Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus
akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.
(Arif Mansjoer, 2000)
Laparatomi adalah prosedur
tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang
telah menjalani operasi pembedahan perut.
A. Macam Laparotomi
1.
Midline incision
2.
Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5
cm), panjang (12,5 cm).
3.
Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di
bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse
lower abdomen incision, yaitu;
insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya;
pada operasi appendictomy.
A.
Etiologi
Laparatomy dilakukan karena dari penyakit seperti :
1.
Obstruksi usus halus disebabkan oleh perlekatan usus,
hernia, neoplasma, intususepsi, volvulus, benda asing, batu empedu yang masuk
ke usus melalui fistula kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory
bowel disease), striktur, fibrokistik, dan hematoma.
2.
Obstruksi usus besar disebabkan oleh karsinoma,
volvulus, kelainan divertikular, inflamasi, tumor jinak, imfaksi fekal dll.
3.
Tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang
dari polyp adenoma. Kanker kolorektal merupakan
penyakit keganasan ketiga paling sering ditemui dan menjadi penyebab kematian
akibat kanker
4.
Apendisitis adalah peradangan dari apendik vermiforis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
5.
Adenocarcinoma endometrium adalah karsinoma
endometrium. Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berhubungan
dengan meningkatnya status kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita
semakin tinggi yang mengakibatkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin
banyak yang diiringi dengan penggunaan preparat estrogen eksogen atau
penggunaan terapi hormon pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya
6.
Kanker Indung Telur merupakan tumor ganas pada ovarium
(indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia
50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium.
B.
Indikasi
1.
Indikasi Berdasarkan Evalusi Abdomen
a)
Trauma tumpul abdomen dengan DPL postif tau ultrasound
b)
Trauma tumpul abdomen dan hipotensi yang berulang
walaupun diadakan resusitasi yang adekuat
c)
Pertontis dini atau yang menyusul
d)
Hipotensi dengan luka abdomen tembus
e)
Perdarahan dari gaster, dubur, atau daerah
genitourinary akibat trauma tembus
f)
Luka tembak melintas ronnga peritoneum atau
retroperitoium viseral/vaskuler
g)
Eviscerasi (pengeluaran isi usus)
2.
Indikasi berdasarkan pemeriksaan rontgen
a)
Udara bebas, udara retroperitonium atau ruptur
hemidiafragma setelah truma tumpul
b)
CT dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus
gastrointestinalis, cidera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle
atau cedera organ viseral yang parah setelah truma tumpul atau tembus
3.
Pada trauma abdomen/perut laparatomi dilakukan bila
terdapat :
a)
Luka tusuk dengan :
Syok
Tanda rangsang peritoneal
Bising usus menghilang
Prolaps isi perut
Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
Udara bebas intraperitoneal
Parasintesis perut/lavase peritoneal positif.
Pada eksplorasi luka menembus peritoneum.
b)
Luka tembak
c)
Trauma tumpul dengan :
Syok
Tanda rangsang peritoneal
Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
Cairan/Udara bebas intraperitoneal
Parasintesis perut/lavase peritoneal positif.
Selain
kasus-kasus di atas, penderita di observasi selama 24-48 jam. Laparotomi di
sini bertujuan mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik.
Pertama-tama
harus diatasi terlebih dahulu perdarahan yang ada, baru kemudian memperbaiki
kerusakan organ yang ditemukan :
Kerusakan omentum direseksi.
Kerusakan limpa diatasi dengan splenektomi
Kerusakan hati dijahit atau direseksi sebagian
Kerusakan organ berongga (lambung, usus) di
tutup secara sederhana (simple closure) atau direseksi sebagian.
Kerusakan mesenterium dijahit
Kerusakan pankreas juga dijahit
Kerusakan organ saluran kemih
C.
Patofisiologi
Rongga abdomen memuat baik organ-organ
yang padat maupun yang berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan
kerusakan yang serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian
besar melukai organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ
berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Bagaimanapun usus yang
menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk mengalami oleh trauma
penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons terhadap trauma dengan
perdarahan. Organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya dan ke dalam
rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.
Diagnosis dini adalah penting pada
trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan adanya cedera abdomen penetrasi
fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan
gejala-gejala abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada
kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase peritoneal
diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi
pembedahan.
Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 %
diagnostic, sehingga pasien-pasien trauma dengan hasil negatif harus
diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat hematokrit dan amylase.
Pengobatan nyeri mungkin ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan
gejala-gejala yang potensial. Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga
jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda abdomen
akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan
menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang
mengindikasikan cedera. Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan
sering digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal,
seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan dengan pembedahan eksplorasi,
sering dapat diidentifikasi dengan CT san. Namun CT scan tidak terlalu
diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ berongga.
D.
Pemeriksaan Diagnostik
- Tes laboratorium
Praktik standar pada
pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah lengkap,
analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran
sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan
dilakukan :
a)
Penyinaran dengan sinar X
Penyinaran dengan sinar X pada
dada hanya dilakukan kalau pada anamnesa dan gambaran klinik yang ditemukan
mencurigakan.
b)
Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda
yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat
E.
Penatalaksanaan Medis
1.
Tehnik Laparotomi Eksplorasi (pada Ileus
Obstruktif)
Pasien terlentang dalam narkose
Tindakan anamnesa dan antisepsis daerah abdomen
dan sekitarnya.
Insisi vertical dimulai dari bawah prosesus
sifoideus, teruskan melingkari umbilicus, kemudian teruskan ke bawah sampai di
atas simfisis tulang pubis.
Pada trauma tajam abdomen, insisi sering di buat
agak lain dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pada trauma tajam, eksisi
luka dilakukan terakhir, kecuali pada luka dimana insisi dimulai.
Perdarahan segera dirawat, terutama yang berasal
dari rongga abdomen atau organ yang terluka.
Usus halus diangkat, diteliti dan dibawa ke
kanan sehingga tampak rongga pelvis yang kemudian dibersihkan.
Pemeriksaan diteruskan pada kolon.
Pemeriksaan lien, diafragma kiri dan fleksura
lienalis.
Pemeriksaan hepar, diafragma kanan fleksura
hepatica, duodenum dan gaster. Kantong di bawah gaster dibuka untuk memeriksa
pankreas.
Organ-organ yang terluka seger diatasi. Penucian
rongga abdomen dengan larutan NaCl fisiologis hangat (sesuai dengan suhu
tubuh).
Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
B. Tujuan perawatan post laparatomi
1.
Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2.
Mempercepat penyembuhan.
3.
Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
4.
Mempertahankan konsep diri pasien.
5.
Mempersiapkan pasien pulang.
C. Perawatan pasca pembedahan
1.
Tindakan keperawatan post operasi
a.
Monitor
kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b.
Observasi
dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam
mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
d. Perawatan
luka operasi secara steril.
2.
Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak
diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada
pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung
antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing
peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
·
Perut tidak kembung
·
Peristaltik usus normal
·
Flatus positif
·
Bowel movement positif
3.
Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4.
Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem
Perkemihan.
-
Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 –
8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi à
retensio urine.
-
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusià
abdomen bawah (distensi buli-buli).
-
Dower catheter à kaji warna, jumlah
urine, out put urine < 30 ml / jam à komplikasi ginjal.
Sistem
Gastrointestinal.
-
Mual muntah à 40 % klien dengan GA
selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
-
Kaji
fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
-
Kaji paralitic ileus à suara usus (-),
distensi abdomen, tidak flatus.
-
jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
-
Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post
operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
·
Meningkatkan istirahat.
·
Memberi
kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
·
Memonitor perdarahan.
·
Mencegah obstruksi usus.
·
Irigasi atau pemberian obat.
D. Komplikasi post laparatomi
1.
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari
setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas
dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
2. Infeksi.
Infeksi luka sering
muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering
menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah
perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan
dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan
terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui
insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat
dari batuk dan muntah.
E. Proses penyembuhan luka
·
Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh.
Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagai kerangka.
·
Fase kedua
Dari hari ke 3
sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
·
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun,
timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
·
Fase keempat
Fase
terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
F. Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein
dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti
steroid.
3.
Pencegahan infeksi.
4.
Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian
fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk
efektif, latihan mobilisasi dini.
F.
Perawatan Sebelum dan Sesudah Pembedahan
- Penilaian dan persiapan sebelum
pembedahan
a)
Penilaian
Tujuan utama untuk mengadakan penilaian sebelum pembedahan adalah untuk mengenali
persoalan-persoalan yang menyangkut resiko pembedahan.
1)
Riwayat
Suatu catatan yang lengkap mengenai latar belakang kesehatan harus dapat
diperoleh termasuk penyakit yang sedang diderita, penyakit yang pernah
diderita, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan itu. Carilah keterangan
mengenai kemungkinan pengobatan yang diberikan dan alergi.
2)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan secara menyeluruh
harus mutlak dilakukan. Sistem jantung dan pernapasan haus mendapat perhatian
yang seksama. Jangan mengabaikan denyut nadi perifer, pemeriksaan
rectal, dan pelvis.
3)
Tes laboratorium
Praktik standar pada
pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah lengkap,
analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran
sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan
dilakukan.
4)
Penyinaran dengan sinar X
5)
Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda
yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat
b)
Persiapan
1)
Tanganilah gangguan yang mempengaruhi risiko pembedahan
sebanyak mungkin
Syok, hipovolemia, anemia, ketidakseimbangan elektroloit, fungsi ginjal
yang tidak sempurna, hipertemia harus dirawat (pembedahan ditangguhkan). Dalam keadaan darurat pentingnya
pembedahan dengan segera mungkin menuntut agar penanganan yang sempurna tidak
usah dilakukan.
2)
Tanda persetujuan secara tertulis
Penderita dan keluarganya
harus diberikan mengenai semua kemungkinan yang dapat terjadi dalam terapi itu.
Sifat dan pembedahan dan resikonya harus dijelaskan dan tanda tangan penderita
atau walinya yang resmi yang menyatakan bahwa pembedahan itu disetujui.
3)
Catatan dan sebelum pembedahan
Ahli bedah harus meninggalkan
suatu catatan pada status sang penderita dengan menuliskan latar belakang,
penemuan-penemuan, dan indikasi untuk operasi itu
4)
Pesan-pesan sebelum pembedahan
Pesan-pesan ditulis sehari sebelum operasi untuk melengkapi
persiapan-persiapan si penderita
Persiapan kulit
Cukur daerah pembedahan sehari
sebelumnya. Penderita harus dimandikan dengan bersih sebelum pembedahan. Umbilikus
merupakan sarang lapisan epitel yang terkelupas dan debu, itu harus dibersihkan
oleh juru rawat atau penderita.
Diet
Penderita tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam dan minum cairan
selama 8 jam sebelum pembedahan.
Cairan intravena
Pemberian cairan IV tidak diberikan pada berbagai kasus, tetapi pada usia
lanjut atau penderita yang lemah bermanfaat diberikan cairan penguat yang
diberikan pada malam sebelum pembedahan.
Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema tidak perlu
diberikan secara rutin kepada semua penderita bedah. Semua pengurangan yang
diteliti secara mekanis (dan antibakteri) perlu dilakukan bila dilakukan
pembedahan kolekteral.
Pemberian obat-obatan
Jangan lupa bahwa penderita
akan mengalami NPO sekitar 8 jam sebelum pembedahan. Pemberian obat-obatan
selama itu harus diberikan IV atau IM. Pramedikasi anestetik yang menggunakan
obat bius termasuk obat tidur lainnya baisanya disarankan oleh dokter biusnya.
Antibiotika harus mulai diberikan sebelum pembedahan bilamana itu digunakan
sebagai profilaksis melawan peradangan.
Tes laboratorium
Darah harus diambil untuk
dites pada pagi hari sebelum pembedahan pada beberapa pendeita. Contoh :
pengambilan glukosa pada penderita DM.
Tranfusi darah
Darah harus dicocokkan dengan
penderita bilamana diperkirakan akan dilakukan transfuse.
Kandung kemih
Bilamana kateter untuk
mengeluarkan air kemih tidak dapat digunakan, penderita harus buang air kecil
sebelum diberi pembiusan.
Pernapasan
Penderita dengan penyakit paru
harus diberi rangsangan agar batuk dan mengambil nafas dalam dengan menggunakan
spirometer insensitip sebelum penbiusan untuk memberikan secret yang dihasilkan
waktu malam berikutnya.
Tabung nasogastrik
Kalau sang penderita mengalami gangguan gastrointestinal, perut yang
penuh, atau beberapa alasan yang istimewa lainnya dapat dipasang tabung nasogastrik
sesudah pembiusan bilamana tabung itu dibutuhkan.
Kateter vena dan arteri
Suatu infus vena dipasang pada
malam hari sebelum pembedahan bila cairan IV sebelum pembedahan dilakukan
bilamana diperkirakan akan terjadi kehilangan darah yang banyak atau bila
kompensasi jantung penderita menguatirkan. Kateter arteri bertambah
penggunaanya pada penderita sakit keras.
- Perawatan sesudah pembedahan
a)
Aktivitas dan posisi
Penderita harus diperintahkan
untuk berbaring ditempat tidur sehingga keadaannya stabil. Posisi mula-mula
biasanya terlentang, tetapi penderita harus dibalikkan kesisi kiri/kanan setiap
30 menit sementara ia tidak disadarkan diri dan setiap jam sebelumnya. Posisi
harus ditentukan misalnya. Terlentang, kaki tempat tidur di ganjal, duduk dsb.
b)
Makanan
Tidak diperkenankan menelan
apa-apa sesudah pembedahan, dalam kasus yang lain makanan khusus yang diberikan
dengan segera. Pada penderita yang mula-mula NPO, cairan boleh diberikan,
bilamana fungsi pencernaan sudah mulai berfungsi dan makanan boleh diberikan
bilamana kita sudah mengetahui bila cairan yang diberikan dapat ditoleransi.
c)
Perawatan pernapasan
Penderita yang dapat bernapas secara spontan harus dianjurkan untuk batuk
dan hiperventilasi setiap jam atau setiap dua jam untuk mencegah terjadinya
atelektasis.
d)
Cairan intravena
Pesan-pesan dituliskan untuk jenis cairan dan kecepatan infuse.
e)
Sistem air kemih
Derajat perbandingan pengeluaran air kemih pada penderita yang memakai
kateter domonitor setiap jam seperti halnya tanda-tanda vital lainnya. Bilamana
tidak dipasang kateter, ahli bedah harus diberitahu bila penderita tidak buang
air kecil pada waktu tertentu, yang paling baik adalah 6 jam sesudah
pembedahan.
f)
Intake dan output
Cairan dari semua sumber harus pada suatu waktu tertentu, biasanya setiap
8 jam dan berat badan ditimbang setiap hari sesudah pembedahan besar.
G.
Komplikasi
a)
Infeksi
Terjadi bilamana tindakan pencegahan untuk mensterilkan
pembalut tidak dijalankan
b)
Terjadi perforasi
perforasi biasanya akibat dari ketidak tepatanirigasi
stoma,perforasi ditandai dengan meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam.
c)
Nyeri
Klien dengan
pembedahan abdomen dapat mengalami nyeri dari berbagai sumber. Pemeriksaan
diagnostik dan preparat prosedur sering tidak nyaman. Biasanya semua klien yang
akan mengalami prosedur pembedahan, sering mengenai abdomen dan kemungkinan
insisi perineal. Bila reseksi abdominoperineal dilakukan, klien dapat
mengalami nyeri “phantom”
d)
Prolaps stoma terjadi akibat obesitas
e) kebocoran dari anastomosis usus
menyebabkan menyebabkan distens abdomen dan kekakuan, peningkatan suu, serta
syok.
H.
Diagnosa Keperawatan, Fokus Intervensi dan
Rasionalisasi
a)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
aspirasi cairan muntah.
b)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kapasitas paru.
c)
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
tekanan darah.
d)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port’d entry
kuman.
e) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
insisi pembedahan.
f) Intoleransi aktivitas berhubungan
kelemahan fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar