Persalinan pretrem atau partus
prematurus adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20 -3 7 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Nugroho,
2010).
Persalinan preterm adalah
persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 - 37 minggu dihitung dari
hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2008).
Persalinan preterm
atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari
37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram
(Manuaba, 2008).
1.
Faktor predisposisi
kelahiran pretrem
Faktor yang merupakan predisposisi
terjadinya kelahiran pretrem adalah :
a.
Faktor dari ibu
1) Umur
ibu
Usia ibu saat melahirkan merupakan
salah satu faktor resiko kematian perinatal, dalam kurun waktu reproduksi sehat
diketahui bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 - 35 tahun
(Depkes RI, 2009). Pada usia < 20 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan
yang mengancam keselamatan ibu dan bayi, hal ini disebabkan pada usia muda
organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal dan secara
psikologis belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang cukup dewasa sehingga akan
berpengaruh terhadap penerimaan kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada
pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang
tua, terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko
tinggi pula untuk hamil karena akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan
merugikan perkembangan janin selama periode kandungan. Secara umum hal ini
karena adanya kemunduran fungsi fisiologis dari sistem tubuh (Cunningham,
2006).
Usia wanita mempengaruhi resiko
kehamilan. Anak perempuan berusia kurang dari 20 dan rentan terhadap terjadinya
pre-eklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan
berat badan, oedema dan terdapat proteinuria) dan eklamsi (kejang akibat
pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan premature atau bayi dengan
berat badan rendah atau bayi kurang gizi. Wanita yang berusia 35 tahun atau
lebih, rentan terhadap tekanan darah tinggi, preeklamsa dan eklamsia,
perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) diabetes atau fibroid
di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan sehingga mudah
terjadi partus prematur (Dardiantoro, 2007).
Kurun
waktu reproduksi sehat adalah usia 20 - 35 tahun usia kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan
salah satunya solusio plasenta. Pada solusio plasenta komplikasi pada ibu dan
janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lama berlangsungnya,
komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah,
oliguria dan gawat janin sampai kematiannya sehingga pada solusio plasenta akan
merangsang untuk terjadi persalinan prematur, perdarahan antepartum pada
solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera (Wiknjosastro, 2007).
Selain itu berat badan lahir rendah
juga berkolerasi dengan usia ibu. Persentase tertinggi bayi dengan berat badan
lahir rendah terdapat pada kelompok remaja
dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali
secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah,
ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih
tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali
melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum
matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita
dewasa. Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi
badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi
janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia ibu
bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat
pada wanita
yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Wiknjosastro, 2007).
Kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan dibawah 20 tahun ternyata 2 - 5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 - 35 tahun, kematian maternal
meningkat kembali sestelah 35 tahun ke atas (Wiknjosastro, 2007).
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20
tahun atau ≥ 35 tahun resiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan
akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada usia < 20 tahun
kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai
untuk ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
Secara fisik alat reproduksi pada
umur < 20 tahun juga belum terbentuk sempurna. Pada umumnya rahim masih
relatif kecil karena pembentukan belum sempurna dan pertumbuhan tulang panggul
belum cukup lebar. Rahim merupakan tempat pertumbuhan bayi, rahim yang masih
relatif kecil dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
Angka mortalititas neonatus
terendah terdapat pada bayi dari ibu yang mendapat perawatan prenatal yang cukup
dan berumur antara 20 - 30 tahun. Kehamilan pada anak usia belasan tahun dan
wanita melebihi 35 tahun, menambah resiko terjadinya BBLR (Behrman, 2002 )
2) Paritas
Paritas atau frekuensi ibu
melahirkan anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan
terjadinya kesakitan dan kematian maternal, pada ibu yang baru untuk pertama
kalinya hamil agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua
atau tiga. Setelah anak kelima angkanya menjadi sangat menyolok. Pada ibu-ibu
dengan paritas tinggi kematian maternal dan kematian anak menjadi tinggi,
karena sering melahirkan maka didapat hal-hal seperti teganggunya kesehatan
karena kurang gizi terjadinya anemia, perdarahan antepartum, kehamilan ganda,
preeklamsia dan eklamsia, terjadinya kekendoran pada dinding perut dan dinding
rahim juga kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat terjadi sehingga dari
keadaan tersebut maka akan mudah menimbulkan penyulit persalinan seperti
kelamaan his, partus lama bahkan partus prematur (Depkes, 2005).
Paritas adalah jumlah persalinan
yang telah dilakukan ibu. Paritas 2 - 3 merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi (Prawirohardjo, 2005).
3) Riwayat
kelahiran pretrem sebelumnya
Jika seorang wanita yang 3 kali
berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki resiko
sebesar 35% untuk mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih mungkin
terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia
kehamilan 4 - 8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur. Seorang wanita
yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang pernah
melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg memiliki resiko sebesar
50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya (Dardiantoro,
2007).
Riwayat obstetrik seorang ibu yang
melahirkan akan berpengaruh pada kehamilan berikutnya dimana seorang wanita
yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang pernah
melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg, memiliki risiko sebesar
50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita
yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki
risiko sebesar 35% untuk mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih mungkin
terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia
kehamilan 4 - 8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur (Dardiantoro, 2007).
4) Jarak
hamil dan bersalin terlalu dekat
Pada wanita yang melahirkan anak
dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun), akan mengalami
peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester ketiga,
termasuk karena alasan plasenta previa, anemia atau kurang darah, ketuban pecah
awal, endometriosis masa nifas serta yang terburuk yakni kematian saat
melahirkan (Dian, 2004). Selain itu wanita yang hamil dengan jarak terlalu
dekat berisiko tinggi mengalami komplikasi di antaranya kelahiran prematur,
bayi dengan berat badan rendah, bahkan bayi lahir mati. Meningkatnya risiko ini
tidak berkaitan dengan faktor risiko lain, seperti komplikasi pada kehamilan
pertama, usia ibu waktu melahirkan, dan status ekonomi ibu. jarak kehamilan
terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya. Setelah rahim kembali ke kondisi semula, barulah merencanakan
punya anak lagi (Ros, 2003).
5) Hipertensi
Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab terjadinya
kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan protein urin yang
meningkat dapat menyebabkan preeklampsia/eklampsia. Preeklampsia-eklampsia dapat meng-akibatkan
ibu mengalami komplikasi yang lebih parah, seperti solusio plasenta, perdarahan
otak, dan gagal otak akut. Janin dari ibu yang mengalami preeklampsia-eklampsia
meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan
janin dalam rahim (IUGR) dan hipoksia (Bobak, 2004).
6) Malnutrisi
Salah satu teori yang menjelaskan
pengaruh status nutrisi seorang
ibu hamil pada janin yang dikandungnya adalah teori yang dikenal dengan nama “Fetal
Programming”. Menurut teori tersebut, seorang ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi/malnutrisi akan menyebabkan fetus yang dikandungnya mendapat
asupan makanan yang kurang dalam pertumbuhannya. Asam folat amat dibutuhkan
saat terjadinya penambahan jumlah sel di masa awal kehamilan. Kekurangan asam
folat biasanya akan dikaitkan dengan tingginya resiko si bayi mengalami “neural
tube defects”, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan lahir prematur. Kebutuhan Besi dan Iodium
merupakan mikronutrisi yang amat diperlukan dalam masa kehamilan. Anemia saat
kehamilan biasanya akan mempertinggi risiko terjadinya BBLR pada bayi,
tingginya insidens kelahiran prematur dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
kematian pada ibu saat melahirkan (Sumamari, 2006).
7) Anemia
Terjadinya
anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi dalam hati, limpa
dan sumsum tulang. Selama masih mempunyai cukup persediaan besi Hb tidak akan
turun dan jika persediaan ini habis Hb akan turun ini terjadi pada bulan ke 5 -
6 kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi, anemia akan
mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim, bila terjadi anemia pengaruhnya terhadap hasil
konsepsi adalah terjadinya prematur, cacat bawaan, cadangan besi kurang,
kematian janin dalam kandungan, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini dan
mudah terjadi infeksi (Mochtar, 2007).
8) Kelainan
uterus
Uterus mempunyai peran vital dalam
proses reproduksi. Kelainan uterus, baik yang bawaan maupun yang diperoleh,
dapat mengganggu lancarnya kehamilan dan persalinan. Secara embriologis uterus,
serviks dan vagina dibentuk dari kedua duktus Muller, yang dalam pertumbuhan
mudiga mengalami proses penyatuan (fusi). Kelainan bawaan dapat terjadi akibat
gangguan dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran Muller dan dalam
kanalisasi. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus dan 1 serviks yang
berkembang dari satu saluran Muller kanan atau kiri. Saluran lain tidak
berkembang sama sekali. Sering kelainan ini disertai pula oleh tidak
berkembangnya saluran kencing secara unilateral. Kelainan-kelainan bawaan
uterus tersebut tidak semua mempunyai arti obstetrik yang sama. Beberapa
diantaranya dapat menggangu berlangsungnya kehamilan, baik dalam kehamilan muda
maupun kehamilan lanjut, sehingga lebih sering terjadi abortus sampai-sampai
abortus habitualis dan partus prematur kira-kira 60% (Wiknjosastro, 2007).
9) Penyakit
jantung.
Keperluan janin yang sedang
bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya
kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah
yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Partus kala
II apabila ibu mengerahkan tenaga untuk meneran, kehamilan 32 - 36 minggu
apabila hipervolemia mencapai puncaknya, sehingga jantung harus bekerja lebih
berat. Apabila tenaga cadangan jantung dilampaui, maka terjadi dekompensasi
kordis, jantung tidak sanggup lagi menunaikan tugasnya. Penyakit jantung
memberi pengaruh tidak baik kepada kehamilan dan janin dalam kandungan, apabila
ibu menderita hipoksia dan sianosis hasil konsepsi dapat menderita pula
dan mati, yang kemudian pula disusul
oleh abortus. Apabila konsepsi dapat terus hidup anak dapat lahir prematur atau
lahir cukup bulan akan tetapi dengan berat badan rendah (dismaturitas). Selain
itu janin dapat menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga
neonatus lahir mati atau dengan nilai Apgar Score rendah. Ditemukan komplikasi
prematur dan BBLR pada penderita penyakit jantung dalam kehamilan lebih sering
terjadi pada ibu dengan volume plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan partus
kala I yang lebih rendah (Wiknjosastro, 2007).
10) Infeksi
Infeksi malaria dalam kehamilan
dapat mengubah jalannya kehamilan dengan memperburuk keadaan ibu dan
berakhirnya kehamilan dan dapat menyebabkan partus prematurus karena pireksia
atau akibat kematian janin, plasenta wanita hamil menderita malaria bekerja
seperti limpa. Ruang-ruang intervilus dapat penuh dengan makrofag dan parasit.
Ini terutama khas bagi infeksi plasmodium falciparum (malaria tertiana)
dan dijumpai dalam pertengahan kedua kehamilan. Apabila hal itu jelas
menghambat pertumbuhan janin, maka sudah dipahami bahwa oksigenasi juga
terganggu, yang menyebabkan insufisiensi plasenta dengan akibat angka kematian
perinatal tinggi (Wiknjosastro, 2007).
Infeksi sifilis pada kehamilan
merupakan penyakit treponema palidium yang dapat menembus plasenta setelah
kehamilan 16 minggu, diagnosa tidak terlalu sukar karena dapat luka pada daerah
genetalia, mulut atau tempat lainnya. Pengaruhnya terhadap kehamilan dapat
dalam bentuk persalinan prematur atau kematian dalam rahim. Infeksi tifus
abdomnalis pada kehamilan yang disertai panas badan tinggi dan kemungkinan
perforasi, sehingga menimbulkan diet cair secara tidak langsung dapat
menimbulkan gangguan pada kehamilan dapat terjadi keguguran, persalinan prematur
atau lahir mati (Manuaba, 2005).
b. Faktor
kehamilan
1) Perdarahan
antepartum
Perdarahan antepartum yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang
tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya
tidak seberapa bahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus
selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. Pada plasenta
previa sering kali berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus
dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan
banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia, dengan
bertambah tua kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan
serviks mulai membuka nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan
tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahann mungkin masih dapat diatasi
dengan tranfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan
janin yang masih prematur tidak selalu
dapat dihindarkan. Pada solusio plasenta komplikasi pada ibu dan janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lama berlangsungnya,
komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah,
oliguria dan gawat janin sampai kematiannya sehingga pada solusio plasenta akan
merangsang untuk terjadi persalinan prematur, perdarahan antepartum pada
solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera (Wiknjosastro, 2007).
2) Hidramnion
Pada hidramnion sering ditemukan
plasenta yang besar, gejalanya terjadi
sebagai akibat penekanan uterus yang besar kepada organ-organ seputarnya.
Hidramnion menyebabkan uterus meregang sehingga dapat menyebabkan partus
prematur. Hidramnion akut biasanya terjadi pada trimester kedua dan kehamilan
sering berakhir pada kehamilan 28 minggu. Hidramnion kronis terjadinya
perlahan-lahan pada kehamilan yang lebih tua. Keluhannya tidak hebat.
Hidramnion harus dianggap sebagai kehamilan dengan resiko tinggi karena dapat
membahayakan ibu dan anak. Prognosis anak kurang baik karena adanya kelainan
congenital dan prematur (Wiknjosastro, 2007).
3) Preeklamsia
dan eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia merupakan
komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Diagnosis
ditetapkan dengan dua dari trias preeklamsia yaitu kenaikan berat badan sampai
oedema, kenaikan tekanan darah dan terdapat proteinuria, kelanjutan preeklamsia
berat menjadi eklamsia dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma.
Diagnosis preeklamsia dan eklamsia penyebab kematian bayi antara 45% sampai 50%
adalah asfiksia dan persalinan prematur (Wiknjosastro, 2007).
4) Ketuban
pecah dini
Ketuban pecah dini merupakan
penyebab terbesar dan sumber persalinan prematur. Bahaya ketuban pecah dini kemungkinan
infeksi dalam rahim dan persalianan prematur. Ketuban pecah mengakibatkan
hubungan langsung antara dunia luar dan ruang dalam rahim, sehingga memudahkan
terjadinya infeksi asenden. Salah satu fungsi ketuban adalah melindungi atau
menjadi pembatas dunia luar dan ruang dalam rahim sehingga mengurangi
kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi
dalam rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian
kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. Makin kecil umur
kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg
(Manuaba, 2005).
c.
Gaya hidup
1) Konsumsi
obat
Konsumsi obat-obatan pada saat
hamil: Peningkatan penggunaan obat-obatan (antara 11% dan 27% wanita hamil,
bergantung pada lokasi geografi
telah mengakibatkan makin tingginya insiden kelahiran premature, BBLR, defek
kongenital, ketidakmampuan belajar, dan gejala putus obat pada janin (Bobak,
2004).
2) Minum
alkohol
Konsumsi alkohol pada saat hamil:
Penggunaan alkohol selama masa hamil dikaitkan dengan keguguran (aborsi
spontan), retardasi mental, BBLR dan sindrom alkohol janin (Bobak, 2004).
3) Perokok
Perokok yang dimaksudkan disini ibu
perokok aktif, pengaruh nikotin yang terkandung didalam rokok menimbulkan
kontraksi pada pembuluh darah, akibatnya aliran darah ke tali pusat janin akan
berkurang sehingga mengurangi kemampuan distribusi zat yang diperlukan oleh
janin (Pancawati, 2002).
d. Faktor
janin
1) Gemelli
Proses persalinan pada kehamilan ganda bukan multiplikasi proses kelahiran
bayi, melainkan multiplikasi dari resiko kehamilan dan persalinan (Saifuddin,
2009). Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan terjadi masalah
seperti resusitasi neonatus, prematuritas, perdarahan postpartum, malpresentasi
kembar kedua, atau perlunya seksio sesaria (Varney, 2007). Berat badan kedua
janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda 50 - 1000 gram, hal ini
terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada
kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan prematur. Kematian bayi
pada anak kembar lebih tinggi dari pada anak kehamilan tunggal dan prematuritas
merupakan penyebab utama (Wiknjosastro, 2007).
2) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital
atau cacat bawaan merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang dilahirkan dengan
kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil. BBLR
dengan kelainan kongenital diperkirakan 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya (Saifuddin, 2009).
boleh mintak sumbernya ngak mbak?
BalasHapus