Sabtu, 05 Oktober 2013

Kognitif

Kognitif merupakan proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Kumala, 1998).
Kognitif yang dalam bahasa latin dikenal dengan cognocere yang berarti mengetahui atau proses mental dalam memperoleh pengetahuan, kemampuan intelektual. Adapun kinerja intelektual pada usia pertengahan menetap bila tidak disertai dengan penyakit yang lain, kemampuan intelektual ini meliputi kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosa kata), informasi dan komprehensi (Lumbantobing, 2006). 
Jadi kemampuan kognitif ini dapat berbeda antara satu individu dengan individu yang lain, tergantung pada individunya untuk tetap memaksimalkan fungsi otak, termaksud memaksimalkan fungsi kognitifnya.
1.      Perubahan Kognitif Pada Lansia
Pada lanjut usia  yang sehat telah dilakukan beberapa penelitian, termasuk penelitian tentang perubahan kognitif yang terjadi berupa perubahan  intelektual, memori dan beberapa variabel psikologi lainnya. Dari berbagai penelitian tersebut diketahui bahwa kinerja intelektual pada lansia yang diukur dengan menggunakan tes kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosa kata), informasi dan komprehensi mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun dan kemudian menetap sepanjang hidup, setidak-tidaknya sampai usia pertengahan 80-an tahun, bila tidak ada penyakit (Lumbantobing, 2006).
Kemampuan melaksanakan tugas yang diberi batas waktu, yang terkait waktu, yang membutuhkan kecepatan, misalnya dalam kecepatan mengolah informasi, mencapai puncaknya pada usia sekitar 20 tahun, kemudian menurun lambat laun sepanjang hidup, walaupun sebagian dari penurunan kecepatan ini diakibatkan oleh perubahan  dalam bidang motorik dan kemampuan persepsi, namun diperoleh bukti lebih lanjut bahwa kecepatan pemprosesan di pusat saraf menurun dengan meningkatnya usia. Perubahan ini dialami oleh hampir semua orang yang mencapai usia 70-an, akan tetapi ditemukan juga adanya penyimpangan berupa kemampuan beberapa orang yang berusia 70 tahun tetap dapat melaksanakan tugasnya lebih baik dari yang berusia 20 tahun (Lumbantobing, 2006). Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kemampuan potensi otak yang dimiliki oleh setiap individu adalah berbeda, tergantung kepada individu tersebut untuk tetap memberikan stimulus kepada otak (Kusumoputro, 2006).
Lebih lanjut Lumbantobing (2006) menjelaskan tentang kemunduran kognitif yang dialami oleh lansia, terdapat pada performance terutama pada tugas yang membutuhkan kecepatan dan juga pada tugas yang memerlukan memori jangka pendek, hal ini dapat dilihat dengan adanya kelambanan dalam melakukan tugas. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kemunduran tergantung kepada tes yang diberikan. Pada tes thurstone word fluency, dimana subjek disuruh menuliskan sebanyak-banyaknya kata yang dimulai dengan  huruf tertentu selama jangka waktu 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas berupa menuliskan sebanyak-banyaknya kata yang  terdiri dari empat huruf bermula dengan huruf tertentu selama jangka waktu empat menit, dan hasilnya didapatkan tanda kemunduran yang relatif dini dengan melanjutnya usia. Sedangkan pada tes oral fluency test dimana subjek menyebutkan kata yang dimulai dengan huruf tertentu, sebanyak-banyaknya dalam satu menit, diperoleh hasil kemampuan tidak menurun sampai usia 75 tahun.
Seiring dengan bertambahnya usia juga terdapat beberapa kemunduran dalam hal kognitif,  yaitu kemunduran tugas yang terkait waktu, yang membutuhkan kecepatan. Disamping kemunduran, perlambatan juga terjadi seiring dengan bertambahnya usia, misalnya pada tugas sederhana, persepsi sensorik, tugas yang kompleks yang membutuhkan pemprosesan sentral, kecepatan menambah hitungan, serta kecepatan dalam hal menyalin kata-kata. Namun tidak dapat dipungkiri pada beberapa tes terlihat bahwa lansia lebih berhati-hati, dan membuat lebih sedikit kesalahan (Lumbantobing, 1999).
2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kognitif
Pada umumnya lansia akan mengalami penurunan pada kemampuan otak dan tubuh. Penurunan inilah yang kemudian membuat lansia mudah jatuh sakit, pikun, dan frustasi. Meskipun demikian menurut Supardjiman (2005), penurunan kemampuan otak ini dapat diperbaiki dengan senam otak dan meningkatkan kebugaran secara umum (Munir, 2003). Karena senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga dapat merangsang ke dua belahan otak untuk bekerja (Supardjiman, 2005).
Selain melakukan senam para lansia juga harus memperhatikan dan memperbaiki perilaku hidup. Misalnya memperhatikan makanan yang dimakan, melakukan olah raga minimal 3 kali seminggu, selalu cukup istirahat, dan tidak tidur larut malam (Supardjiman, 2005). Lebih lanjut Heimberg (2006) menjelaskan guna dapat memastikan kinerja terbaik dari milyaran sel otak dapat dilakukan dengan menyesuaikan makanan, karena ada neurotransmiter yang paling berhubungan dengan kognitif khususnya persepsi dan memori yaitu acetycholine (sejenis asam amino) yang banyak terkandung di dalam makanan. Tidak hanya makanan, minum air putih sebanyak-banyaknya juga penting. Selain mengandung mineral, air putih juga membantu memperlancar peredaran darah dan oksigenasi keseluruhan tubuh (Supardjiman, 2005). Heimberg (2006) mengatakan bahwa kehidupan yang aktif dan senantiasa merangsang intelektual ada kaitannya dengan kemampuan yang tak pernah surut dalam kemampuan pemecahan masalah, keterampilan spasial, kemampuan berbahasa, dan daya adaptasi terhadap perubahan.
Heimberg (2006) menjelaskan bahwa kemampuan kognitif dalam hal ini adalah daya ingat dan memori, dapat ditingkatkan dan diperkuat seperti daya intelektual lainnya dengan terus memberikan tantangan-tantangan kepada memori atau aspek kognitif lainnya. Tantangan tersebut dapat berupa stimulus-stimulus baru. Jika stimulasi diberikan secara terus menerus dan terarah, maka intelegensi manusia dapat ditingkatkan (Kusumoputro, 2006). Selain itu untuk mempertajam atau meningkatkan kemampuan kognitif dapat digunakan beberapa strategi melalui nutrisi suara, latihan fisik, manajemen stress, dan beberapa teknik lain seperti yang telah dijelaskan oleh Supardjiman.
Ahli memori Arthur Bornstein dalam Heimberg (2006) menyebut stres berat sebagai musuh nomor satu bagi memori yang baik. Perasaan cemas akan memperburuk aspek kognitif, karena cemas berat akan mengakibatkan seseorang menjadi tidak waspada terhadap objek pikiran atau persepsi.
Supardjiman (2005) menyimpulkan bahwa dengan senam otak dan perilaku hidup yang sehat, maka dijamin kualitas hidup lansia akan meningkat dan bisa produktif lagi.
3.      Gangguan Kognitif
a.       Klasifikasi
1).    Konfusio
Konfusio akut adalah suatu akibat gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh memburuknya secara mendadak derajat kesadaran dan kewaspadaan dan terganggunya proses berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi (Darmojo, 2004).
2).    Dimensia
Menurut Brocklehurst and Allen (1987) yang dikutip dari Darmojo (2004), dimensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Dimensia pada usia lanjut diklasifikasikan secara garis besar yaitu :
Demensia degeneratif primer, demensia multi infark, demensia yang reversibel atau sebagian reversibel, gangguan lain terutama neurologik.
b.      Penyebab
Penurunan daya ingat dan kemampuan psikomotor tidak secara langsung disebabkan oleh penuaan akan tetapi penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yang kemudian menyebabkan penurunan daya ingat (Martono, 1999). Yatim (2003) mengelompokkan penyebab dimensia yang merupakan salah satu sindrom yang ditandai dengan adanya gangguan kognitif yang dialami oleh lansia menjadi tiga kelompok besar yaitu keracunan metabolisme, kelainan struktur jaringan otak, dan penyakit infeksi.
Darmojo (2004), mengelompokkan penyebab gangguan kognitif sebagai berikut :
1).    Konfusio
Keadaan patologik intraserebral, keadaan patologik ekstraserebral, dan penyebab iatrogenik.
2).    Dimensia
(a).  Keadaan yang secara potensial reversibel, misalnya intoksikasi, infeksi susunan saraf, gangguan metabolik, gangguan nutrisi, gangguan vaskuler, lesi desak ruang, hidrosefalus bertekanan normal, dan depresi.
(b). Penyakit degeneratif progresif
(1). Tanpa gejala neurologik penting lain, yaitu penyakit alzheimer dan penyakit pick.
(2). Dengan gejala neurologik lain yang prominen, yaitu penyakit parkinson, penyakit huntington, kelumpuhan supranuklear progresif, dan penyakit degeneratif lain yang jarang didapat.
c.       Manifestasi Klinis
Gangguan kognitif pada lansia, dapat dimanifestasikan dengan adanya gangguan/penurunan daya ingat (memori), dan beberapa gangguan kognitif lain berupa gangguan berbahasa, kurang mampu melakukan gerakan motorik, meskipun tidak ada kelumpuhan (apraxia), kurang mampu mengenal dan mengidentifikasi benda (agnosia) meskipun fungsi sensoris tetap utuh, serta gangguan fungsi eksekutif yaitu penurunan kemampuan dalam merencanakan, mengorganisir, mengurutkan dan kemampuan abstraksi (Yatim, 2003).
Lebih lanjut Darmojo (2004), memberikan gambaran klinik konfusio dan dimensia, sebagai berikut :
1).    Konfusio
Pada lansia dengan konfusio berupa kesadaran berkabut disertai derajat kewaspadaan yang berfluktuasi. Gangguan pada memori jangka pendek mungkin disertai dengan gangguan mengingat memori jangka panjang dan halusinasi atau mis-interpretasi visual, penurunan mendadak dari kemampuan untuk mempertahankan perhatian terhadap rangsangan luar  atau perhatian mudah teralihkan dengan rangsangan dari luar yang baru, gangguan  persepsi, antara lain ilusi, delusi,  halusinasi dan misinterpretasi, terganggunya siklus bangun tidur dengan terjadinya insomnia tetapi siang hari tertidur,  aktivitas psikomotor meningkat atau menurun, disorientasi waktu, tempat, dan orang, serta terjadinya gangguan memori yaitu tidak mampu mengingat kejadian yang baru terjadi.


2).    Dimensia
Adapun garis besar menifestasi klinis pada lansia dengan dimensia adalah sebagai berikut :
(a).  Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya selama beberapa bulan atau tahun)
(b). Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar).
Lumbantobing (2006) mengatakan bahwa untuk mengidentifikasi gangguan kognitif maupun tingkat kognitif yang terjadi pada lansia maka dapat digunakan tes mini mental sebagai berikut :
Tabel  2.1 Tes Mini Mental Untuk Mengukur Tingkat Kognitif Lansia
   No.                                 Pertanyaan                                    Score      Nilai
   1.      Sebutkan tahun berapa sekarang                                    1
            Sebutkan musim apa sekarang                                       1
            Sebutkan tanggal berapa sekarang                                 1
            Sebutkan bulan berapa sekarang                                    1
   2.      Sebutkan dimana kita sekarang                                     1
            Sebutkan negara kita sekarang                                       1
            Sebutkan propinsi kita sekarang                                    1
            Sebutkan kota kita sekarang                                          1
            Sebutkan rumah sakit di kota kita sekarang                  1
            Sebutkan di bagian mana kita sekarang                         1
   3.      Pemeriksa menyebutkan tiga nama benda dengan        3
            antara 1 detik  menyebut  nama  tersebut. Setelah
            selesai suruh lansia menyebutkannya
   4.      Hitungan  kurang  7.  Sebanyak 5 jawaban.  Mis :        5
            100-7=93, 93-7=86, 86-7=79, 79-7=72, 72-7=65.
            Atau mengeja mundur kata Kartu (Utrak)
   5.      Tanyakan  kembali   nama   benda   yang   telah           3
            Disebut pada pertanyaan no.3
   6.      Anda   tunjuk   pada   pensil   dan   arloji. Suruh          2
                        lansia  menyebutkan  nama benda yang anda
            tunjuk
   7.      Suruh  lansia   mengulangi   kalimat  berikut:                1
            “Tanpa Kalau, dan atau Tetapi”
   8.      Suruh lansia melakukan suruhan tiga tingkat,                3
                        yaitu:   Ambil kertas dengan tangan kananmu.
                                    Lipat dua kertas itu.
                                    Dan letakkan kertas itu di lantai
   9.      Anda   tuliskan   kalimat   suruhan  dan  suruh              1
                        lansia melakukannya:
                        “Tutup matamu”
   10.    Suruh     lansia     menulis    satu     kalimat                   1
                        pilihannya sendiri (kalimat harus mengandung
                        objek   dan  harus  mempunyai   makna).
11.        Perbesar gambar segi lima sampai 1,5 cm                      1
tiap sisi sehingga membentuk segi empat
Jumlah Skor                                                                   30                
Adapun skor pada tes mini mental ini dikelompokkan sebagai berikut :
Skor 24-30 = Normal
Skor 19-23 = Gangguan kognitif ringan
Skor 11-18 = Gangguan kognitif sedang

Skor   0-10 = Gangguan kognitif berat (Liquorezos, 2001).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar