Tidur
diangap sebagai perlindungan bagi tubuh untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh
yang merugikan kesehatan (Gunawan, 2001). Tidur merupakan keadaan hilangnya
kesadaran secara normal dan periodik yang dikarakteristikkan dengan aktivitas
fisik minimal, perubahan proses fisiologis tubuh dan penurunan respon terhadap
rangsang dari luar (Kozier, 2004). Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi semua
orang. Agar dapat berfungsi dengan optimal maka seseorang memerlukan tidur yang
cukup.
1. Tahapan tidur.
Tarwoto dan Wartonah
(2002) membagi tidur dalam dua tahapan yaitu :
a. Tahapan tidur NREM (Non Rapid Eye Movement).
Merupakan tahap tidur
dimana seseorang memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Tahapan NREM ini dibagi menjadi empat tahapan
yaitu :
1) NREM Tahap 1
Merupakan tahap
terjadinya transisi, merespon terhadap cahaya dan berlangsung beberapa menit. Pada tahap ini akan terjadi penurunan
aktivitas fisik, tanda-tanda vital dan metabolisme. Seseorang akan mudah
terbangun dengan rangsangan dan bila terbangun akan terasa sedang bermimpi.
2) NREM Tahap II
Merupakan periode
suara tidur, otot mulai relaksasi dan fungsi tubuh berlangsung lambat. Tahap
ini berlangsung selama 10-20 menit dan seseorang dapat dibangunkan dengan
mudah.
3) NREM Tahap III
Merupakan tahap
awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibangunkan, relaksasi otot menyeluruh,
terjadi penurunan tekanan darah dan berlangsung 15-30 menit.
4) NREM Tahap IV
Merupakan
tahap tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, membutuhkan stimulus yang
intensif. Tahap ini juga merupakan tahap untuk restorasi dan istirahat, tonus
otot menurun, sekresi lambung menurun dan gerak bola mata cepat.
b. Tahapan Tidur REM (Rapid EyeMovement)
Merupakan tahapan tidur
terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir. Pada tahap REM ini
seseorang lebih sulit untuk dibangunkan dibandingkan dengan tahap NREM, dan
jika individu terbangun pada tahap ini maka biasanya akan bermimpi. Pada orang
dewasa normal tidur REM berlangsung selama 20-25 menit dari tidur normalnya.
Tidur REM ini penting untuk keseimbangan mental, emosi dan juga berperan dalam
mempengaruhi belajar, memori dan adaptasi.
2. Fisiologi Tidur
Siklus
bangun dan tidur mempengaruhi dan
mengatur fungsi fisik dan respon
perilaku. Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa fisiologi tidur
dimulai dari irama sirkadian yang merupakan irama yang dialami individu yang
terjadi selama 24 jam. Irama sirkadian
mempengaruhi pola fungsi biologis mayor
dan fungsi perilaku. Fluktuasi temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah,
sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkardian.
Irama
sirkardian meliputi siklus harian bangun
dan tidur yang dipengaruhi oleh sinar dan faktor eksternal seperti aktivitas
sosial dan rutinitas kerja. Semua
orang mempunyai jam biologis yang
menyamakan siklus tidur mereka. Horne
dan Ostberg (1976) dalam Potter & Perry (2005) menggambarkan dua
kelompok individu dalam aktivitas tidurnya yaitu individu
dengan tipe dini dan tipe larut.
Individu dengan tipe dini adalah seseorang yang memulai tidur dan bangun lebih
awal, sedangkan individu dengan tipe larut adalah seseorang yang memulai tidur
dan bangun lebih akhir.
Seseorang
yang mengalami perubahan dalam
siklus bangun dan tidur yang signifikan
dapat mengakibatkan tidurnya menjadi tidak berkualitas. Kecemasan, kehilangan
istirahat dan mudah tersinggung merupakan
gejala umum terjadinya gangguan siklus tidur. Kegagalan individu dalam
memelihara siklus bangun tidur dapat mempengaruhi kesehatannya (Irvannuddin, 2006).
3. Fungsi tidur
Hampir
sepertiga hidup manusia digunakan untuk tidur, sehingga tidak heran kualitas
tidur merupakan hal yang sangat penting. Fungsi tidur secara tepat belum
sepenuhnya di pahami. Banyak ahli sepakat bahwa tidur pertama-tama berfungsi restoratif (memulihkan kembali kondisi)
bagi tubuh. Selama tidur kita memulihkan energi secara fisik dan mental yang dikeluarkan seharian. Sebagai contoh, diketahui bahwa
pada anak-anak tumbuh kembang lebih
banyak terjadi selama tidur (Currie dan Keith, 2006). Tidur memang tidak
berpengaruh langsung terhadap kecerdasan anak, maksudnya adalah tidur tidak secara otomatis
membuat anak pandai. Melainkan tidur cukup membuat fisik dan mental anak
menjadi lebih kondusif, maka kondisi seperti inilah yang berpengaruh pada
kecerdasan anak (Reputrawati, 2005).
Menurut
Reputrawati (2005) selama tidur semua sel tubuh, termasuk sel otot, hati,
ginjal, tulang sumsum dan sel otak mengalami pemulihan. Bermodalkan tubuh bugar inilah diasumsikan akan lebih
semangat dalam melakukan sesuatu.
Apalagi didukung oleh otak yang
berfungsi dengan baik. Selain itu, hormon-hormon pun lebih aktif diproduksi pada saat tidur. Produksi kortisol sebagai
salah satu hormon penting, mencapai titik tertinggi sejak tengah malam hingga pagi dini hari. Hormon ini berperan
membantu anak dalam menghadapi stres
yang dihadapinya setiap hari, disamping untuk mengurangi kepenatan. Jadi, wajar
apabila tidur malam anak kurang, anak jadi kelihatan loyo atau kurang vitalitas dan gampang marah-marah. Hal
ini dikarenakan minimnya produksi korsitol
maupun rendahnya pemulihan
sel-sel yang akhirnya membuat
kemampuan tubuhnya menjadi terbatas
untuk melakukan berbagai kegiatan.
4. Kualitas tidur
Tidur NREM
terjadi ketika seseorang mengalami tidur ringan dan tidur lelap. Sedangkan
tidur REM merujuk pada kondisi ketika seseorang
mengalami mimpi. Mereka yang dalam tidurnya mengalami mimpi bisa dibilang
tidurnya berkualitas (Tedjakusukmana, 2005). Jika bangun pada tahap REM ia
dapat menjelaskan isi mimpi dengan jelas dan nyata. Sedangkan ketika dibangunkan
pada tahap NREM ia hanya mengingat mimpi secara samar-samar, atau malah lupa
sama sekali. Pada tahap tidur REM, bola mata bergerak-gerak dengan cepat.
Bahkan pada sebuah penelitian, terjadi gerakan mata yang teratur ke kiri dan ke
kanan. Meskipun tidak dapat dijelaskan secara pasti sumber biologis dari mimpi,
dapat dikatakan bahwa aktivitas otak saat mimpi sama persis dengan saat
terjaga. Hanya saja pada tidur REM (mimpi) gelombang otak ke arah bawah akan
terhambat di syaraf tulang belakang sehingga tegangan otot menjadi nol dan
seluruh tubuh kecuali bola mata akan lumpuh total. Ini menjadi semacam
mekanisme pengaman bagi diri agar tubuh tidak bergerak-gerak dalam tidur mengikuti
skenario mimpi (Prasadja, 2006).
Kualitas
tidur ditentukan apakah kedalaman tidur tercapai, artinya fase tidur REM sama
bagus dan seimbang dengan fase tidur NREM, kualitas tidur yang baik terlihat
ketika tidur, anak tidak banyak membolak-balikkan yang tanpa keseimbangan kedua
fase tidur bukan tergolong tidur yang berkualitas. Kendati tidurnya lama, belum
tentu anak merasa sudah cukup tidur, sesudah bangun tidur mungkin tidak merasa
bugar. Artinya kualitas tidurnya memang rendah (Irvannudin, 2006). Kualitas
tidur perlu menjadi perhatian, kualitas tidak tergantung pada jumlah, namun
bergantung pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Setiap orang membutuhkan
waktu tidur yang berbeda, ada yang butuh sekitar 10 jam, ada pula yang 6 jam,
lamanya waktu tidur tergantung individu, dan yang dapat mengukur adalah diri
kita sendiri. Tetapi menurut aturan kesehatan, kebutuhan tidur untuk anak usia
sekolah rata-rata 9 ½ jam (Mira, 2006).
Kekebalan tubuh
anak langsung menurun bila kualitas tidurnya buruk. Biasanya merekapun memiliki
kepercayaan diri rendah, tingkat depresi lebih tinggi dan ketidakberdayaan.
Masalah-masalah tersebut biasanya muncul dalam bentuk gangguan perilaku,
kesulitan belajar dan menjadi mudah marah, pola serta selera makannya berubah.
Seseorang anak yang mendapatkan cukup tidur dengan kualitas yang tidak
terganggu, ia akan terbangun dengan tenang, senang dan penuh perhatian terhadap
lingkungan (Soedjatmiko, 2001).
5. Pengaturan tidur
Tidur
merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer,
kardiovaskuler, respirasi dan muskoloskeletal (Robinson, 1993 dalam Potter &
Perry, 2005). Tiap kejadian tersebut
dapat diidentifikasi atau direkam dengan elektroencephalogram (EEG) untuk aktivasi listrik otak, pengukuran
tonus otot dengan menggunakan elektromiogram
(EMG) dan elektrooculorgram (EOG)
untuk mengukur pergerakkan mata.
Taylor
(1997) mengatakan bahwa ada dua sistem batang otak yang bekerjasama dalam
mengontrol siklus tidur alami yaitu Reticular
Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Regional (BSR). RAS terletak
di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual,
auditori, nyeri dan sensori raba serta menerima stimulus dari korteks serebri (emosi
atau proses pikir).
Periode
bangun diakibatkan karena dalam RAS melepaskan katekolamin. Sedangkan tidur
mungkin diakibatkan oleh pelepasan serotonin dari sel-sel spesifik di pons dan
mendulla, area ini disebut BSR. Bangun dan tidurnya seseorang tergantung pada keseimbangan impuls yang
diterima dari pusat otak, reseptor
sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya dan sistem limbiks
seperti emosi. Seseorang yang mencoba
untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha dalam posisi rileks.
Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan
serotonin.
6. Kebutuhan tidur
Waktu yang
diperlukan untuk tidur bagi anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan
orang tua. Pada mulanya bayi yang baru lahir akan menghabiskan waktunya untuk
tidur dan hanya akan terbangun bila merasa lapar, ngompol, ataupun kedinginan.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia kebutuhan waktu untuk tidur akan
berkurang. Jika bayi memerlukan waktu tidur selama + 16 jam, maka orang
dewasa memerlukan waktu + 8 jam, dan orang yang sudah tua (berusia +
50 tahun) memerlukan waktu rata-rata 5-6 jam untuk tidur (Gunawan, 2001).
Namun
demikian, sebenarnya kebutuhan waktu untuk tidur bagi setiap orang adalah
berlainan. Kebiasaan tidur setiap orang adalah bervariasi tergantung pada
kebiasaan tidur yang dibawa semasa perkembangan menjelang dewasa, aktivitas
pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan sebagainya. Kebutuhan tidur yang cukup
ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur) juga oleh
faktor kedalaman tidur (kuantitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan waktu
yang pendek, namun dengan kedalaman tidur yang cukup. Sehingga dengan demikian
pada saat bangun tidur akan terasa segar kembali dan pola tidur yang demikian
tidak akan mengganggu kesehatan (Gunawan, 2001). Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan
tidur seseorang baik kuantitas maupun kualitasnya akan menentukan efisiensi
tidur seseorang, yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Currie dan keith,
2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar