan tidak sehat maka bayi
tersebut akan mudah terkena infeksi dan penyakit lainnya. Gizi ibu hamil terutama
trimester akhir kehamilan akan mempegaruhi pertumbuhan janin (Narendra, dkk.
2002).
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa
menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot (Narendra, dkk. 2002).
Trauma atau cairan ketuban yang kurang juga dapat menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkan.
c) Toksin/zat
kimia
Masa organisme adalah masa yang
sangat peka terhadap zat-zat teratogen. Zat-zat kimia yang dapat
menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara lain obat anti kanker, alkohol,
besrta logam berat (Marimbi, 2010). Contoh sederhananya yaitu pada ibu
hamil perokok berat atau peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi berat
lahir rendah, lahir mati, cacat, ataupun retardasi mental (Soetjiningsih,
2002).
d) Endokrin
Ada beberapa hormon yang berperan
dalam pertumbuhan janin,seperti hormon somatotropin, hormon placenta, hormon
tiroid, insulin, dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin (Insulin-like
growth factor/IGFs). Dibetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, dan hiperplasia adrenal (Narendra, dkk.2002).
e) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur
kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak,
mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya. Hal ini telah dibuktikan pada peristiwa
yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki. Sedangkan efek radiasi pada laki-laki, dapat
menyebabkan cacat bawaan pada anaknya. Selain itu radiasi yang tinggi dapat
mengganggu tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2002; Narendra, dkk, 2002).
f) Infeksi
Infeksi intrauterin yang dapat menyebabkan
cacat bawaan pada janin adalah TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus,
dan herpes simplex). Kelainan-kelainan yang mungkin terjadi seperti katarak,
bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital
(Narendra, dkk, 2002).
g) Stress
Kehamilan yang tidak
diinginkan, perlakuan salah/ kekerasan mental pada ibu hamil akan menyebabkan
stress pada ibu. Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dan
lain-lain (Narendra, dkk. 2002; Soetjiningsih. 2002)
h) Imunitas
Rhesus atau ABO inkontabilitas
sering menyebabkan abortus, hidrop fetalis, kern ikterus, lahir mati
(Soetjiningsih, 2002). Perbedaan golongan darah antara ibu dan janin akan
menyebabkan hemolisis yang akan mengakibatkan kern ikterus dan memacu kerusakan
otak (Narendra, dkk. 2002).
i)
Anoreksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui
gangguan placenta atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.
2) Faktor
lingkungan pascanatal
a) Gizi
Makanan memegang peranan penting
dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa,
karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhannya. Pada usia 0 – 6
bulan, untuk memenuhi kebutuhan gizinya cukup diberikan ASI saja dan setelah
usia lebih dari 6 bulan bayi mulai dikenalkan makanan pendamping ASI (MP-ASI)
untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Meskipun begitu, pada kenyataannya banyak ibu
yang telah memberikan makanan pendamping pada bayi sebelum usia 6 bulan. Hal itu
disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang kapan dan bagaimana makanan
pendamping itu diberikan (Soetjiningsih, 2002).
Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu
cepat dapat meningkatkan risiko perubahan berat badan berlebih yang nantinya
menjadi penyebab obesitas pada bayi karena ketidakseimbangan kalori yang
diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pemberian makanan
pendamping yang terlalu cepat mengakibatkan penumpukan lemak, terutama pada
makanan yang banyak mengandung karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi
(Anhari, dkk. 2009).
b) Penyakit
kronis
Anak yang menderita penyakit kronis
akan terganggu tumbuh kembangnya dan pendidikannya. Tuberkolosis, anemia, dan
kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani ( Narendra,
dkk. 2002).
c) Musim,
cuaca, dan keadaan geografis
Musim kemarau yang panjang/bencana
alam lainnya, dapat berdampak pada tumbuh kembang anak antara lain sebagai
akibat gagalnya panen, sehingga banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula gondok
endemik banyak ditemukan pada daerah pegunungan, dimana air tanahnya kurang
mengandung yodium (Muslihatun, 2010).
2. Berat
badan
Berat
badan merupakan ukuran antroprometrik yang terpenting, dipakai pada setiap
kesempatan kesehatan anak pada kelompok umur. Berat badan merupakan hasil
peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara lain adalah
otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai
indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang
anak. Keuntungan indikator berat badan adalah pengukurannya obyektif dan dapat
diulang, tidak memerlukan banyak waktu. Sedangkan kerugiannya adalah indikator
berat badan ini tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya pendek gemuk
atau tinggi kurus ( Soetjiningsih, 2002).
Adapun
beberapa dampak yang ditimbulkan dari masalah berat badan lebih ataupun kurang
diantaranya:
a. Dampak
berat badan kurang
1)
Gangguan pertumbuhan
2)
Anemia
3)
Malnutrisi
4)
Osteoporosis
b. Dampak
berat badan lebih
1)
Obesitas.
2)
Penyakit kanker ginjal.
Bardosono
(2011) mengatakan bahwa ada dua macam timbangan, yaitu timbangan salter
spring balance dan bathroom scale.
a. Tipe
salter spring balance: yaitu timbangan
gantung atau dacin dengan berat maksimal 25 kg dengan ketelitian 100 gram. Timbangan
tipe ini banyak digunakan diposyandu.
Langkah pengukuran berat badan
menggunakan timbangan gantung, sebagai berikut:
1) Gantungkan
dacin pada dahan pohon atau palang rumah
2) Periksalah
apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Sebelum
digunakan, letakkan bandul dan geser di angka nol kemudian batang dacin
dikaitkan dengan tali pengaman.
4) Pasanglah
celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
Ingat bandul geser pada angka nol.
5) Seimbangkan
dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung timbang, atau kotak timbang
dengan cara memasukkan pasir kedalam kantongplastik.
6) Anak
ditimbang dan seimbangkan dacin.
7) Tentukan
berat badan anak dengan membaca angka di ujung bandul geser.
8) Catat
hasil penimbangan diatas kertas.
9) Geserlah
bandul ke angka nol, letakkan
batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan.
b. Tipe bathroom scale:
yaitu timbangan injak yang diletakkan dilantai dengan berat maksimum 100 kg dan
mempunyai ketelitian 100 gram.
Adapun cara menilai berat badan
menggunakan timbangan injak atau bathroom scale (Depkes, 2005), yaitu:
1) Letakkan
timbangan diatas lantai yang datar sehingga tidak mudah bergerak.
2) Lihat
posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka nol.
3) Anak
sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai alas kaki, jaket,
topi, jam, kalung, dan tidak memegang sesuatu.
4) Anak
berdiri diatas timbangan tanpa dipegangi.
5) Lihat
jarum timbangan sampai berhenti.
6) Baca
angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan.
7) Bila
anak terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum,baca angka
ditengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri.
Bayi baru lahir yang cukup bulan,
berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke 10. Berat badan menjadi 2
kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan, menjadi 3 kali berat badan
lahir pada umur 1 tahun, dan menjadi 4 kali berat berat badan lahir pada umur 2
tahun. Pada masa prasekolah kenaikan barat badan rata-rata 2 kg/tahun. Pertumbuhan
anak perempuan lebih cepat berhenti daripada anak laki-laki. Anak perempuan
umur 18 tahun sudah tidak tumbuh lagi, sedangkan anak laki-laki baru berhenti
tumbuh pada umur 20 tahun (Soetjiningsih, 2002). Kenaikan berat badan pada anak pada tahun pertama kehidupannya
apabila anak mendapat gizi yang baik adalah berkisar antara:
1)
700-1000
gram/bulan pada triwulan I
2)
500-600
gram/bulan pada
triwulan II
3)
350-450
gram/bulan pada triwulan III
4)
250-350
gram/bulan pada triwulan IV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar