Menurut Prawiroharjo (2002)
kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha tersebut dapat bersifat
sementara, dapat pula bersifat permanen. Syahlan (2006) membedakan metode kontrasepsi menjadi metode sederhana dan metode
modern. Metode sederhana dapat dilakukan dengan alat maupun tanpa alat. Sedangkan
metode kontrasepsi modern dapat dilakukan dengan kontrasepsi hormonal antara
lain per oral atau pil, suntikan, implant, dan kontrasepsi non hormonal ntara
lain IUD (Intra Uterine Device) dan
kontrasepsi mantap yaitu tubektomi pada istri dan vasektomi pada suami.
Menurut Mansjoer (2001), kontrasepsi suntik merupakan suatu cara
kontrasepsi dengan jalan menyuntikkan hormon pencegah kehamilan pada wanita
yang masih subur. Kontraspsi
suntik dibedakan dalam tiga jenis yaitu Depo provera, Cyclofem, dan Norigest.
Depo provera adalah Depo Medroksi
Progesterone Asetat (DMPA) yang diberikan tiap 3 bulan sekali dengan dosis
150 mg. Keuntungan dari Depo provera yaitu akseptor hanya datang 3 bulan
sekali, sedangkan kerugiannya yaitu sering terjadi keterlambatan datang bulan (amenore) meskipun akseptor telah
menghentikan pemakaian kontrasepsi suntik, dapat terjadi perdarahan yang
berkepanjangan di luar menstruasi serta dapat menyebabkan liang senggama
menjadi kering. Cyclofem adalah
suntikan yang mengandung progesterone sebanyak 50 mg dan estrogen yang diberikan
setiap bulan dengan harapan akan
mendapatkan menstruasi setiap bulan setelah penyuntikan 4 sampai 5 kali.
Keuntungan dari Cyclofem yaitu dapat
menstruasi dengan teratur setiap bulannya karena adanya hormone estrogen,
sedangkan kerugiannya yaitu dapat terjadi perdarahan yang berkepanjangan di
luar menstruasi sehingga menyebabkan perdarahan menjadi tidak teratur.
Sedangkan Norigest berupa ampul berisi 200 mg zat aktif yang disuntikkan di
intramuscular agak dalam pada otot gluteus. Untuk 6 bulan pertama, suntikan
diberikan setiap 8 minggu, setelah itu diberikan setiap 12 minggu. Keuntungan
dan kerugian Norigest sama dengan Depo provera yaitu dapat terjadi keterlambatan datang bulan meskipun
akseptor telah menghentikan pemakaian kontrasepsi suntik, dapat terjadi
perdarahan yang berkepanjangan di luar menstruasi serta dapat menyebabkan liang
senggama menjadi kering (Mochtar, 2002).
Menurut BKKBN (2007), kontrasepsi suntik mempunyai
keuntungan yang sangat efektif yaitu praktis, aman di gunakan, tidak mempengaruhi
ASI sehingga cocok digunakan untuk ibu
menyusui dan dapat pula menurunkan terjadinya anemia. Sedangkan kerugian dari
kontrasepsi suntik yaitu dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan kesuburan
setelah penghentian pemakaian kontrasepsi suntik. Dalam hal ini kadang-kadang
dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan dapat pula menyebabkan
ketidakteraturan siklus haid.
Mekanisme kerja dari kontrasepsi suntik
yaitu menghambat sekresi hormon, yaitu hormon Gonadotropin terutama luteinizing hormone (LH). Sehingga
mencegah terjadinya ovulasi dimana
hal ini dapat mempengaruhi perubahan-perubahan menjelang stadium sekresi yang
diperlukan sebagai persiapan endometrium untuk memungkinkan terjadinya nidasi
(pembuahan) dari ovum (sel telur) yang telah dibuahi. Selain itu
kontrasepsi suntik juga dapat menambah viskositas (kepekatan) lendir serviks
sehingga menghalangi masuknya spermatozoa kedalam rahim dan dapat pula merubah
transportasi ovum (sel telur) melalui tuba ke uterus (Manuaba, 2002).
Indikasi kontrasepsi suntik yaitu
dilakukan pada ibu dengan usia subur, pada ibu yang menyusui dan ibu dengan
riwayat siklus haid yang teratur. Sedangkan pada kontra indikasinya WHO
menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi suntikan terutama pada saat
terjadi kehamilan, pada penderita karsinoma payudara, penderita karsinoma
traktus genetalia, dan perdarahan abnormal pada uterus (Hartanto, 2006).
Pada wanita yang memakai
alat kontrasepsi hormonal seperti kontrasepsi suntik maka dapat menyebabkan
terjadinya perubahan tekanan darah. Perubahan tekanan darah disebabkan adanya
pengaruh hormon Gonadotropin dan hormon Progesteron. Sehingga dapat membuat
jantung memompa lebih kuat, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi
kaku dalam bersirkulasi sehingga dapat menyebabkan tekanan darah menjadi
meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila akitivitas memompa jantung berkurang
dan arteri mengalami pelebaran dalam bersirkulasi, maka dapat menyebabkan tekanan
darah menjadi menurun. Oleh karena itu, perlu dideteksi secara dini yaitu
dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada
waktu check-up kesehatan atau pada saat periksa ke Dokter (www kesehatan berita sehat com. 16 Oktober 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar