Jumat, 04 Oktober 2013

Tidur pada anak sekolah

Tidur diangap sebagai perlindungan bagi tubuh untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh yang merugikan kesehatan (Gunawan, 2001). Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik yang dikarakteristikkan dengan aktivitas fisik minimal, perubahan proses fisiologis tubuh dan penurunan respon terhadap rangsang dari luar (Kozier, 2004). Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi semua orang. Agar dapat berfungsi dengan optimal maka seseorang memerlukan tidur yang cukup.
1.      Tahapan tidur.
Tarwoto dan Wartonah (2002) membagi tidur dalam dua tahapan yaitu :


a.       Tahapan tidur NREM (Non Rapid Eye Movement).
Merupakan tahap tidur dimana seseorang memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Tahapan NREM ini dibagi menjadi empat tahapan yaitu :
1)      NREM Tahap 1
Merupakan tahap terjadinya transisi, merespon terhadap cahaya dan berlangsung beberapa menit. Pada tahap ini akan terjadi penurunan aktivitas fisik, tanda-tanda vital dan metabolisme. Seseorang akan mudah terbangun dengan rangsangan dan bila terbangun akan terasa sedang bermimpi.
2)      NREM Tahap II
Merupakan periode suara tidur, otot mulai relaksasi dan fungsi tubuh berlangsung lambat. Tahap ini berlangsung selama 10-20 menit dan seseorang dapat dibangunkan dengan mudah.
3)      NREM Tahap III
Merupakan tahap awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibangunkan, relaksasi otot menyeluruh, terjadi penurunan tekanan darah dan berlangsung 15-30 menit.
4)      NREM Tahap IV
Merupakan tahap tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, membutuhkan stimulus yang intensif. Tahap ini juga merupakan tahap untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun, sekresi lambung menurun dan gerak bola mata cepat.

b.      Tahapan Tidur REM (Rapid EyeMovement)
Merupakan tahapan tidur terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir. Pada tahap REM ini seseorang lebih sulit untuk dibangunkan dibandingkan dengan tahap NREM, dan jika individu terbangun pada tahap ini maka biasanya akan bermimpi. Pada orang dewasa normal tidur REM berlangsung selama 20-25 menit dari tidur normalnya. Tidur REM ini penting untuk keseimbangan mental, emosi dan juga berperan dalam mempengaruhi belajar, memori dan adaptasi.
2.      Fisiologi Tidur
Siklus bangun  dan tidur mempengaruhi dan mengatur fungsi fisik dan respon  perilaku. Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa fisiologi tidur dimulai dari irama sirkadian yang merupakan irama yang dialami individu yang terjadi  selama 24 jam. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis  mayor dan fungsi perilaku. Fluktuasi temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati tergantung  pada pemeliharaan siklus sirkardian.
Irama sirkardian meliputi siklus harian  bangun dan tidur yang dipengaruhi oleh sinar dan faktor eksternal seperti  aktivitas  sosial dan rutinitas  kerja. Semua orang mempunyai jam biologis  yang menyamakan siklus  tidur mereka. Horne dan Ostberg (1976) dalam Potter & Perry (2005) menggambarkan dua kelompok  individu  dalam aktivitas tidurnya yaitu individu dengan  tipe dini dan tipe larut. Individu dengan tipe dini adalah seseorang yang memulai tidur dan bangun lebih awal, sedangkan individu dengan tipe larut adalah seseorang yang memulai tidur dan bangun lebih akhir.
Seseorang yang mengalami  perubahan dalam siklus  bangun dan tidur yang signifikan dapat mengakibatkan tidurnya menjadi tidak berkualitas. Kecemasan, kehilangan istirahat dan mudah  tersinggung  merupakan  gejala umum terjadinya  gangguan  siklus tidur. Kegagalan individu dalam memelihara siklus bangun tidur dapat mempengaruhi  kesehatannya (Irvannuddin, 2006).
3.      Fungsi tidur
Hampir sepertiga hidup manusia digunakan untuk tidur, sehingga tidak heran kualitas tidur merupakan hal yang sangat penting. Fungsi tidur secara tepat belum sepenuhnya di pahami. Banyak ahli sepakat bahwa tidur pertama-tama berfungsi restoratif (memulihkan kembali kondisi) bagi tubuh. Selama tidur kita memulihkan energi secara fisik dan mental  yang dikeluarkan  seharian. Sebagai contoh, diketahui bahwa pada anak-anak tumbuh  kembang  lebih  banyak terjadi selama tidur (Currie dan Keith, 2006). Tidur memang tidak berpengaruh langsung terhadap kecerdasan anak, maksudnya  adalah tidur tidak secara  otomatis  membuat anak pandai. Melainkan tidur cukup membuat fisik dan mental anak menjadi lebih kondusif, maka kondisi seperti inilah yang berpengaruh pada kecerdasan anak (Reputrawati, 2005).
Menurut Reputrawati (2005) selama tidur semua sel tubuh, termasuk sel otot, hati, ginjal, tulang sumsum dan sel otak mengalami pemulihan. Bermodalkan  tubuh bugar inilah diasumsikan akan lebih semangat dalam melakukan sesuatu.  Apalagi didukung oleh  otak yang berfungsi dengan baik. Selain itu, hormon-hormon pun lebih  aktif diproduksi  pada saat tidur. Produksi kortisol sebagai salah satu hormon penting, mencapai titik tertinggi  sejak tengah malam  hingga pagi dini hari. Hormon ini berperan membantu  anak dalam menghadapi stres yang dihadapinya setiap hari, disamping untuk mengurangi kepenatan. Jadi, wajar apabila tidur malam anak kurang, anak jadi kelihatan loyo atau  kurang vitalitas dan gampang marah-marah. Hal ini dikarenakan minimnya produksi korsitol  maupun rendahnya  pemulihan sel-sel yang akhirnya membuat  kemampuan  tubuhnya menjadi terbatas untuk melakukan berbagai kegiatan.
4.      Kualitas tidur
Tidur NREM terjadi ketika seseorang mengalami tidur ringan dan tidur lelap. Sedangkan tidur REM  merujuk pada kondisi ketika seseorang mengalami mimpi. Mereka yang dalam tidurnya mengalami mimpi bisa dibilang tidurnya berkualitas (Tedjakusukmana, 2005). Jika bangun pada tahap REM ia dapat menjelaskan isi mimpi dengan jelas dan nyata. Sedangkan ketika dibangunkan pada tahap NREM ia hanya mengingat mimpi secara samar-samar, atau malah lupa sama sekali. Pada tahap tidur REM, bola mata bergerak-gerak dengan cepat. Bahkan pada sebuah penelitian, terjadi gerakan mata yang teratur ke kiri dan ke kanan. Meskipun tidak dapat dijelaskan secara pasti sumber biologis dari mimpi, dapat dikatakan bahwa aktivitas otak saat mimpi sama persis dengan saat terjaga. Hanya saja pada tidur REM (mimpi) gelombang otak ke arah bawah akan terhambat di syaraf tulang belakang sehingga tegangan otot menjadi nol dan seluruh tubuh kecuali bola mata akan lumpuh total. Ini menjadi semacam mekanisme pengaman bagi diri agar tubuh tidak bergerak-gerak dalam tidur mengikuti skenario mimpi (Prasadja, 2006).
Kualitas tidur ditentukan apakah kedalaman tidur tercapai, artinya fase tidur REM sama bagus dan seimbang dengan fase tidur NREM, kualitas tidur yang baik terlihat ketika tidur, anak tidak banyak membolak-balikkan yang tanpa keseimbangan kedua fase tidur bukan tergolong tidur yang berkualitas. Kendati tidurnya lama, belum tentu anak merasa sudah cukup tidur, sesudah bangun tidur mungkin tidak merasa bugar. Artinya kualitas tidurnya memang rendah (Irvannudin, 2006). Kualitas tidur perlu menjadi perhatian, kualitas tidak tergantung pada jumlah, namun bergantung pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Setiap orang membutuhkan waktu tidur yang berbeda, ada yang butuh sekitar 10 jam, ada pula yang 6 jam, lamanya waktu tidur tergantung individu, dan yang dapat mengukur adalah diri kita sendiri. Tetapi menurut aturan kesehatan, kebutuhan tidur untuk anak usia sekolah rata-rata 9 ½ jam (Mira, 2006).
Kekebalan tubuh anak langsung menurun bila kualitas tidurnya buruk. Biasanya merekapun memiliki kepercayaan diri rendah, tingkat depresi lebih tinggi dan ketidakberdayaan. Masalah-masalah tersebut biasanya muncul dalam bentuk gangguan perilaku, kesulitan belajar dan menjadi mudah marah, pola serta selera makannya berubah. Seseorang anak yang mendapatkan cukup tidur dengan kualitas yang tidak terganggu, ia akan terbangun dengan tenang, senang dan penuh perhatian terhadap lingkungan (Soedjatmiko, 2001).
5.      Pengaturan tidur
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer, kardiovaskuler, respirasi dan muskoloskeletal (Robinson, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Tiap kejadian tersebut  dapat diidentifikasi atau direkam dengan elektroencephalogram (EEG) untuk aktivasi listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan elektromiogram (EMG) dan elektrooculorgram (EOG) untuk mengukur pergerakkan mata.
Taylor (1997) mengatakan bahwa ada dua sistem batang otak yang bekerjasama dalam mengontrol siklus tidur alami yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Regional  (BSR). RAS terletak di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, auditori, nyeri dan sensori raba serta menerima stimulus dari korteks serebri (emosi atau proses pikir).
Periode bangun diakibatkan karena dalam RAS melepaskan katekolamin. Sedangkan tidur mungkin diakibatkan oleh pelepasan serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan mendulla, area ini disebut BSR. Bangun dan tidurnya seseorang  tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor  sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya dan sistem limbiks seperti emosi. Seseorang yang mencoba  untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serotonin.
6.      Kebutuhan tidur
Waktu yang diperlukan untuk tidur bagi anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan orang tua. Pada mulanya bayi yang baru lahir akan menghabiskan waktunya untuk tidur dan hanya akan terbangun bila merasa lapar, ngompol, ataupun kedinginan. Namun, seiring dengan bertambahnya usia kebutuhan waktu untuk tidur akan berkurang. Jika bayi memerlukan waktu tidur selama + 16 jam, maka orang dewasa memerlukan waktu + 8 jam, dan orang yang sudah tua (berusia + 50 tahun) memerlukan waktu rata-rata 5-6 jam untuk tidur (Gunawan, 2001).

Namun demikian, sebenarnya kebutuhan waktu untuk tidur bagi setiap orang adalah berlainan. Kebiasaan tidur setiap orang adalah bervariasi tergantung pada kebiasaan tidur yang dibawa semasa perkembangan menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan sebagainya. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur) juga oleh faktor kedalaman tidur (kuantitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan waktu yang pendek, namun dengan kedalaman tidur yang cukup. Sehingga dengan demikian pada saat bangun tidur akan terasa segar kembali dan pola tidur yang demikian tidak akan mengganggu kesehatan (Gunawan, 2001). Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan tidur seseorang baik kuantitas maupun kualitasnya akan menentukan efisiensi tidur seseorang, yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Currie dan keith, 2006). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar