Jumat, 04 Oktober 2013

Nyeri Persalinan



1.      Definisi Nyeri Persalinan
a)      Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim.
b)      Menurut Cuningham (2004), nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.
c)      Rasa nyeri persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi ini menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha.
2.      Fisiologi Nyeri Persalinan
Menurut Judha (2012), beberapa teori yang menjelaskan mekanisme nyeri diantaranya:
a.       Nyeri berdasarkan tingkat kedalaman dan letaknya
1)      Nyeri Viseral  yaitu rasa nyeri yang dialami ibu karena perubahan serviks dan iskemia uterus pada persalinan kala I. Pada kala I fase laten lebih banyak penipisan di serviks sedangkan pembukaan serviks dan penurunan daerah terendah janin terjadi pada fase aktif dan transisi. Ibu merasakan nyeri yang berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbal punggung dan menurun ke paha. Ibu biasanya mengalami  nyeri hanya selama kontraksi dan bebas rasa nyeri pada interval antar kontraksi
2)      Nyeri Somatik yaitu nyeri yang dialami ibu pada akhir kala I dan kala II persalinan. Nyeri disebabkan oleh peregangan perineum dan vulva, tekanan servikal saat kontraksi, penekanan bagian terendah janin secara progesif pada fleksus lumboskral, kandung kemih, usus dan struktur sensitif panggul yang lain.
b.      Teori Kontrol Gerbang ( Gate Control Theory)
Teori Gate Control menyatakan bahwa selama proses persalinan implus nyeri berjalan dari uterus sepanjang serat-serat syaraf besar kearah uterus ke subtansia gelatinosa di dalam spina kolumna, sel-sel transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke otak, adanya stimulasi ( seperti vibrasi atau massage) mengakibatkan pesan yang berlawanan yang lebih kuat, cepat dan berjalan sepanjang serat syaraf kecil. Pesan yang berlawanan ini menutup gate di substansi gelatinosa lalu memblokir pesan nyeri sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut.

3.      Tingkat Nyeri dalam Persalinan
Menurut Judha (2012), tingkat nyeri persalinan digambarkan dengan intensitas nyeri yang dipersepsikan oleh ibu saat proses persalinan. Intensitas rasa nyeri persalinan bisa ditentukan dengan cara menanyakan tingkatan intensitas atau merajuk pada skala nyeri. Contohnya, skala 0-10 (skala numeric), skala diskriptif yang menggambarkan intensitas tidak nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan, skala dengan gambar kartun profil wajah dan sebagainya. Yanti (2009) mengatakan primigravida lebih merasakan nyeri pada awal persalinan (kala I) daripada multigravida. Primigravida cenderung lebih banyak mengalami kecemasan hingga menimbulkan ketegangan dan ketakutan.
            Judha (2012) bahwa emosi dapat meningkatkan stress atau rasa takut ibu, yang secara fisiologis dapat meningkatkan kontraksi uterus sehingga meningkatkan nyeri yang dirasakan. Saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress, maka secara otomatis tubuh akan melakukan reaksi defensif sehingga secara otomatis dari stress tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormone stressor yaitu hormon katekolamin dan hormone adrenalin, katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot-otot terus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak terelakan.
      Yanti (2009) yang mengatakan kecemasan, kelelahan, kehabisan tenaga dan kekhawatiran ibu, seluruhnya menyatu sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah ada. Begitu nyeri persepsi semakin intens, kecemasan ibu meningkat semakin berat, sehingga terjadi siklus nyeri-stress-nyeri dan seterusnya sehingga akhirnya ibu yang bersalin tidak mampu lagi bertahan. Yanti (2009) mengatakan faktor lain yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri persalinan antara lain adalah umur, pendidikan, social ekonomi, paritas ukuran bayi maupun presentasi dan sebagainya. Nisman (2011) mengatakan tingkat nyeri selama persalinan meningkat jika wanita tersebut gelisah dan takut serta pengetahuan tentang proses persalinan sedikit. Salah satu alasan pelatihan melahirkan adalah untuk mengurangi rasa takut dan memperbaiki pemahaman ibu tentang melahirkan. Price & Wilson (2006) mengatakan ambang nyeri dalam persalinan dapat diturunkan oleh rasa takut, kurangnya pengertian dan berbagai permasalahan jasmani seperti demam, kelelahan, dehidrasi, ketegangan. Ambang nyeri dapat dianaikan oleh penggunaan obat-obatan, kesehatan fisik serta psilogik, relaksasi dan pengalihan perhatian.
4.      Penyebab rasa nyeri
Menurut Judha (2012), Nyeri persalinan muncul karena:
a.       Kontraksi otot rahim
Kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia rahim akibat kontraksi arteri miometrium. Biasanya ibu hanya mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.
b.      Regangan otot dasar panggul
Nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II. Nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rectum dan perineum, sekitar anus dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.
c.       Episiotomy
Nyeri dirasakan apabila ada tindakan episiotomy, tindakan ini dilakukan sebelum jalan lahir mengalami laserasi maupun rupture pada jalan lahir.
d.      Kondisi psikologi
Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut, cemas dan tegang memicu produksi hormone prostaglandine sehingga timbul stress. Kondisi stress dapat mempengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.
5.      Letak atau Daerah Nyeri Persalinan
Dalam Judha (2012) dikatakan rasa nyeri persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha.
Hal ini dijelaskan Judha (2012) bahwa kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks dan iskemia (kekurangan oksigen) rahim akibat kontraksi arteri miometrium. Karena rahim merupakan organ internal maka nyeri yang timbul disebut nyeri visceral. Nyeri visceral juga dapat dirasakan pada organ lain yang bukan merupakan asalnya yang disebut nyeri alih. Pada persalinan nyeri alih dapat dirasakan pada punggung bagian bawah (pinggang) dan sacrum. Biasanya ibu hanya mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.
Nyeri daerah perut bagian bawah sampai vagina merupakan regangan otot dasar panggul timbul saat mendekati kala II. Tidak seperti nyeri visceral, nyeri ini terlokalisir daerah perut bagian bawah, vagina, rectum dan perineum sekitar anus. Nyeri ini disebut nyeri somatik dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian bawah janin.
Penyebab nyeri pada paha dalam Yanti (2009) menjelaskan tekanan dan perlukaan pada facia, jaringan subkutan dan otot-otot skeletal merangsang reseptor-reseptor dan menggantikan nyeri bagian luar. Tekanan pada akar-akar dari fleksus-lumbal-sakral menimbulkan nyeri pada paha, lutut, vagina dan rektum.

6.      Frekuensi Nyeri
Frekuensi nyeri merupakan jumlah nyeri yang ditimbul dalam periode atau rentan waktu tertentu. Dalam hal ini, nyeri yang ditimbulkan berasal dari kontraksi, sehingga perhitungan frekuensi nyeri didasarkan pada frekuensi kontraksi atau his yang timbul dalam tiap 10 menit. Kontraksi atau his dijabarkan lebih lengkap oleh Prawirohardjo (2008) dimana his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding uterus yang disebut sebagai pace maker tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai seluruh uterus.
            Dalam Sumarah (2009) dikatakan kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsur-angsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks ( fase istirahat ). Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi dua zona, yaitu zona atas dan zona bawah uterus. Zona atas merupakan zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal dan bersifat aktif. Zona ini terbentuk akibat mekanisme kontraksi otot. Pada saat relaksasi, panjang otot tidak bisa kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot selama masa relaksasi semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran panjang otot semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi relaksasi sehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas tertentu pada saat zona bawah semakin tipis dan luas. Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan serviks uteri. Pada saat persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak kontraksi seperti zona atas. Zona bawah menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan pengaruh dari kontraksi zona atas sehingga janin dapat melewatinya.
            Akivitas rahim dimulai saat kehamilan. Dalam Prawirohardjo (2008) dijelaskan His sesudah kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai. Sumarah (2009) mengatakan pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi selama 15-20 detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik.          
Pemeriksaan kontraksi dalam Sumarah (2009) yang mengatakan pemeriksaan kontraksi uterus meliputi frekuensi, durasi/lama, intensitas / kuat lemahnya. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi berikutnya. Pada saat memeriksa durasi / lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi uterus, karena bila berpedoman pada rasa sakit yang ibu bersalin rasakan kurang akurat. Pada saat awal kontraksi biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu juga saat kontraksi sudah berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu juga dalam menentukan intensitas kontraksi uterus / kekuatan  kontraksi uterus, hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil dari seberapa reaksi nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi.
Dalam Prawirohardjo (2009) menyebutkan apa yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan adanya sinyal biomolekular dari janin yang diterima otak ibu akan memulai kaskade penurunan progesteron, esterogen dan peningkatan prostaglandin dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-tanda persalinan. Satu teori yang menyatakan bahwa janin merupakan dirigen dari orkestrasi kehamilannya sendiri dan komunikasi biomolekular antara ibu dan janin ini merupakan bagian awal ikatan (bounding ang attachment) antara ibu dan janin yang akan terjalin seumur hidup.

7.      Tahapan Nyeri Persalinan
Menurut Aprilia (2011), Nyeri persalinan terbagi atas 4 tahap, yaitu:
a.       Tahap I (Pembukaan) nyeri diakibatkan oleh kontraksi rahim dan peregangan mulut rahim.
b.      Tahap II (Pengeluaran Bayi) nyeri diakibatkan peregangan dasar panggul dan tidak jarang sebagai akibat pengguntingan (episiotomy) jika diperlukan.
c.       Tahap III (Pelepasan Plasenta) memberikan sensasi nyeri yang sangat minimal.
d.      Tahap IV nyeri timbul lebih merupakan akibat penjahitan luka perineum akibat robekan dengan atau tanpa episiotomi.

8.      Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri persalinan
a.       Budaya
Menurut Mulyati ( 2002 ) dalam Judha (2012) menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primipara. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin ( Piliter,2003).
b.      Emosi ( cemas dan takut)
Stress atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatis tubuh akan melakukan reaksi defensif sehingga secara otomatis dari stress tersebut merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon katekolamin dan hormon adrenalin, katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan “berempur atau lari”. Dan akibat respon tubuh tersebut maka uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot-otot terus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak terelakkan.
c.       Pengalaman Persalinan
Menurut Bobak (2000) dalam Judha (2012), pengalamn melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respon bu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan mempengaruhi sensifitas rasa nyeri.
d.      Support system
Dukungn dari pasangan, keluarga maupun pendampingan persalinan dapat mmbantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa nyeri ( Martin (2002) dalam Judha (2012)).
e.       Persiapan Persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai tehnik atau metode latihan agar ibu dapat mengatasi ketakutannya.

1 komentar:

  1. untuk memberi masukan saja, tolong kasih dapus ya kak.. makasih

    BalasHapus