Sabtu, 05 Oktober 2013

Laparotomi






Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.
(Arif Mansjoer, 2000)
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
A.    Macam Laparotomi
1.      Midline incision
2.      Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3.      Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4.      Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.


A.    Etiologi
      Laparatomy dilakukan karena dari penyakit seperti :
1.      Obstruksi usus halus disebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma, intususepsi, volvulus, benda asing, batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), striktur, fibrokistik, dan hematoma.
2.      Obstruksi usus besar disebabkan oleh karsinoma, volvulus, kelainan divertikular, inflamasi, tumor jinak, imfaksi fekal dll.
3.      Tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp adenoma. Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan ketiga paling sering ditemui dan menjadi penyebab kematian akibat kanker
4.      Apendisitis adalah peradangan dari apendik vermiforis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
5.      Adenocarcinoma endometrium adalah karsinoma endometrium. Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berhubungan dengan meningkatnya status kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita semakin tinggi yang mengakibatkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin banyak yang diiringi dengan penggunaan preparat estrogen eksogen atau penggunaan terapi hormon pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya
6.      Kanker Indung Telur merupakan tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium.


B.     Indikasi
1.      Indikasi Berdasarkan Evalusi Abdomen
a)      Trauma tumpul abdomen dengan DPL postif tau ultrasound
b)      Trauma tumpul abdomen dan hipotensi yang berulang walaupun diadakan resusitasi yang adekuat
c)      Pertontis dini atau yang menyusul
d)     Hipotensi dengan luka abdomen tembus
e)      Perdarahan dari gaster, dubur, atau daerah genitourinary akibat trauma tembus
f)       Luka tembak melintas ronnga peritoneum atau retroperitoium viseral/vaskuler
g)      Eviscerasi (pengeluaran isi usus)

2.      Indikasi berdasarkan pemeriksaan rontgen
a)      Udara bebas, udara retroperitonium atau ruptur hemidiafragma setelah truma tumpul
b)      CT dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointestinalis, cidera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle atau cedera organ viseral yang parah setelah truma tumpul atau tembus

3.      Pada trauma abdomen/perut laparatomi dilakukan bila terdapat :
a)      Luka tusuk dengan :
*      Syok
*      Tanda rangsang peritoneal
*      Bising usus menghilang
*      Prolaps isi perut
*      Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
*      Udara bebas intraperitoneal
*      Parasintesis perut/lavase peritoneal positif.
*      Pada eksplorasi luka menembus peritoneum.

b)      Luka tembak
c)      Trauma tumpul dengan :
*      Syok
*      Tanda rangsang peritoneal
*      Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
*      Cairan/Udara bebas intraperitoneal
*      Parasintesis perut/lavase peritoneal positif.
Selain kasus-kasus di atas, penderita di observasi selama 24-48 jam. Laparotomi di sini bertujuan mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik.
Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahan yang ada, baru kemudian memperbaiki kerusakan organ yang ditemukan :
*      Kerusakan omentum direseksi.
*      Kerusakan limpa diatasi dengan splenektomi
*      Kerusakan hati dijahit atau direseksi sebagian
*      Kerusakan organ berongga (lambung, usus) di tutup secara sederhana (simple closure) atau direseksi sebagian.
*      Kerusakan mesenterium dijahit
*      Kerusakan pankreas juga dijahit
*      Kerusakan organ saluran kemih

C.    Patofisiologi
            Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai organ-organ berongga. Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Bagaimanapun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat berespons terhadap trauma dengan perdarahan. Organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.
            Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan adanya cedera abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya, dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan ekplorasi pembedahan.
            Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga pasien-pasien trauma dengan hasil negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial. Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda abdomen akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang mengindikasikan cedera. Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan sering digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan CT san. Namun CT scan tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-organ berongga.
     
D.    Pemeriksaan Diagnostik
  1. Tes laboratorium
Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan dilakukan :
a)      Penyinaran dengan sinar X
Penyinaran dengan sinar X pada dada hanya dilakukan kalau pada anamnesa dan gambaran klinik yang ditemukan mencurigakan.
b)      Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat

E.     Penatalaksanaan Medis
1.      Tehnik Laparotomi Eksplorasi (pada Ileus Obstruktif)
*      Pasien terlentang dalam narkose
*      Tindakan anamnesa dan antisepsis daerah abdomen dan sekitarnya.
*      Insisi vertical dimulai dari bawah prosesus sifoideus, teruskan melingkari umbilicus, kemudian teruskan ke bawah sampai di atas simfisis tulang pubis.
*      Pada trauma tajam abdomen, insisi sering di buat agak lain dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pada trauma tajam, eksisi luka dilakukan terakhir, kecuali pada luka dimana insisi dimulai.
*      Perdarahan segera dirawat, terutama yang berasal dari rongga abdomen atau organ yang terluka.
*      Usus halus diangkat, diteliti dan dibawa ke kanan sehingga tampak rongga pelvis yang kemudian dibersihkan.
*      Pemeriksaan diteruskan pada kolon.
*      Pemeriksaan lien, diafragma kiri dan fleksura lienalis.
*      Pemeriksaan hepar, diafragma kanan fleksura hepatica, duodenum dan gaster. Kantong di bawah gaster dibuka untuk memeriksa pankreas.
*      Organ-organ yang terluka seger diatasi. Penucian rongga abdomen dengan larutan NaCl fisiologis hangat (sesuai dengan suhu tubuh).
*      Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
B.     Tujuan perawatan post laparatomi
1.      Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2.      Mempercepat penyembuhan.
3.      Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4.      Mempertahankan konsep diri pasien.
5.      Mempersiapkan pasien pulang.

C.    Perawatan pasca pembedahan
1.      Tindakan keperawatan post operasi
a.       Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b.      Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c.       Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
d.      Perawatan luka operasi secara steril.
2.      Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
·         Perut tidak kembung
·         Peristaltik usus normal
·         Flatus positif
·         Bowel movement positif
3.      Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4.      Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan.
-          Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
      Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi à retensio urine.
-          Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusià abdomen bawah (distensi buli-buli).
-          Dower catheter à kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam à komplikasi ginjal.
Sistem Gastrointestinal.
-          Mual muntah à 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
-          Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
-          Kaji paralitic ileus à suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
-          jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
-          Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
·         Meningkatkan istirahat.
·         Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
·         Memonitor perdarahan.
·         Mencegah obstruksi usus.
·         Irigasi atau pemberian obat.

D.    Komplikasi post laparatomi
1.      Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2.      Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3.      Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

E.     Proses penyembuhan luka
·         Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
·         Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
·         Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
·         Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.



F.     Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1.      Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2.      Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3.      Pencegahan infeksi.
4.      Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
F.     Perawatan Sebelum dan Sesudah Pembedahan
  1. Penilaian dan persiapan sebelum pembedahan
a)      Penilaian
Tujuan utama untuk mengadakan penilaian sebelum pembedahan adalah untuk mengenali persoalan-persoalan yang menyangkut resiko pembedahan.
1)     Riwayat
Suatu catatan yang lengkap mengenai latar belakang kesehatan harus dapat diperoleh termasuk penyakit yang sedang diderita, penyakit yang pernah diderita, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan itu. Carilah keterangan mengenai kemungkinan pengobatan yang diberikan dan alergi.



2)     Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan secara menyeluruh harus mutlak dilakukan. Sistem jantung dan pernapasan haus mendapat perhatian yang seksama. Jangan mengabaikan denyut nadi perifer, pemeriksaan rectal, dan pelvis.
3)     Tes laboratorium
Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan dilakukan.
4)     Penyinaran dengan sinar X
5)     Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat

b)      Persiapan
1)     Tanganilah gangguan yang mempengaruhi risiko pembedahan sebanyak mungkin
Syok, hipovolemia, anemia, ketidakseimbangan elektroloit, fungsi ginjal yang tidak sempurna, hipertemia harus dirawat (pembedahan ditangguhkan). Dalam keadaan darurat pentingnya pembedahan dengan segera mungkin menuntut agar penanganan yang sempurna tidak usah dilakukan.
2)     Tanda persetujuan secara tertulis
Penderita dan keluarganya harus diberikan mengenai semua kemungkinan yang dapat terjadi dalam terapi itu. Sifat dan pembedahan dan resikonya harus dijelaskan dan tanda tangan penderita atau walinya yang resmi yang menyatakan bahwa pembedahan itu disetujui.
3)     Catatan dan sebelum pembedahan
Ahli bedah harus meninggalkan suatu catatan pada status sang penderita dengan menuliskan latar belakang, penemuan-penemuan, dan indikasi untuk operasi itu
4)     Pesan-pesan sebelum pembedahan
Pesan-pesan ditulis sehari sebelum operasi untuk melengkapi persiapan-persiapan si penderita
*      Persiapan kulit
Cukur daerah pembedahan sehari sebelumnya. Penderita harus dimandikan dengan bersih sebelum pembedahan. Umbilikus merupakan sarang lapisan epitel yang terkelupas dan debu, itu harus dibersihkan oleh juru rawat atau penderita.
*      Diet
Penderita tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam dan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
*      Cairan intravena
Pemberian cairan IV tidak diberikan pada berbagai kasus, tetapi pada usia lanjut atau penderita yang lemah bermanfaat diberikan cairan penguat yang diberikan pada malam sebelum pembedahan.
*      Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema tidak perlu diberikan secara rutin kepada semua penderita bedah. Semua pengurangan yang diteliti secara mekanis (dan antibakteri) perlu dilakukan bila dilakukan pembedahan kolekteral.
*      Pemberian obat-obatan
Jangan lupa bahwa penderita akan mengalami NPO sekitar 8 jam sebelum pembedahan. Pemberian obat-obatan selama itu harus diberikan IV atau IM. Pramedikasi anestetik yang menggunakan obat bius termasuk obat tidur lainnya baisanya disarankan oleh dokter biusnya. Antibiotika harus mulai diberikan sebelum pembedahan bilamana itu digunakan sebagai profilaksis melawan peradangan.
*      Tes laboratorium
Darah harus diambil untuk dites pada pagi hari sebelum pembedahan pada beberapa pendeita. Contoh : pengambilan glukosa pada penderita DM.
*      Tranfusi darah
Darah harus dicocokkan dengan penderita bilamana diperkirakan akan dilakukan transfuse.
*      Kandung kemih
Bilamana kateter untuk mengeluarkan air kemih tidak dapat digunakan, penderita harus buang air kecil sebelum diberi pembiusan.
*      Pernapasan
Penderita dengan penyakit paru harus diberi rangsangan agar batuk dan mengambil nafas dalam dengan menggunakan spirometer insensitip sebelum penbiusan untuk memberikan secret yang dihasilkan waktu malam berikutnya.
*      Tabung nasogastrik
Kalau sang penderita mengalami gangguan gastrointestinal, perut yang penuh, atau beberapa alasan yang istimewa lainnya dapat dipasang tabung nasogastrik sesudah pembiusan bilamana tabung itu dibutuhkan.
*      Kateter vena dan arteri
Suatu infus vena dipasang pada malam hari sebelum pembedahan bila cairan IV sebelum pembedahan dilakukan bilamana diperkirakan akan terjadi kehilangan darah yang banyak atau bila kompensasi jantung penderita menguatirkan. Kateter arteri bertambah penggunaanya pada penderita sakit keras.

  1. Perawatan sesudah pembedahan
a)      Aktivitas dan posisi
Penderita harus diperintahkan untuk berbaring ditempat tidur sehingga keadaannya stabil. Posisi mula-mula biasanya terlentang, tetapi penderita harus dibalikkan kesisi kiri/kanan setiap 30 menit sementara ia tidak disadarkan diri dan setiap jam sebelumnya. Posisi harus ditentukan misalnya. Terlentang, kaki tempat tidur di ganjal, duduk dsb.
b)      Makanan
Tidak diperkenankan menelan apa-apa sesudah pembedahan, dalam kasus yang lain makanan khusus yang diberikan dengan segera. Pada penderita yang mula-mula NPO, cairan boleh diberikan, bilamana fungsi pencernaan sudah mulai berfungsi dan makanan boleh diberikan bilamana kita sudah mengetahui bila cairan yang diberikan dapat ditoleransi.
c)      Perawatan pernapasan
Penderita yang dapat bernapas secara spontan harus dianjurkan untuk batuk dan hiperventilasi setiap jam atau setiap dua jam untuk mencegah terjadinya atelektasis.
d)     Cairan intravena
Pesan-pesan dituliskan untuk jenis cairan dan kecepatan infuse.
e)      Sistem air kemih
Derajat perbandingan pengeluaran air kemih pada penderita yang memakai kateter domonitor setiap jam seperti halnya tanda-tanda vital lainnya. Bilamana tidak dipasang kateter, ahli bedah harus diberitahu bila penderita tidak buang air kecil pada waktu tertentu, yang paling baik adalah 6 jam sesudah pembedahan.
f)       Intake dan output
Cairan dari semua sumber harus pada suatu waktu tertentu, biasanya setiap 8 jam dan berat badan ditimbang setiap hari sesudah pembedahan besar.
                                            
G.    Komplikasi
a)      Infeksi
Terjadi bilamana tindakan pencegahan untuk mensterilkan pembalut tidak dijalankan
b)      Terjadi perforasi
perforasi biasanya akibat dari ketidak tepatanirigasi stoma,perforasi ditandai dengan meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam.
c)      Nyeri
Klien dengan pembedahan abdomen dapat mengalami nyeri dari berbagai sumber. Pemeriksaan diagnostik dan preparat prosedur sering tidak nyaman. Biasanya semua klien yang akan mengalami prosedur pembedahan, sering mengenai abdomen dan kemungkinan insisi perineal. Bila reseksi abdominoperineal dilakukan, klien dapat mengalami nyeri “phantom”
d)     Prolaps stoma terjadi akibat obesitas
e)      kebocoran dari anastomosis usus menyebabkan menyebabkan distens abdomen dan kekakuan, peningkatan suu, serta syok.


H.    Diagnosa Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasionalisasi
a)      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan aspirasi cairan muntah.
b)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru.
c)      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah.
d)     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port’d entry kuman.
e)      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.

f)       Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar